ISLAMTODAY ID—Haji Rasul merupakan ulama Minangkabau yang melakukan banyak sekali pembaruan dakwah Islam di Nusantara. Pembaruan yang ia lakukan bisa kita lihat dalam tiga bidang aspek kehidupan seperti keagamaan, pendidikan dan politik.
Haji Rasul memiliki nama kecil Muhammad Rasul, sepulang dari ibadah hajinya ia mengubah namanya dengan Haji Abdul Karim Amrullah. Ia sendiri merupakan ayah dari ulama ternama Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka.
Darah ulama ia peroleh dari kakeknya (jalur ibu) Syekh Abdullah Arif atau Tuanku Pariaman atau Tuanku Nan Tuo seorang ulama besar Minangkabau yang berjuang melawan Belanda pada Perang Padri. Tidak hanya kakeknya, ayahnya juga merupakan seorang ulama Minangkabau yang bernama Syekh Muhammad AmrullahTuanku Abdullah Saleh atau Tuan Kisai.
Tuan Kisai dikenal sebagai ulama tarekat Naqsabandiyah. Ia merupakan ulama Maninjau dengan mazhab Syafi’i.
Haji Rasul lahir pada hari Ahad, 17 Safar 1296H atau bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1879 di Nagari Sungai Batang, Maninjau. Ia wafat di Jakarta pada 2 Juni 1945.
Riwayat Pendidikan
Haji Rasul oleh sang ayah tidak disekolahkan pada sekolah umum melainkan sekolah agama atau madrasah. Sejak usia 10 tahun ia mulai memperdalam agama Islam.
Ia mengawalinya dengan mengaji Al-Qur’an pada dua ulama di Terusan, Kec. Koto XI, Kab, Pesisir Selatan yakni Tuangku Haji Hud dan Tuangku Pakieh Samun.
Usai mengaji Al-Qur’an ia pulang ke Sungai Batang dan melanjutkan belajar menulis Arab pada Tuangku Said dan Tuangku Adam. Selanjutnya pada usia 13 tahun ia mulai belajar bahasa Arab, ia belajar nahwu Sharaf kepada sang ayah, Syekh Amrullah dan Haji Muhammad Shalih.
Setelah fasih berbahasa Arab ia melanjutkan studinya dengan memperdalam kitab-kitab klasik seperti Kitab Minhajuth Thalibin karangan Imam Nawawi dan Kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Suyuthi.
Selanjutnya pada usia 15 tahun (1894) ia berangkat menunaikan ibadah haji. Haji Rasul cukup lama berada di Mekkah (1894-1901) dalam periode waktu tujuh tahun itu ia banyak berguru pada sejumlah ulama terkemuka.
Guru-guru Haji Rasul selama di tanah suci Mekah diantaranya Syekh Khatib Al-Minangkabawi & Syekh Tahir Jalaluddin (keduanya merupakan ulama yang berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat-Sumbar).
Selain dua ulama asal Minangkabau, Haji Rasul juga banyak belajar dari ulama lain seperti Syekh Abdul Hamid, Syekh Usman Serawak, Syekh Umar Bajened, Syekh Shalih Bafadal, Syekh Hamid Jeddah, Syekh Sa’id Yamani.
Kiat Dakwah
Sebagai ulama yang dikenal sebagai sosok pembaru dalam dakwah Islam, Haji Rasul telah banyak melakukan aksi nyata. Berbagai kiat-kiat dakwahnya menjadi bukti bahwa ia layak mendapat julukan ulama pembaru Minangkabau.
Novita Siswayanti melalui tulisannya dalam Jurnal Dialog Milik Kementerian Agama Edisi Juni 2016, mengemukakan sejumlah bukti. Mulai dari pemilihan bahasa hingga penggunaan pakaian dan sejumlah langkah konkrit lainnya.
Novita mengungkapkan bahwa Haji Rasul merupakan ulama Minangkabau yang lebih memilih berceramah dengan bahasa Melayu daripada bahasa Arab. Salah satunya ia lakukan ketika mengisi khutbah Jum’at yang pada masa itu identik dengan bahasa Arab.
“Menurutnya khutbah Jumat dimaksudkan untuk memberi wasiat, peringatan dan pengajaran guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah,” kata Novita dalam artikelnya berjudul Haji Abdul Karim Amrullah Ulama Pembaru Islam di Minangkabau.
“…hendaknya khutbah itu diucapkan dengan bahasa jamaahnya, supaya terang dan jelas maksudnya dan menjadi peringatan atau pengajaran,” jelasnya.
Hal lainnya yang juga dilakukan oleh Haji Rasul ialah mengubah ‘tradisi’ berpakaian seorang ulama yang pada masa itu identik dengan jubah dan sorban. Ia terbiasa berpakaian dengan stelan jas rapi terutama untuk keperluan dakwah dan berbagai acara pertemuan penting.
“Haji Rasul terkadang memakai jas pentolan lengkap berdasi saat menghadiri acara resmi seperti konferensi, mengajar di surau ataupun ceramah. Walaupun mendapat teguran dari para ulama atau tokoh masyarakat seperti saat Haji Rasul menghadiri Muktamar Khilafah Islamiyah di Kairo,” ujar Novita.
Dakwah Literasi
Novita mengungkapkan bagaimana kiat dakwah Haji Rasul dalam dunia literasi. Ia sering mengungkapkan pemikirannya dalam media tulisan.
Baik untuk keperluan menjawab kegelisahan umat hingga untuk mengkritisi sejumlah karya tulis para ulama di masa itu. Perdebatan di antara para ulama Minangkabau ketika itu adalah hal yang wajar, dan mereka saling mengkritisi dengan membuat karya tulis.
Haji Rasul sangat memanfaatkan dengan baik fungsi media massa, ia aktif dalam beberapa majalah atau surat kabar seperti Al-Imam (1906), Majalah Al-Munir (1911), Majalah Al-Ittfaq dan Al-Manak Lima Guna (Majalah milik Persatuan Guru-guru Agama Islam-PGAI).
Berbagai problem keumatan yang kontekstual pada masa itu banyak di bahas dalam Majalah Al-Munir. Majalah ini didirikannya bersama-sama dengan tiga ulama pembaru Minangkabau yakni Abdullah Ahmad, Muhammad Djamil Jambek, dan Haji Muhammad Thaib Umar.
Majalah Al-Munir terbit pertama kali terbit di Padang Panjang pada 1 April 1911 atau 1 Rabiul Akhir 1329H. Merupakan majalah Islam yang terbit setiap dwi pekanan (dua pekan sekali).
Novita menambahkan pula tentang judul-judul karya tulis Haji Rasul Al-Burhan, Pelita, Cermin Terus, Sendi Aman Tiang Selamat, Pertimbangan Limbago Adat Alam Minangkabau, Al-Bashair: Dalil-Dalil yang Kuat, Asy-Syir’ah fi Radd ‘ala man Qala al-Qunut fi ash Shubh, Bid’ah wa anna al-Jahr bi al-Basmallah Bid’ah aidhan, Pemandangan yang Hebat Penolak Segala Kesamaran dan Kesyubahatan, Al-Fawaid al- ‘Aliyyah fi Ikhtilafil Ulama fi Hukmi Talafuzh bin Niyyah, Al-Kawakib ad-Durriyyah.
Dakwah Pendidikan
Dakwah dalam dunia pendidikan ia awali dengan menngajar di surau miliknya, Surau Jembatan Besi (1911). Ia merupakan ulama yang fokus pada pembinaan akidah para santri. Namun ia juga membekali para santri dengan ilmu beladiri (silat), kesenian, ketrampilan.
Novita mengungkapkan jika Haji Rasul juga mewajibkan agar para santrinya untuk senantiasa mempelajari ilmu agama mulai dari nahwu Sharaf sebagai sarana menguasai bahasa Arab. Dengan demikian maka para santri bisa mengakses langsung kitab karya-karya para ulama.
Haji Rasul juga meminta agar murid-muridnya bisa mempelajari dua ilmu wajib yakni ushul fikih dan ilmu mantiq. Dengan ilmu tersebut para santri tidak akan tersesat dalam mengamalkan agamanya.
“Kedua ilmu tersebut dapat membuka wawasan berpikir untuk berijtihad serta melepaskan kejumudan dan taklid buta terhadap ulama tanpa mengetahui dasar hukumnya,” ungkap Novita.
Novita menjelaskan pula bagaimana upaya Haji Rasul mendidik para santri untuk berpikiri kritis. Diantaranya para santri mulai diikutkan dalam kelompok debat yang di dalamnya mereka dididik untuk belajar mengungkapkan pendapat.
Upaya mendidik para santrinya terlihat ketika dalam forum debat itu mereka mengkritisi Kitab Curai Paparan Adat Lembaga Alam Minangkabau karya Datuk Sangguno. Sebuah kitab yang memuat tentang Tarikh dan hukum adat Minangkabau.
Pemikiran kritisnya pun dituangkan dalam tulisannya yang berjudul Pertimbangan Lembago Adat Alam Minangkabau.
Hasil debat tersebut dirangkum dan dimuat dalam Majalah Khatibul Ummah, yakni majalah Muhammadiyah Sumbar. Disamping mengajarkan mereka bersikap kritis, Haji Rasul juga mendidik santrinya untuk belajar berorganisasi, mendirikan Koperasi Pelajar (1915).
Pada tahun 1918 Surau Jembatan Besi pun berubah menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam yang modern yang dikenal dengan nama Sumatera Thawalib. Keberadaanya mulai menyebar dengan mendirikan cabang-cabang Sumatera Thawalib lainnya di seluruh wilayah Minangkabau.
Pada masa kolonial Belanda, ia adalah ulama yang gigih berjuang menentang berbagai kebijakan Belanda. Ia memimpin ribuan ulama Minangkabau menolak Ordonansi Guru (1928) dan Ordonansi Sekolah Liar (1933).
Atas dedikasinya dalam dunia pendidikan pada tahun 1926 ia memperoleh gelar kehormatan honoris causa dari Universitas Al-Azhar Kairo. Hal ini diawali dengan pidatonya yang memukau dalam forum umat Islam internsional di Mesir pada tahun yang sama.
Penulis: Kukuh Subekti