Islam Today ID — Perkembangan Islam di Indonesia sangat dinamis, begitu pula dalam metode dakwah dan tradisi keilmuan Islam yang berlangsung di nusantara. Banyak ulama yang akhirnya menggunakan aksara serta bahasa daerah dalam penulisan kitabnya. Hal ini untuk mempermudah syi’ar Islam di Indonesia, agar ajaran-ajaran Islam bisa dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat setempat.
Fenomena tersebut oleh Anthoni H Johns disebut dengan “vernakularisasi”. Diperjelas oleh Azyumardi Azra “vernakularisasi” adalah pembahsan kata-kata atau konsep kunci dari Bahasa Arab ke bahasa lokal di nusantara, yaitu bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan tentu saja bahasa Indonesia. Contoh kitab tafsir terlengkap pertama karya ulama nusantara yang ditulis dengan bahasa lokal adalah Kitab Tarjuman al-Mustafid dan Kitab Fiqh Syafi’i “Mir’at al Tullab Fi Asl al’Ma’rifat li al Malik al Wahhab” karya Abdur Rauf Singkili yang ditulis dalam bahasa Melayu aksara Jawa pegon.
Sementara di Jawa ada sosok Kyai Sholeh Darat sosok ulama penting yang berperan besar dalam perjalanan religius Kartini khususnya dalam ber-Islam di akhir hayatnya. Kyai Sholeh dalam beberapa kisah disebutkan memberikan hadiah pernikahan kepada Kartini. Hadiah tersebut berupa kitab tafsir al-Qur’an yang diberi judul Kitab Tafsir Faid ar-Rahman. Meskipun kitab tafsir ini belum selesai ditulis, namun keberadaan kitab ini menjadi saksi perjalanan keislaman Kartini.
Riwayat Kyai Sholeh Darat
Kyai Sholeh memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Salih ibn ‘Umar al Samarani. Lahir di Desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, pada tahun 1820. Dan riwayat pendidikannya adalah pernah menjadi santri Kyai M. Syahid di Pesantren Waturoyo, Margoyoso, Kajen, Pati. Ia wafat pada usia 83 tahun, dimakamkan di pemakaman umum Bergota, Semarang pada 28 Ramadhan 1321/ 18 Desember 1903.
Selain belajar agama dari sang ayah yakni Kyai Umar, ia juga belajar kepada ulama-ulama di Indonesia. Salah satunya dengan mempelajari beberapa kitab fiqih seperti Fath al Qarib, Fath al Mu’in, Fath al Wahhab, Minhaj al Qawim, Syarh al Khatib. Selain itu Kyai Sholeh Darat juga sempat menjadi santri kalong di daerah Semarang, dengan Kyai Ishak Damaran ia belajar nahwu dan sharaf. Masih di Semarang, ia belajar ilmu falak kepada Kyai Abu Abdilah Muhammad bin Hadi Buquni, sementara dengan Kyai Ahmad Bafaqih mengaji Kitab Jauhar al Tauhid dan Minhaj al Abidin. Berikutnya kepada Syekh Abdul Ghani Bima Semarang ia belajar Kitab Masail al Sittin.
Selain belajar kepada para ulama di nusantara, ia juga belajar di Mekah. Ketika di Mekah ia memperdalam ilmunya dengan mempelajari beberapa kitab dan tafsir kepada beberapa syekh dan mufti yang ada di sana. Beberapa gurunya yang termasyhur kala itu adalah Syekh Muhammad al Maqri dan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah untuk Kitab Umm al Barahin dan kitab fiqih. Mempelajari kitab Ulumuddin kepada Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Sayyid Muhammad Shalih al Zawawi al Makki, belajar Kitab Al-Hikam kepada Syekh Ahmad al-Nahrawi al-Mishri. Ia juga belajar Tafsir Qur’an kepada Syekh Jamal, seorang Mufti madzhab Hanafiyah di Mekah.
Karya Kyai Sholeh Darat
Menurut Munawir Aziz, setelah Kiyai Rifa’i dari Kalisasak (1786-1875) yang banyak menulis kitab bahasa Jawa, ialah Kyai Sholeh Darat. Kyai Sholeh adalah satu-satunya kyai menulis dengan aksara Jawa pegon di akhir abad ke-19. Dalam kitabnya Majmu’at as-Syari’at al-Kafiyat li al-‘Awam Kyai Sholeh menuliskan sebuah kalimat berbahasa jawa. Berikut pesan ia sampaikan “kerono arah supoyo pahamo wong-wong Islam ingsun awam kang ora ngerti boso Arab muga-muga dadi manfaat bisa ngelakoni kabeh kang sinebut ing njeroni iki tarjamah”.
Kurang lebih jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “agar supaya orang-orang awam yang tidak bisa bahasa Arab itu paham, semoga ini bermanfaat sehingga bisa menjalankan semua yang ada dalam terjemahan ini.” Pernyataan ini seolah menjadi visi utama literasi Kyai Sholeh Darat dalam menuliskan kitabnya.
Sebagai kitab berbahasa Jawa dengan Arab pegon, maka sudah jelas jika kitab ini didedikasikan khusus kepada masyarakat Jawa. Agar masyarakat Jawa bisa memahami isi pesan ajaran Islam melalui kitab yang ditulisnya, maka ia menggunakan bahasa yang sangat mudah dipahami oleh orang Jawa.
Adapun, karya Kyai Sholeh Darat yang terkenal ada 14 kitab yang sebagian berupa kitab terjemahan. Berikut nama-nama kitab karyanya yang terkenal hingga kini: Majmu’at as-Syari’at al-Kafiyat li al-‘Awam sebuah kitab fiqih ditulis dengan bahasa Jawa berhuruf Arab pegon; Munjiyat Metik Saking Ihya ‘Ulum al Din; Matan al-Hikam sebuah kitab tasawuf terjemahan dan ringkasan dari Kitab Al-Hikam dengan menggunakan bahasa Jawa; Lathaif al Thaharah yakni kitab tentang rahasia shalat, puasa, dan keutamaan bulan Muharam, Rajab dan Sya’ban yang ditulis dalam bahasa Jawa; Manasik al-Hajj; Pasolatan berisi tentang tuntunan shalat yang ditulis dengan bahasa Jawa; Sabilul ‘Abid terjemah Jauhar at Tauhid; Minhaj al-Atqiya; Al-Mursyid al-Wajiz berisi tentang ilmu al-Qur’an dan ilmu Tajwid; Hadits al-Mi’raj; Syarh al Maulid al Burdah; Faid ar Rahman; Asrar al Sholah; Syarh barzanji.
Kyai Sholeh Darat juga bersahabat dengan Imam Nawawi Banten yang hidup antara tahun 1813-1897, keduanya berteman ketika masih di Kota Mekah. Keduanya memiliki kitab Tafsir, yakni Imam Nawawi dengan Marah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an al Majid, sementara Kyai Sholeh menulis kitab tafsir yang berjudul Faid al-Rahman.
Untuk melihat kebesaran sosok Kyai Sholeh Darat akan sangat terlihat pada kiprah besar santri-santrinya. Beberapa santrinya yang ternama adalah sosok Kyai Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, Kyai R. Dahlan Tremas seorang ahli falakh, Kyai Amir Pekalongan yang juga menantu Kyai Sholeh Darat, Kyai Idris Solo, Kyai Sya’ban bin Hasan Semarang, Kyai Abdul Hamid Kendal, Kyai Tahir, Kyai Dimyati Tremas, Kyai Khalil Rembang, Kyai Munawir Krapyak Yogyakarta seorang ahli Qur’an yang menjadi sanad qiro’ah di Jawa, Kyai Tafsir Anom penghulu Keraton Surakarta dan R.A. Kartini.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza