ISLAMTODAY ID— Pemberontakan PKI di Madiun 1948 menjadi tragedi paling memilukan. Para ulama dan santri menjadi korban pembantaian.
Pembantaian dilakukan PKI dan laskar Front Demokrasi Rakyat (FDR). Karisidenan Madiun merupakan lokasi terparah dalam aksi pemberontakan.
Para ulama yang berasal dari pesantren-pesantren di Madiun, Magetan, dan Ponorogo ditangkap dan dibantai.
Pemakaman massal para ulama di kaki Gunung Wilis, Dungus, Kresek, Madiun menjadi bukti sejarah tak terbantahkan. Di lokasi inilah para ulama dari pesantren-pesantren di Madiun ditangkap dan dikubur hidup-hidup.
Lokasi lainnya yang menjadi saksi kekejaman PKI ialah sumur yang terletak di Maospati, Magetan. Ulama dan santri ditangkap dan dikubur hidup-hidup di dalam sumur tersebut.
Para korban berasal dari Pesantren Sewulan (Madiun), Mojopurno (Madiun) dan Ponorogo. Salah satu korban pembantaian yang dikubur hidup-hidup oleh PKI ialah Kiai Pesantren Selopura (Magetan) beserta kedua putranya.
“Kiai Pesantren Selopura bersama kedua putranya, Goes Bawani, dan Goes Zubair, dilemparakan ke dalam sumur, kemudian ditimbuni dengan batu,” ungkap Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah 2.
Lokasi pembantaian ulama berikutnya ditemukan di Pabrik Gula Gorang-Gareng, Magetan. Di sini para korban tidak hanya dari kalangan ulama saja, aktivis Islam dan wakil nasionalis juga turut menjadi korban kebiadaban PKI.
“Di Gorang Gareng, Magetan terdapat tempat pembantaian massal di lembah terbuka, terdiri dari ulama, pimpinan Partai Islam Indonesia Masyumi, Pemuda Anshor, Pemuda Gerakan Marhaen, Partai Nasional Indonesia, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Pamong Pradja, Guru-gur dan berbagai pimpinan pelajar yang melawan PKI,” tutur Prof. Mansur.
Sumur-Sumur Pembantaian
Peneliti Sejarah Madiun, Agus Sunyoto dalam Kebiadaban Gerakan Makar PKI 1948 di Jurnal Asthabrata Edisi XII/ Oktober-November 2012 mengungkapkan tentang keberadaan sumur pembantaian. Ia menyebut ada tujuh lokasi sumur pembantaian yang tersebar di wilayah Magetan.
Pertama, Desa Dijenan, Ngadirejo, Magetan; kedua, Desa Soco, Bendo, Magetan di desa ini ditemukan dua lokasi; ketiga, Desa Cigrok, Kenongo Mulyo, Magetan; keempat, Desa Pojok, Kawedanan, Magetan; kelima, Desa Batokan, Banjarejo, Magetan; keenam, Desa Bogem, Kawedanan, Magetan.
Agus juga menuturkan pembantaian PKI di Jawa Timur tidak hanya terjadi di sumur-sumur. Pembantaian juga berlangsung di tanah biasa seperti yang terjadi di Pabrik Gula Gorang Gareng dan Alas Tuo, Magetan.
“Dua lokasi killing fields yang digunakan FDR/PKI membantai musuh-musuhnya, yaitu ruangan kantor dan halaman Pabrik Gula Gorang Gareng dan Alas Tuwa di dekat Desa Geni Langit di Magetan,” tutur Agus.
Pembongkaran sumur-sumur baru dilakukan setelah Indonesia dalam keadaan politik yang stabil, pasca terbentuknya NKRI lewat Mosi Integral Natsir pada Mei 1949. Bulan Januari 1950, pembongkaran sumur-sumur dilakukan oleh TNI.
“Awal Januari tahun 1950 sumur-sumur ‘neraka’ yang digunakan FDR/PKI mengubur korban-korban kekejaman mereka, dibongkar pemerintah,” ungkap Agus.
Pembantaian PKI di Jawa Tengah
Pembantaian terhadap ulama rupanya tidak hanya terjadi di Karisidenan Madiun saja. Beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Blora dan Rembang juga menjadi korban dari kekejian PKI.
Ia menjelaskan fakta tersebut berdasarkan hasil penelitian Antropolog Amerika, Robert Jay, pada tahun 1953.
“(Robert Jay) mencatat kesaksian narasumbernya, bagaimana PKI melenyapkan tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam-mereka ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang,” ungkap Agus.
Ia menjelaskan bentuk kekejaman lainnya yang dialami para ulama dan santri. Mereka dibakar hidup-hidup di dalam masjid dan madrasah yang sengaja dikunci.
“Masjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu madrasahnya dibakar. Tentu korban tersebut tidak bisa apa-apa, karena ulama-ulama itu orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-Iaki yang baik, yang tidak melawan,” tutur Agus.
Tidak cukup dengan aksi pembantaian yang keji, umat Islam juga menderita dengan maraknya perampokan dan pencurian. Terutama mereka yang beragama Islam.
Penulis: Kukuh Subekti