(IslamToday ID) – Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di pembukaan Rakernas V PDIP pada Jumat (24/5/2024) mengisyaratkan sikap oposisi PDIP dalam pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
Menurut Umam, hal itu terindikasi dari cara Megawati meneriakkan sejumlah slogan seperti “PDIP tahan banting” dan “berani apa tidak” dalam pidatonya.
“Cara Megawati melecut semangat para kadernya dengan meneriakkan, ‘PDIP tahan banting’, ‘takut atau tidak?’, ‘berani apa tidak?’ merupakan indikasi kuat PDIP akan mengambil sikap sebagai oposisi di hadapan pemerintahan Prabowo-Gibran,” kata Umam dikutip dari Kompas, Sabtu (25/5/2024).
“Mega juga meng-embrace jika ada pihak yang menudingnya sebagai provokator, yang diyakininya sebagai provokator demi kebenaran dan keadilan. Sikap ini mempertegas PDIP tidak ingin diajak negosiasi dan kompromi dengan pemenang Pemilu 2024 lalu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Umam juga menyoroti Megawati yang menyampaikan kritik keras kepada pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan, Megawati mengkritik keras praktik penyalahgunaan lembaga penegak hukum dan juga TNI-Polri sebagai alat politik dan kekuasaan.
Karena itu, Megawati mempertanyakan dan menggugat kredibilitas Pemilu 2024 yang dianggapnya telah diwarnai kecurangan secara terstruktur, masif, dan sistematis (TSM). Megawati pun menggugat praktik kekuasaan yang semakin represif pada kebebasan sipil. Semua itu dianggap mirip dengan praktik kekuasaan yang otokratik.
“Dengan demikian, di bawah kepemimpinan Megawati, maka hampir bisa dipastikan PDIP akan mengambil sikap sebagai oposisi di hadapan kepemimpinan pemerintahan Prabowo-Gibran,” tutur Umam.
“Dengan logika terbalik, penggunaan tema Satyam Eva Jayate atau yang benar pada akhirnya akan menang, merupakan tudingan secara tidak langsung bahwa yang menang saat ini adalah yang tidak benar menurut cara pandang PDIP. Cara pandang itu tak lepas dari koreksi total PDIP atas praktik kekuasaan pemerintahan Jokowi yang dianggap telah melumpuhkan pilar-pilar demokrasi dan dianggap telah menyalahi komitmen agenda Reformasi 1998,” tambahnya. [wip]