Baca JugaPostingan Lainnya
(IslamToday ID) –
1) Rempang Eco City (2023)
Rakyat dipaksa kosongkan Pulau Rempang pada 28 September untuk itu aparat dan pasukan keamanan sengaja diterjunkan ke Rempang. Megaproyek ‘Rempang Eco City’ yang melibatkan pengusaha Tommy Winata dan investor China ini mendapat kecaman dari berbagai pihak termasuk ormas Muhammadiyah dan NU.
2) Bendungan Bener Wadas (2018)
Kerusakan alam dan lingkungan alam di Purworejo mendapat perhatian serius dari bergabai kalangan jika proyek PSN Bendungan Bener Purworejo terlaksana.Dilansir dari situs resmi greenpeace.org (14/2/2023), warga bukan hendak melawan atau menolak pembangunan bendungan namun menolak penambangan batu andesit yang dilakukan dengan metode tambang terbuka.
Penambangan dilakukan dengan peledakan tanah dengan peledakan 5.300 ton dinamit. Peledakan ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti rawan longsor di daerah sekitarnya., ikan-ikan akan punah, pantai bisa rusak.
3) IKN (2022)
Deforestasi hutan atau kehilangan hutan di Kalimantan termasuk tinggi, padahal hutan Kalimantan sering disebut paru-parunya dunia.Deforestasi hutan yang banyak terjadi sebelum proyek IKN akibat kebakaran hutan dan lahan.
Laporan geotimesid (21/12/2020), kasus hilangnya hutan dari ribuan sampai ratusan ribu hektar merata di semua provinsi, mulai dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Wacana pembangunan IKN tersebut bahkan menuai kritik dari pakar UGM, Dwiko Budi Permadi. Pembangunan IKN dinilai menjadi ancaman serius bagi kerusakan hutan di Kalimantan Timur.
4) Jembatan Musi III (2004)
Upaya pembangunan Jembatan Musi III sejak era SBY telah menuai penolakan. Pasalnya proyek tersebut akan dibangun di kawasan jejak peninggalan Kesultanan Palembang, Kampung Arab seperti Ulu 13 dan Kuto Batu, Kota Palembang.
Gencarnya penolakan proyek tersebut diduga membuat lokasi pembangunan Jembatan Musi III ini berpindah. Dilansir dari harianhaluancom (3/9), kontruksi Jembatan Musi III direncanakan akan berlokasi di wilayah Pangkalan Pertamina di daerah Sungai Batang, di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
5) PLTN Jepara (2007)
Wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diniliai berisiko tinggi terhadap keselamatan lingkungan. Proyek yang sempat ramai ditolak pada tahun 2007 ini kembali diangkat pada tahun 2016 silam.
Indonesia diminta untuk belajar dari peristiwa di Fukhushima. Selain itu biaya pembangunannya sangat mahal, disamping itu teknologi yang ada di Indonesia dinilai belum mampu, dan yang lebih krusial lagi Indonesia adalah negara yang rawan bencana alam seperti gempa, banjir hingga tsunami.
6) Tol Cipali (2008):
Pembangunan Tol Cipali yang akhirnya diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 13 Juni 2015 silam ini sempat menuai penolakan dari masyarakat terutama. 32 pondok pesantren di Ciwaringin, Cirebon yang terdampak proyek. Bahkan mereka sempat mendatangi Komnas HAM untuk menolak pembangunan tol Cikampek-Palimanan.
7) PLTU Batang (2012)
Rakyat dipaksa melepaskan tanahnya untuk pendirian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Batang. Aktivis lingkungan menilai keberadaan PLTU Batang menjadi ancaman serius bagi kedaulatan pangan masyarakat Batang karena sawah-sawah produktif terdampak dalam proyek ini.
Dilansir dari bbcindonesia (28/8/2015), menurut catatan Greepeace ada sekitar 226,4 hektar lahan sawah produktif yang terdampak.
8) Proyek Panas Bumi Di Lampung (2013)
Proyek panas bumi atau geothermal di Kabupaten Lampung Selatan menuai penolakan dari masyarakat adat di Gunung Rajabasa. Kini proyek ini pun sudah berjalan, salah satu investornya ialah perusahaan asal Jepang, Inpex Geothermal Development Co., Ltd
9) Waduk Blega, Bangkalan (2013)
10) Proyek Panas Bumi Flores (2017)
Proyek geothermal atau panas bumi di Pulau Flores, NTT juga mendapat penolakan masyarakat adat. Salah satu desa adat yang menolak ialah Wae Sano, merupakan satu dari 15 desa masyarakat adat di Kecamatan Sano Nggoang, Kab. Manggarai Barat NTT.
Masyarakat setempat mengandalkan hidupnya dari bercocok tanam di ladang dengan sejumlah hasil pertanian seperti sirih, kemiri, kelapa, kakao, cengkih, lada, vanili dan buah-buahan.
Pemerintah semestinya bisa belajar dari dampak buruk yang terjadi dari proyek serupa di daerah NTT yang lain yakni Desa Mataloko-Kabupaten Ngada yang dibangun pada tahun 1998.
(IslamToday ID) –
1) Rempang Eco City (2023)
Rakyat dipaksa kosongkan Pulau Rempang pada 28 September untuk itu aparat dan pasukan keamanan sengaja diterjunkan ke Rempang. Megaproyek ‘Rempang Eco City’ yang melibatkan pengusaha Tommy Winata dan investor China ini mendapat kecaman dari berbagai pihak termasuk ormas Muhammadiyah dan NU.
2) Bendungan Bener Wadas (2018)
Kerusakan alam dan lingkungan alam di Purworejo mendapat perhatian serius dari bergabai kalangan jika proyek PSN Bendungan Bener Purworejo terlaksana.Dilansir dari situs resmi greenpeace.org (14/2/2023), warga bukan hendak melawan atau menolak pembangunan bendungan namun menolak penambangan batu andesit yang dilakukan dengan metode tambang terbuka.
Penambangan dilakukan dengan peledakan tanah dengan peledakan 5.300 ton dinamit. Peledakan ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti rawan longsor di daerah sekitarnya., ikan-ikan akan punah, pantai bisa rusak.
3) IKN (2022)
Deforestasi hutan atau kehilangan hutan di Kalimantan termasuk tinggi, padahal hutan Kalimantan sering disebut paru-parunya dunia.Deforestasi hutan yang banyak terjadi sebelum proyek IKN akibat kebakaran hutan dan lahan.
Laporan geotimesid (21/12/2020), kasus hilangnya hutan dari ribuan sampai ratusan ribu hektar merata di semua provinsi, mulai dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Wacana pembangunan IKN tersebut bahkan menuai kritik dari pakar UGM, Dwiko Budi Permadi. Pembangunan IKN dinilai menjadi ancaman serius bagi kerusakan hutan di Kalimantan Timur.
4) Jembatan Musi III (2004)
Upaya pembangunan Jembatan Musi III sejak era SBY telah menuai penolakan. Pasalnya proyek tersebut akan dibangun di kawasan jejak peninggalan Kesultanan Palembang, Kampung Arab seperti Ulu 13 dan Kuto Batu, Kota Palembang.
Gencarnya penolakan proyek tersebut diduga membuat lokasi pembangunan Jembatan Musi III ini berpindah. Dilansir dari harianhaluancom (3/9), kontruksi Jembatan Musi III direncanakan akan berlokasi di wilayah Pangkalan Pertamina di daerah Sungai Batang, di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
5) PLTN Jepara (2007)
Wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diniliai berisiko tinggi terhadap keselamatan lingkungan. Proyek yang sempat ramai ditolak pada tahun 2007 ini kembali diangkat pada tahun 2016 silam.
Indonesia diminta untuk belajar dari peristiwa di Fukhushima. Selain itu biaya pembangunannya sangat mahal, disamping itu teknologi yang ada di Indonesia dinilai belum mampu, dan yang lebih krusial lagi Indonesia adalah negara yang rawan bencana alam seperti gempa, banjir hingga tsunami.
6) Tol Cipali (2008):
Pembangunan Tol Cipali yang akhirnya diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 13 Juni 2015 silam ini sempat menuai penolakan dari masyarakat terutama. 32 pondok pesantren di Ciwaringin, Cirebon yang terdampak proyek. Bahkan mereka sempat mendatangi Komnas HAM untuk menolak pembangunan tol Cikampek-Palimanan.
7) PLTU Batang (2012)
Rakyat dipaksa melepaskan tanahnya untuk pendirian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Batang. Aktivis lingkungan menilai keberadaan PLTU Batang menjadi ancaman serius bagi kedaulatan pangan masyarakat Batang karena sawah-sawah produktif terdampak dalam proyek ini.
Dilansir dari bbcindonesia (28/8/2015), menurut catatan Greepeace ada sekitar 226,4 hektar lahan sawah produktif yang terdampak.
8) Proyek Panas Bumi Di Lampung (2013)
Proyek panas bumi atau geothermal di Kabupaten Lampung Selatan menuai penolakan dari masyarakat adat di Gunung Rajabasa. Kini proyek ini pun sudah berjalan, salah satu investornya ialah perusahaan asal Jepang, Inpex Geothermal Development Co., Ltd
9) Waduk Blega, Bangkalan (2013)
10) Proyek Panas Bumi Flores (2017)
Proyek geothermal atau panas bumi di Pulau Flores, NTT juga mendapat penolakan masyarakat adat. Salah satu desa adat yang menolak ialah Wae Sano, merupakan satu dari 15 desa masyarakat adat di Kecamatan Sano Nggoang, Kab. Manggarai Barat NTT.
Masyarakat setempat mengandalkan hidupnya dari bercocok tanam di ladang dengan sejumlah hasil pertanian seperti sirih, kemiri, kelapa, kakao, cengkih, lada, vanili dan buah-buahan.
Pemerintah semestinya bisa belajar dari dampak buruk yang terjadi dari proyek serupa di daerah NTT yang lain yakni Desa Mataloko-Kabupaten Ngada yang dibangun pada tahun 1998.