(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan investigasi khusus ke Kementerian Agama (Kemenag) terkait jemaah haji ‘khusus’ tanpa antrian menjelang tahun politik 2024. Pihaknya menduga telah terjadi kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 karena dinilai syarat kepentingan politik dan rawan korupsi.
“Kami meminta agar BPK segera lakukan pemeriksaan menyeluruh. Karena besar dugaan banyak jemaah haji yang merasa sangat dirugikan atas kebijakan Menag Yaqut Cholil Qoumas ini,” ungkap Adib dilansir dari rmolid, Rabu, 4 Oktober 2023.
Adib mengungkapkan bahwa beredar informasi terkait ‘jemaah haji khusus’ tersebut. Sebagian besar berisi tokoh-tokoh yang diduga memiliki kepentingan pada Pemilu 2024.
“Menurut info, jemaah haji yang khusus diberangkatkan tanpa antrean itu merupakan orang-orang dari kelompok dan tokoh-tokoh tertentu yang diduga (mereka) akan diberdayakan untuk kepentingan politik di Pemilu 2024,” ungkap Adib.
Indikasi adanya pelanggaran undang-undang dan aturan (UU No.18/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Permenag, dan Peraturan Dirjen) yang terjadi di lingkungan Kemenag itu terungkap dalam forum rapat kerja Komisi VIII DPR RI pada 14 Juni 2023. Saat itu Menag membuka pengisian kuota dengan tidak menggunakan nomor antrian, cukup bagi mereka yang telah membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), lalu diberikan kuota regular.
Tindakan ini tentu sangat merugikan jemaah haji lain yang telah menunggu antrian puluhan tahun. Pasalnya 14 daerah di Indonesia memiliki masa tunggu dari 35 tahun hingga 46 tahun.
“Saat ini bahkan ada sekitar 14 daerah yang masa tunggunya di atas 35 tahun di antaranya Kabupaten Bantaeng 46 tahun, Kabupaten Sidrap 44 tahun, Pinrang 42 tahun, Pare-Pare 40 tahun, Makasar 39 tahun, Bontang 38 tahun, dan Janeponto 38 tahun,” tegas Adib.