(IslamToday ID) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan hasil kajiannya terhadap pidato ‘intelijen’ Presiden Jokowi di depan para pendukungnya dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Relawan Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi pada Sabtu (16/9/2023). Presiden dinilai melakukan tindakan berbahaya karena telah melakukan tindakan spionase terhadap partai-partai yang ada di Indonesia, terutama partai peserta Pemilu 2024.
“Dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana saya tahu. Informasi yang saya terima komplet,” kata Jokowi dilansir dari repulikaid, Senin 18 September 2023.
“Dari intelijen saya ada, BIN (Badan Intelijen Negara). Dari intelijen di Polri, ada. Dari intelijen di TNI, saya punya, BAIS (Badan Intelijen Strategis), dan info-info di luar itu. Angka, data, survei, semuanya ada,” jelasnya.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik BRIN yang juga Guru Besar FISIP UI, Prof. Dr. Firman Noor, M.A. menilai tindakan presiden tersebut sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia. Tidak hanya itu pidato tersebut seperti menyingkap ‘gunung es’ ke permukaan atas sejumlah fenomena politik beberapa tahun lalu.
Sejumlah fenomena dari gunung es yang dimaksud tersebut terkait dengan perpanjangan kekuasaan presiden. Misalnya isu tentang 3 periode, perpanjangan masa jabatan, hingga penundaan pemilu.
“Seperti fenomena gunung es dari berbagai wacana maupun upaya-upaya sejak setahun, dua tahun yang lalu untuk melanjutkan kekuasaan,” ungkap Prof. FIrman dalam webinar: ‘Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024’ pada Kamis (21/9/2023) yang juga disiarkan di channel youtube Pusat Riset Politik BRIN, Kamis 21 September 2023.
Pidato tersebut juga diduga memiliki tujuan untuk meminimalisir partai-parati oposisi khususnya melakukan manuver melawan keinginan politik presiden. Tidak hanya itu operasi intelijen dalam partai-partai juga bisa dimaknai sebagai tindakan cawe-cawe preiden dalam mengarahkan dinamika politik menjelang Pemilu 2024.
“Meminimalkan upaya partai-partai tersebut, oposisi dalam bermanuver melawan keinginannya dalam pemilu mendatang,” ujar Prof. Firman.
“Operasi intelijen dapat dipahami menjadi suatu bagian dari cawe-cawe, mengarahkan dinamika (politik) menjelang pemilu 2024,” tandasnya.