ISLAMTODAY ID — Pada 17 Agustus tahun 1945 Indonesia resmi mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka. Namun kemerdekaan itu masih terus harus diperjuangkan hingga beberapa tahun kemudian.
Belanda bahkan baru mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Selama itu pula rakyat Indonesia terutama umat Islam begitu gigih mempertahankan kemerdekaan negerinya.
Momentum inilah kemudian dikenang sebagai hari pahlawan 10 November. Tahukah kamu siapa dibalik peristiwa heroik perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato itu?.
Ia adalah Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Sebelum Bung Tomo memimpin para santri di Jawa Timur melawan para Tentara Sekutu, ia lebih dulu meminta doa restu pada Kiai Hasyim Asy’ari.
Ulama dan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang telah lebih dulu menyerukan ‘Resolusi Jihad’ pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad yang disampaikan oleh Hasyim Asy’ari mendapat sambutan positif dari berbagai pihak termasuk Muhammadiyah.
Amanat Jihad Muhammadiyah
Jika di Jawa Timur, seruan jihad digelorakan para ulama dan kiai dari teman-teman NU, maka hal senada juga berlaku di Yogyakarta yang merupakan basis massa Muhammadiyah. Muhammadiyah mengeluarkan sikap resmi organisasinya menyerukan jihad kepada umat Islam di Yogyakarta pada 28 Mei 1946.
Sebelumnya pada 3 Januari 1946, dalam rapat kabinet pemerintah memutuskan memindahkan ibukota dan pusat pemerintahan Indonesia berpindah ke Yogyakarta. Sebab pada saat itu Jakarta diduduki oleh Belanda.
Wajar jika dikemudian hari kita mendengar bahwa Yogya dua kali dibombardir pasukan Belanda. Aksi Belanda ini dikenang dengan agresi militer Belanda, pertama pada 21 Juli-4 Agustus 1947 dan yang kedua pada 19 Desember 1948.
Sementara itu tentang latar belakang Amanat Jihad Muhammadiyah diungkapkan lebih lanjut oleh Ridho Alhamdi dalam buku Paradigma Politik Muhammadiyah (2020). Ia menjelaskan tentang kontribusi penting Muhammadiyah pada periode Revolusi Fisik (1945-1949).
Ridho mengungkapkan kesungguhan Muhammadiyah ini diawali dengan keluarnya Komando (Resolusi) Jihad pada 28 Mei 1946 bertepatan dengan 26 Jumadil Akhir 1365H. Saat itu PP Muhammadiyah diketuai oleh Ki Bagoes Hadikusumo (1942-1953).
Berikut ini isi dari seruan Komando Jihad Muhammadiyah:
Komando Moehammadijah
Madjoe Menjerbu Berjihad
Bersiaplah
Kita insjaf bahwa kinilah masanja Allah Jang Maha Bidjaksana mengoedji kita! Marilah kita tempoeh segala matjam oedjian dengan menoenaikan kewadjiban kita. Kemoedian kita serahkan diri kepada Allah apa jang akan terdjadi. Allah telah berfirman:
Jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Djika kamoe hendak melindoengkan diri daripada mati itoe, tidak ada goenanja.” (Ahzab:16). “Djika kamoe terkena loeka, maka moesoehpoen terkena loeka poela.” (Ali Imran:140). “Berdjoeanglah! Baik ringan ataoepoen berat. Dan berdjihadlah fi sabilillah dengan harta, djiwa kamoe sekalian. Soenggoeh jang demikian itoe baik sekali bagi kamoe skalian djika kamoe mengerti.” (Taoebah:41).
Djika benar2 kamoe menolong Allah, Allah menolong kepada kamoe dan menegoehkan pendirian kamoe.” (Moehammad:7). “Ketika enkaoe melemparkan panah kepada moesoeh sebenarnja boekan kamoe jang memmanah, tetapi Allah djoa.” (Anfaal:17). “Sesoenggoehnja jang berhak mewarisi boemi itoe, ialah hamba kami jang sholeh” (Anbiyak: 105).
Mengingat firman ALLAH dan menauladan tjontoh perdjoeangan Rasoeloellah s.a.w. maka kami menjampaikan amanat penting kepada segenap kaoem Moeslimin teroetama anggauta dan keloearga Moehammadijah seloeroeh Indonesia, marilah Bismillahirrahmanirrahim, kita terdjoen kegelanggang perdjoeangan djihad fisabilillah menghadapi perdjoeangan besar2an mengoesir pendjadjah dengan menjerahkan segenap djiwa raga kita kehadapan ALLAH Jang Maha Koeasa!
Ingatlah firman ALLAH jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Sekali2 bahaja tidak akan menimpa kami melainkan apa jang telah ditentoekan ALLAH bagi kami. ALLAH djoega pelindoeng kami, dan kepada ALLAH hendaklah orang2 Moekmin bertawakkal” (Taubah: 51).
Kita jang ada digaris moeka soepaja teroes madjoe menjerboe pantang moendoer! Dan bagi kita jang ada digaris belakang soepaja tahan memperbanjak toendjangan dan pertolongan, dan pantang kaboer! Kerahkan segenap tenaga, harta benda, dan kepandaian oentoek mempertahankan kekalnja kemerdekaan Negara Repoeblik Indonesia dgn semangat pemberani, djoedjoer, ichlas dan TAQWA.
Moedah2-an dengan segera kita menang dan berbahagia. Negara kita kembali aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!
Jogjakarta, 26 Djoemadil Achir 1365 – 28 Mei 1946
Wassalam Merdeka!
Pasca ‘Amanat Jihad Muhammadiyah’
Setelah keluarnya ‘Amanat Jihad Muhammadiyah’, Muhammadiyah mengeluarkan sejumlah kebijakan. Salah satunya di Solo, Muhammadiyah mengadakan ‘Konperensi Moebalighin’ se Surakarta pada Juli 1946.
Keputusan penting dari konferensi para ulama di Solo itu ialah pendaftaran calon-calon mujahid yang akan dikirim dalam medan perang melawan kolonial.
Langkah aksi nyata Muhammadiyah ini diseriusi dengan pembentukan ‘Angkatan Perang Sabil’. Hal ini tidak lepas dari Agresi Militer Belanda 1, dimana Ki Bagoes Hadikoesoemo sebagai penasihatnya.
Ridho menambahkan berdasarkan data milik MT Arifin dalam bukunya Muhammadiyah Potret Yang Berubah mengungkapkan bahwa dalam peristiwa Agresi Militer Belanda yang kedua, banyak kader Muhammdiyah yang gugur.
Beberapa yang gugur adalah putera Ki Bagoes Hadikoesoemo yang bernama Zuhri, kemudian Wilda (putra KH Moechtar), Djarid (putra KH Hadjid), Mubarak (putra KH Machfoedi), Djulban, Dukhon dan Djazuli.
Bahkan para pimpinan Muhammadiyah di sejumlah daerah memimpin aksi perang melawan Belanda. Misal di Klaten, Bojonegoro, Ponorogo, Madiun dan Semarang Kasman Singodimejo memberikan indoktrinasi kepada para Pemuda Muhammadiyah dan pemuda Islam secara umum.
Sementara di Kedu, perlawanan Muhammadiyah dipimpin oleh Saifudin Zuhri dan Letkol Syarbini. Sementara dari Hizbul Wathan melakukan perang gerilya di hutan-hutan dipimpin oleh Panglima Besar TNI, Jenderal Soedirman.
MT Arifin juga menjelaskan jika banyak kader-kader Muhammadiyah yang bergabung dalam berbagai kelaskaran seperti: Sabilillah, Hizbullah, Pemuda Muhammadiyah, hingga Hizbul Wathan.
Ia menambahkan berkat kader-kader Muhammadiyah di daerah itulah perlawanan terhadap Belanda tidak pernah surut baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi.
Penulis: Kukuh Subekti