(IslamToday ID) – Berdasarkan dokumen importasi, menyebutkan importir alat deteksi Covid-19 seperti PCR dan Rapid Test Antigen dikuasai secara dominan oleh kelompok perseorangan atau swasta.
Rinciannya ialah dominasi impor alat kesehatan dari pihak swasta mencapai 77,16 persen dari total keseluruhan pengadaan barang selama tiga semester pandemi virus Corona di Tanah Air.
Sementara itu, pemerintah hanya memegang 16,67 persen. Sisanya, 6,18 persen pengadaan barang dari luar negeri dilakukan oleh lembaga non-profit.
Sejumlah perusahaan swasta yang dominan dalam aktivitas importasi itu di antaranya perusahaan kecantikan PT Jenny Cosmetics dengan nilai impor sebesar US$43,6 juta atau 4 persen dari keseluruhan impor untuk pasar domestik.
Kemudian, kelompok usaha Dexa Group PT. Beta Pharmacon sebesar US$36,4 juta atau 3,34 persen. Perusahaan teknologi medis asal Jerman Dräger Medical Indonesia sebesar US$21,5 juta atau 1,98 persen.
Selain itu, ada perusahaan tekstil multi nasional PT Pan Brothers US$21,07 juta atau 1,93 persen. Perusahaan ketel uap PT Trimitra Wisesa Abadi sebesar US$20,8 juta atau 1,91 persen,.
Perusahaan laboratorium diagnostik molekular PT Sinergi Utama Sejahtera sebesar US$20,8 atau 1,91 persen dan perusahaan alat kesehatan Cahaya Medical Indonesia sebesar US$20,7 juta atau 1,90 persen.
Importasi alat kesehatan untuk penanganan Covid-19 dari pemerintah sendiri dikerjakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB sebesar US$68,6 juta atau 6,29 persen dari pengadaan barang untuk kebutuhan dalam negeri.
Selain BNPB, Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan juga melakukan impor dengan nilai mencapai US$18,7 juta atau 1,72 persen.
Dari lembaga non-profit, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia terbilang melakukan impor alat kesehatan yang relatif tinggi dengan nilai US$21,07 juta atau 1,93 persen dari kebutuhan nasional.