ISLAMTODAY ID —- Penaklukan Konstantinopel ibukota Kekaisaran Bizantium, Romawi Timur pada 29 Mei 1453 M menjadi salah satu kabar paling menggembirakan bagi umat Islam. Pasalnya, Konstantinopel adalah pusat peradaban dunia yang cukup tua (354 M) bahkan termasuk yang paling kuat.
Sejak masa Rasulullah SAW, umat Islam telah menjadikannya sebagai sasaran penaklukan. Singkat cerita para sahabat dan para khalifah dari berbagai daulah atau dinasti berupaya mati-matian mewujudkannya.
Buya Hamka dalam bukunya berjudul ‘Sejarah Umat Islam’ menyebutkan ada tiga faktor pendorong umat Islam termotivasi menaklukan Konstantinopel.
Sebuah kota yang setelah ditaklukan diganti namanya oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (Sultan ke-7 Turki Utsmani) dengan nama Islam Bul (Istambul). Artinya kota Islam, sekaligus menjadikannya sebagai ibukota baru bagi Utsmani.
Lebih lanjut Buya Hamka memaparkan tiga motivasi utama bagi kaum muslimin dari berbagai generasi berusaha menaklukan simbol kekuasaan Byzantium itu.
Pertama, dorongan iman kepada Allah serta nubuwwah Rasulullah Muhammad yang menyebutkan bahwa, “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir adalah amir yang memimpin penaklukannya, dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya.” (HR. Bukhari).
Kedua, umat Islam telah berhasil menaklukan Kota Mada’in (642 M), sebuah kota metropolitan kuno di Persia. Dalam perhitungan umat Islam, hanya Konstantinopel (324 M-1453 M) yang dipandang seimbang dengan peradaban Persia yang telah ada sejak satu abad sebelum masehi.
Ketiga, posisi strategis Konstantinopel bagi dunia internasional saat itu. Ia merupakan pintu gerbang dua benua, Asia dan Eropa.
Ikhtiar Lintas Generasi
Berikut ini upaya penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam dari berbagai generasi yang diambil dari buku Ensiklopedi Sejarah Islam jilid 2. Mulai dari era sabahat Utsman bin Affan (32 H) hingga masa Sultan Mehmed II (Al-Fatih) pada 20 Jumadil Ula 875H.
Pertama, umat Islam di bawah pimpinan Khalifah Utsman bin Affan pada penghujung tahun 32 H atau 653M. Ketika itu umat Islam di bawah komando Muawiyah bin Abu Sufyan (Gubernur Syam).
Bahkan pasukan mereka didukung oleh Busr bin Abi Artha’ah dengan membawa armada perangnya melalui jalur darat. Namun pasukan yang berangkat dari Tripoli Barat (Libya) tersebut belum juga berhasil menembus Konstantinopel.
Kedua, setelah gagal pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Muawiyah tidak juga menyerah. Selang 12 tahun kemudian tepatnya pada 44 H (664 M), semasa ia menjadi Khalifah di Daulah Umawiyyah, ia kembali berusaha menembus benteng Konstantinopel, namun belum juga berhasil.
Ketiga, Muawiyyah masih berusaha melakukan penaklukan Konstantinopel. Kali ini ia mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Sufyan bin Auf, termasuk putranya sendiri yang bernama Yazid bin Muawiyyah.
Upaya ini bahkan dilakukan dengan cara pengepungan dari darat dan laut selama tujuh tahun lamanya tanpa jeda. Namun lagi-lagi keberuntungan belum berpihak pada sahabat Rasulullah yang dikenal ahli berdiplomasi ini.
Penyerbuan yang dilakukan sejak 49 H (669 M) dan berakhir pada 58 H (678 M) pun kembali nihil tanpa hasil.
Keempat, umat Islam dibawah pimpinan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik 96 H (715 M) dari Dinasti Umayyah berupaya melakukan penyerbuan ke Konstantinopel. Saat itu pasukan bergerak dibawah pimpinan Maslamah bin Abdul Malik, masih saudara dari sang khalifah.
Namun ketika misi tersebut ditunaikan pada kali kedua tepatnya pada 2 Muharram 99 H (15 Agustus 717) kembali gagal. Pasalnya, pada saat itu bersamaan dengan dimulainya musim dingin, tidak hanya itu sang Khalifah juga meninggal pada tahun 717 M.
Kelima, usaha umat Islam menggempur kota Konstantinopel kali ini dilakukan pada masa Dinasti Abbasiyah. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Al-Mahdi.
Ketika itu puteranya, Harun ar-Rasyid memimpin pasukan ke Konstantinopel pada saat musim panas di tahun 156 H (783 M). Penyerbuan ini dinilai sebagai penaklukan tersohor sebab berhasil menundukan Konstantinopel.
Sebab pada saat itu penguasa Bizantium masih berstatus anak dibawah umur, yakni Constantine VI. Dan pemerintahan secara de facto dipegang oleh ibundanya yang bernama, Irene (Renee).
Pasukan kaum muslimin pun menang telak pada saat itu. Alhasil mereka pun diwajibkan membayar upeti tahunan (jizyah) kepada Dinasti Abbasiyah.
Keenam, umat Islam era Daulah Utsmaniyah juga berupaya melakukan penaklukan Konstantinopel pada 708 dan 709 H (1395 M). Namun, pada saat yang sama Timur Lenk menyerbu Utsmani, alhasil Sultan Bayezid membatalkan rencana tersebut.
Bahkan, penaklukan Konstantinopel telah menjadi wasiat yang disampaikan oleh pendiri Daulah Utsmani, Sultan Utsman. Ia berwasiat agar penerusnya bisa menaklukan Konstantinopel.
Rupanya harapan dari sang sultan pendiri Daullah Utsmani baru terwujud pada Sultan ke-7 Utsmani. Ia adalah Sultan Mehmed II atau yang bergelar Al-Fatih ‘Sang Penakluk’.
Akhirnya dibawah kepemimpinan Sultan Mehmed II atau juga dikenal Sultan Muhammad bin Murad (Al Fatih), Konstantinopel berhasil ditaklukan dalam operasi pengepungan militer selama lebih dari 50 hari lamanya.
Penulis: Kukuh Subekti