ISLAMTODAY ID — Makam salah seorang Sultan Kesultanan Islam Sumatra Pasai atau yang kerap dikenal sebagai Samudera Pasai ditemukan di wilayah Desa Klambir Lima Kampung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
Nisan tersebut diduga kuat merupakan nisan dari seorang Sultan yang sedang dicari para peneliti Kesultanan Pasai selama ini.
Temuan nisan ini bermula dari ekspedisi yang dilakukan peneliti Sultanate Institute, Abubakar Ibnu Said dan kurator Sultanate Institute, Muhammad Furqon Fais ke Sumatera Utara pada akhir bulan Oktober 2020 lalu.
“Mulanya kami mau ekspedisi ke Sibolga, tapi karena kendala teknis saya minta kepada Prof Ichwan Azhari diantar ke komplek makam-makam kuno di sekitar kota Medan. Tidak disangka-sangka kami menemukan beberapa situs era kesultanan Islam Sumatra Pasai atau Samudra Pasai di Medan,” ujar Abu Bakar.
Bersama dengan sejarawan Sumut, Dr. Ichwan Azhari, tim Sultanate Institute mengunjungi beberapa nisan kuno di Klumpang, Hamparan Perak sejak tanggal 29 Oktober. Di Hamparan Perak, mereka menemukan beberapa situs era Pasai yang kondisinya sangat memprihatikan.

Temuan tersebut kemudian disampaikan ke ketua Masyarakat Peduli Sejarah Aceh, Mizuar Mahdi di Banda Aceh. Atas informasi dari Mizuar Mahdi, memberikan sinyal bahwa di Klambir terdapat pula batu nisan era Sumatra Pasai yang perlu di datangi.
Esoknya tanggal 30 Oktober tim Sultanate Institute bersama Ichwan Azhari mendatangi Kampung Klambir Lima. Setelah mencari-cari informasi ke penduduk setempat, sejak siang hinga hingga menjelang sore hari, batu nisan yang dimaksud ditemukan dalam kondisi yang telah hancur berkeping-keping.
Dari hasil pembacaan kurator tim Sultanate Institute, Muhammad Furqon, menemukan pecahan batu nisan yang tertutup semak-semak terdapat inskripsi bertuliskan Sultan. Namun, sayang pecahan batu telah sangat parah berkeping-keping.
Untuk meyakinkan kembali bahwa hasil pembacaan dari kurator tim Sultanate Institute tidak salah, kemudian Abu Bakar bersama Dr. Ichwan langsung melakukan “video call” dengan Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi dan menunjukan fragmen nisan bertuliskan Sultan. Melalui sambungan telepon video, Mizuar membenarkan jika nisan tersebut adalah nisan Sultan yang selama ini dicari Mapesa dan Cisah dalam penulisan sejarah Daulah Salihiyah atu Samudera Pasai.

“… ya, ya, agaknya itu makam Sultan Pasai yang kami cari cari, makam Sultan Pasai yang berada di kerajaan Aru. Ini Sultan Pasai yang makam nya belum ditemukan sampai saat ini di Aceh” ujar Ketua Mizuar Mahdi.
Mizuar menyampaikan bahwa keberadaan batu nisan tersebut telah di temukan sejak awalnya oleh Suprayitno.
Mendengar pernyataan tersebut, Dr. Ichwan bergegas membersihkan semak-semak disekitar makam. Ia terus berusaha mencari penggalan fragmen lainnya. Ia berharap menemukan fragmen pecahan lain yang memuat nama sultan dari nisan tersebut. Alih-alih menemukan fragmen nisan yang memuat nama sultan, Dr. Ichwan ‘menyingkap tabir’ komplek makam tersebut.
“Tangan saya mencoba membersihkan semak semak sekitar makam, mematahkan ranting daun petai liar, mencari cari sambungan inskripsi yang patah di sela runtuhan. Segera nampak balok batu besar dan sebaran batu bata unik yang menandakan ini bukan makam orang biasa, ini kompleks makam orang besar.
Dari video call kedengaran lagi suara Mizuar itu : “… pola struktur bangunan nya sama dengan kompleks makam sultan sultan Pasai di Aceh. Balok balok tembok batu, sebaran batu bata itu sama ….” Suara Mizuar itu menambah rasa gelisah dan risau saya di sela sela runtuhan peradaban besar yang menyimpan misteri, jejak peradaban besar Islam di provinsi yang punya Gubernur dengan motto bermartabat,” seperti ditulis tulis Sejarawan Universitas Negeri Medan itu dalam akun facebooknya, 31 Oktober 2020.
“Kata kata Mizuar di video call yang memastikan ini kompleks makam Sultan Pasai di kerajaan Aru, menimbulkan banyak tanda tanya. Keliru kah para menyusun historiografi kuno yang membuat narasi seakan Pasai dan Aru bermusuhan? Makam ini menunjukkan persahabatan kah, pendudukan Aru oleh Pasai kah?” imbuh Sejarawan senior Sumatera Utara itu.

Penyelamatan Nisan
Usai menuntaskan riset di Sumatera Utara, Tim Ekspediri Sultanate Institute bertolak ke Banda Aceh dan menyampaikan temuan tersebut ke Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA).
Menindaklanjuti temuan ini Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh) dan Cisah (Centre for Information of Sumatra Pasai Heritage) membentuk Tim Ekspedisi Pelacakan Sultan Sumatra Pasai ke Medan.
Aksi pelacakan dilakukan di Hamparan Perak, mulai pada Kamis-Selasa, 5-10 November 2020 kemarin. Arkeolog lulusan Prancis, Drs. Lucas Partanda Koestoro, DEA, dan Sekretaris Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Deli Serdang, Drs. Dani Hapianto juga turut serta dalam pelacakan nisan sultan tersebut.

Ketua Tim Ekspedisi Pelacakan Sultan Samudera Pasai, Sukarna Putra menuturkan, mulanya tim mulai menyisir kawasan komplek makam kuno tersebut untuk menemukan patahan-patahan nisan. Sebab nisan telah hancur berkeping keeping. Setelah patahan patahan terkumpul, tim menganalisa penggalan demi penggalan inskripsi dari tiap patahan nisan.
“Kita menganalisa beberapa penggalan tulisan yang masih bisa direkonstruksi dan beberapa tulisan itu diantaranya adalah pahatan ayat al-Qur’an kita temukan disitu, ayat kursi kemudian surat Ali Imran ayat 18 dan 19,” tutur Sukarna Putra.
“Dan yang spesialnya satu patahan yang disitu memuat nama ataupun tulisan As-Sultan,” imbuh pakar epigrafi Cisah ini
Menurut Sukarna, kata ‘As-Sultan’ ini sangat jarang ditemukan, kecuali nisan-nisan yang sudah didapati di Aceh Utara.

Sultan Abdul Jalil
Ia pun merasa takjub dengan penemuan kata ‘As-Sultan’ pada Fragmen nisan kompleks makam kuno di Klambir Lima, Deli Serdang. Sebab, lokasi makam teramat jauh dari pusat kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Aceh Utara.
Sukarna mengungkapkan, dari fragmen batu nisan yang berhasil disatukan terungkap tiga kata berbahasa Arab yang masih bisa dibaca dan diartikan.
Kata ‘Hadzal Qobru’ yang berarti adalah kubur’, kata kedua ialah ‘al khasiib’ berarti orang yang berasal dari keturunan yang terhormat, dan kata ketiga yang berhasil bisa dibaca memiliki arti ‘orang yang Al Mashun yang berarti terpelihara’.
Sedangkan, kata ‘As-Sultan’ berada pada baris kedua. Namun yang disayangkan fragmen lanjutan dari kata As-Sultan tersebut tidak belum ditemukan.
“Sejauh ini kita sangat menduga bahwa makam atau pun nisan yang kita temukan di sana merupakan makam milik seorang Sultan bernama Sultan Abdul Jalil bin Zainal Abidin Ra-Ubabdar bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al Malik Al Saleh,” tutur Kurator Museum Islam Samudera Pasai ini.
Sukarna mengungkapkan, pihaknya masih berusaha untuk menemukan fragmen bagian nama dari nisan yang memuat kata As-Sultan itu.
“Jadi sejauh ini kita masih melakukan pelacakan untuk mendapatkan fragmen ataupun pecahan yang memuat bagian nama tersebut,” pungkasnya.
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto