ISLAMTODAY ID — Para founding fathers Indonesia telah mencontohkan bagaimana mereka menaruh perhatian dan kepedulian besar kepada para pemuda. Presiden Sukarno dalam quote-nya yang terkenal berbunyi, ‘…Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!.
Selain Haji Agus Salim, dan Mohammad Natsir kita akan belajar dari para pendahulu kita tentang cara mereka membina pemuda, kali ini dari sosok Abdur Rahman Baswedan atau AR Baswedan. Ia adalah satu dari sekian tokoh bangsa yang juga melakukan ‘pembinan’ kepada para pemuda.
Mubaligh Muhammadiyah yang melanjutkan perjuangan politiknya di Masyumi ini menyebut hubungannya dengan para pemuda sebagai sebuah persahabatan. Sebuah sebutan yang manis didengar, dari seorang yang telah malang melintang didunia perjuangan bangsa Indonesia.
Kisah ini diungkapkan oleh sejumlah tokoh yang menjadi saksi hidup AR Baswedan. Mulai dari salah satu putera kandungnya, Samhari Baswedan, mantan sekretaris pribadi Mohammad Natsir, Lukman Hakiem, hingga Mantan Hakim Agung Bidang Agama, Wildan Suyuthi.
Sosok Sahabat
Kisah pertama diungkapkan oleh Lukman dalam forum Kapita Selekta Dakwah #11 yang diadakan oleh Pondok Pesantren Budi Mulia secara virtual pada Senin (29/3/2021). Ia berkisah bagaimana AR Baswedan sangat akrab dengan dirinya semasa ia menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta.
Bahkan karena intensitas bertemu yang sangat sering tersebut, AR Baswedan mengirimkan seorang utusan yang mengendarai mobil dan membawa sepucuk surat darinya. Dalam surat tersebut, AR mempertanyakan apakah Lukman masih mau bersahabat dengan dirinya?
“Suratnya singkat saja, ‘Saudara Lukman kalau saudara masih mau bersahabat dengan saya, saya minta saudara ikut dengan saudara Jamil (sopir pribadi AR Baswedan) ke Taman Yuwono (rumah AR Baswedan). Ibu sudah masakan nasi kebuli buat saudara,” tutur Lukman dalam kajian para tokoh pejuang Islam tersebut.
Emha Ainun Najib dan WS Rendra
Kisah kedekatan AR Baswedan dengan para seniman muda muslim ini diungkapkan oleh Samhari Baswedan. Begitulah kiranya cara AR Baswedan menghabiskan masa pensiunnya di Yogyakarta pada tahun 1959.
Setelah tidak lagi berkiprah di dunia pemerintahan, AR Baswedan disibukkan dengan berdakwah terutama membersamai para pemuda. Mereka berasal dari berbagai kalangan mulai dari intelektual hingga para seniman.
Bahkan AR Baswedan menempatkan dirinya sebagai kawan diskusi yang tak jarang membantu menyelesaikan masalah-masalah para pemuda Islam masa itu.
AR Baswedan tidak segan-segan berbeda pendapatnya dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Yogya terutama ketika berbicara tentang pemuda. Salah satunya ketika ia membela ‘seniman mbeling’ Emha Ainun Nadjib.
Pembelaannya terhadap Emha disampaikannya di koran Mercusuar, milik Muhammadiyah. Ia melalui kolom Mercusuana mengajak agar para tokoh Muhammadiyah menjaga Emha supaya dijaga.
“Yang saya ingat dari Mercusuana ketika bapak nulis dengan membuat kontroversi mendukung Seniman Mbeling Emha Ainun Nadjib,” ucap Samhari
“Bapak menulis tentang anak nakal ini, ‘Bahwa anak nakal ini sedang bereksplorasi biarkanlah, dijaga saja, supaya jangan dia berlebihan. Karena nantinya dia akan jadi seseorang yang sangat punya pengaruh.’” imbuhnya.
Seniman muda lainnya yang merasakan kehangatan kepribadian AR Baswedan ialah penyair WS Rendra. AR Baswedan begitu sabar berdialog, berdiskusi dengan penyair yang juga seorang mu’alaf.
WS Rendra yang ketika itu baru saja memeluk Islam berencana akan mementaskan sebuah teater berjudul Qasidah Barzanji. Rencana tersebut pun sempat membuat geger umat Islam di Yogyakarta.
Seniman lainnya yang juga dirawat oleh diplomat pembawa surat perjanjian diplomasi pertama antara Indonesia dan Mesir pada 1947 itu ialah Ahmad Wahid dan Djohan Effendy. Upaya merangkul anak muda adalah sesuatu yang baru dan menantang bagi kalangan pendakwah, termasuk AR Baswedan.
“Hal-hal yang baru, ada anak-anak (muda) yang intens dirawat. Dakwah itu bisa dilakukan dengan berbagai cara,” tutur Samhari.
Inspirasi Bangun Yayasan
Kisah kedekatan AR Baswedan dan pemuda juga diakui oleh Wildan Suyuthi. Wildan menuturkan jika ia akrab dengan sosok ulama dan seniman ini semasa ia menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Semasa masih menjadi mahasiswa Wildan dan sahabat karibnya seorang antropolog Bambang Pranowo kerap datang ke rumah AR Baswedan. Pada keduanya AR Baswedan kerap menyuntikan semangat perjuangan.
“Sering beliau berkata ‘Tanamkan dalam diri kamu semangat juang, dan perjuangan dan akidah.’” kata Wildan.
Wildan mengungkapkan betapa sosok AR Baswedan sangat berpengaruh bagi dirinya. Bahkan upayanya mendirikan berbagai gerakan usaha bahkan di bidang pendidikan lahirlah Yayasan Pendidikan Islam Sudirman di Wonogiri.
Ia menuturkan bahwa keberadaan yayasan tersebut tidak lepas dari inspirasi sosok yang merupakan mantan anggota Dewan Konstituante tersebut.
Wildan mengatakan selepas dia lulus dari IAIN Sunan Kalijaga dirinya pernah meminta nasihat dari sang penggagas Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab tersebut.
Salah satu pesannya ialah agar dirinya datang menemui mantan tokoh Masyumi di Wonogiri. Seolah AR sedang mengajarkan kepada anak muda untuk tetap menjalin silaturahmi dengan rekan-rekan seperjuangannya di manapun berada.
“Pada waktu saya menyelesaikan studi di IAIN, begitu saya lulus. Nasihat dari Pak Baswedan… perintah beliau, ‘Temui seseorang tokoh Masyumi’ namanya Ibu Sunarin,” ujarnya.
“Adalah tokoh Masyumi dan Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Wonogiri,” terang Wildan.
Wildan menambahkan sebagai bukti tanda terima kasihnya atas kecintaan AR Baswedan terhadap dirinya ia ungkapkan dalam bukunya. Sebuah buku yang terbit menjelang purna tugasnya sebagai hakim Agung di Mahkamah Agung (MA).
“Oleh karena itu pada saat saya mengakhiri dinas saya di Mahkamah Agung sebagai pengadil, sebagai hakim maka saya tulis tentang AR Baswedan dan itu di dalam satu buku biografi saya,” ungkap Wildan.
Penulis: Kukuh Subekti