ISLAMTODAY ID — Pendidikan Indonesia pernah menjadi inspirasi bagi Universitas Al-Azhar, Kairo dalam mengembangkan pendidikan. Mereka menjadi kan Madrasah Diniyah School Puteri di Padang Panjang, Sumatera Barat sebagai model pendidikan khusus bagi kaum perempuan.
Diniyah School Puteri Padang Panjang didirikan 1 November 1923. Sekolah ini didirikan Rahmah el Yunusiah, salah seorang murid Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul. Pendirian sekolah ini merupakan langkah progresif sulitnya akses pendidikan bagi kaum perempuan.
Perempuan dalam tradisi Minangkabau adalah sosok penentu garis keturunan. Keistimewaan perempuan dalam budaya Minangakabau terlihat dalam ungkapan Bundo kanduang, limpapeh rumah gadang, sumarak di dalam kampuang, hiasan dalam nagari yang artinya Bunda Kandung, bunga rumah besar, semarak di dalam kampung, hiasan di dalam negeri.
Menyadari peran sentral perempuan menjadi penentu kemajuan masyarakat, maka Rahmah El Yunusiah tergerak mendirikan sebuah sekolah. Ia bertekad mencerdaskan kaum perempuan.
Sekolah Putri Padang Panjang menerapkan sistem pendidikan modern. Para siswa diajarkan berbagai ilmu dalam bidang agama mereka belajar tentang ilmu fiqih, tafsir, tauhid, hikmah tasyri, adab, nahwu, sharaf, ilmu bumi, ushul fiqih, sejarah Islam dan menulis Arab.
Disamping itu, diajarkan pula bahasa asing seperti bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Mereka juga dibekali dengan pelajaran keputrian, pendidikan rumah tangga, memasak, menenun, menjahit serta menenun.
Setiap murid di Diniyah School Puteri diajarkan untuk menjadi seorang muslimah yang cerdas dan berakhalakul karimah. Mereka dibiasakan untuk senantiasa menjaga perilakunya termasuk dalam berpakaian.
Mencetak Muslimah Pejuang, Pengabdi dan Pendidik
Sekolah milik Rahmah El Yunusiah memiliki misi besar. Yaitu, mencetak muslimah pejuang, pengabdi dan pendidik, Sehingga terwujudlah masyarakat yang sejahtera. Mereka disadarkan untuk turut memikul tanggungjawab akan tanah air berdasarkan tauhid.
“Membentuk puteri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta betanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian Allah subhanahu wata’ala,” ungkap Alumni Ma’had Aly Imam Al-Ghazally Surakarta, Bambang Galih Setiawan dalam Rahmah el Yunusiyyah, Pejuang Pendidikan Kaum Wanita.
Pada masa itu akses ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama bagi perempuan sangat terbatas. Hal ini membuat para muslimah hidup dalam kebodohan.
“Diniyah School Puteri ini selalu akan mengikhtiarkan penerangan agama dan meluaskan kemajuannya kepada perempuan-perempuan yang selama ini susah mendapatkan penerangan agama Islam dengan secukupnya daripada kaum Lelaki…, Inilah yang menyebabkan terjauhnya penerangan perempuan Islam daripada penerangan agamanya sehingga menjadikan kaum perempuan itu rendam karam ke dalam kejahilan,” kata Bambang mengutip ucapan Rahmah El Yunusiah.
Perkembangan Madrasah Diniyah
Sistem pembelajaran yang berlangsung di Diniyah School Puteri ini awalnya sangat sederhana sekali. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan sistem halaqah, para murid duduk dilantai mengelilingi sang guru.
Pada tahun 1924, kegiatan belajar mengajar tidak lagi dilakukan di Masjid Pasar Usang. Mereka menyewa sebuah bangunan bertingkat di daerah Pasar Usang, Padangpanjang.
Pada periode tahun keduanya ini sekolah mulai memiliki sarana dan prasarana berupa ruang kelas, lengkap dengan bangku, meja dan papan tulis. Khusus bagi anak perempuan yang belum berumah tangga mereka diwajibkan untuk tinggal di asrama sekolah, yang terletak di lantai dua.
Keberadaan madrasah tersebut akhirnya banyak menarik perhatian masyarakat, murid-murid dari luar kota semakin ramai berdatangan. Mereka pun mulai merintis pembangunan gedung sekolah dan asrama yang jadi pada awal tahun 1926.
Namun belum genap satu tahun, bencana gempa bumi yang terjadi pada 28 Juni 1926 meluluhlantakan bangunan sekolah. Sejak saat itu Rahmah berjuang keras untuk mendirikan bangunan sekolah, ia melakukan aksi penggalangan dana untuk kembali mendirikan bangunan.
Pada tahun 1927 ia melakukan aksi penggalangan dananya ke berbagai daerah di Sumatera Utara, Aceh hingga Malaysia. Hasilnya ia mampu mengumpulkan uang senilai 1.569 gulden untuk membangun kembali gedung sekolah yang nantinya diresmikan pada bulan Agustus tahun 1929.
Pada tahun 1931, pengembangan kurikulum sekolah mulai dilakukan. Selanjutnya ia mulai mengembangkan pendidikan dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Ia juga mulai mendirikan Freubel School (TK), Junior School (HIS), Madrasah Diniyah Putri pun dibaginya dalam dua kelas Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Selanjutnya pada tahun 1937, ia mendirikan sekolah calon guru yang diberi nama Kulliyat al Mu’alimat al-Islamiyah.
Sebelumnya pada tahun 1935, ia telah mendirikan tiga perguruan khusus putri di Jakarta. Masing-masing terletak di Kwitang, Jatinegara dan Tanah Abang.
Dedikasi Rahmah El Yunusiah di bidang pendidikan mendapatkan perhatian dari tokoh-tokoh besar seperti Mohammad Natsir. Sehingga pada tahun 1955, Natsir mengajak Rektor Universitas Al-Azhar Syekh Abdurrahaman Taj untuk datang berkunjung.
Rektor Al-Azahar itu pun kagum dan terinspirasi dengan hadirnya sekolah khusus perempuan, Madrasah Diniyah School Puteri. Untuk itu pada tahun 1957, Rahmah pun mendapatkan gelar kehormatan ‘Honoris Causa’, Syaikhah.
Ia adalah perempuan pertama yang mendapatkan gelar kehormatan tersebut. Ia dinilai berjasa dalam memajukan dunia pendidikan bagi kaum muslimah di Indonesia.
Penulis: Kukuh Subekti