ISLAMTODAY ID— Pesantren-pesantren memainkan peran penting dalam perang kemerdekaan Indonesia. Mereka menjadi basis-basis kekuatan utama melawan para penjajah.
Banyak pesantren menjadi basis kekuatan militer yang melahirkan laskar-laskar perjuangan seperti Sabilillah dan Hizbullah.
Pesantren-pesantren tersebut diantaranya adalah Pesantren Tebuireng, Jombang; Pesantren Tambakberas, Jombang; Pesantren Sidogiri, Pasuruan; Pesantren Lirboyo, Kediri; Pesantren Talangsari, Jember; Pesantren Misbahul Wathan, Malang; Pesantren Sukorejo, Situbondo.
Pesantren Tebuireng
Kiprah Pesantren Tebuireng, Jombang yang didirikan oleh Kiai Haji (KH) Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 itu salah satunya dipengaruhi oleh ketokohan sang pendiri.
Pesantren Tebuireng merupakan pesantren berpengaruh sejak era Belanda. Keberadaanya diakui oleh pemerintah Belanda pada 16 Rabi’ul Awal 1324H bertepatan dengan 6 Februari 1899.
Pada masa kolonialisme Jepang, pada tahun 1942 terungkap bahwa jumlah kiai dan ulama di Jawa mencapai 25.000 orang.Mayoritas dari mereka pernah menjadi santri di Tebuireng.
KH Hasyim Asy’ari dan Pesantren Tebuireng tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berbagai peristiwa besar melawan penjajahan banyak melibatkan mereka.
Keluarnya Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menunjukkan bahwa umat Islam bersikap non kooperatif terhadap penjajah. Resolusi Jihad menjadi bahan bakar yang menimbulkan pertempuran sengit 10 November 1945 di Surabaya.
Selain sosok KH Hasyim Asy’ari, puteranya KH Wahid Hasyim juga memegang peran penting dibalik lahirnya laskar Hizbullah.
Ia selaku Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) berhasil membujuk Jepang untuk memfasilitasi pelatihan militer bagi para tentara Allah atau Hizbullah. Pelatihan yang berlangsung di Cibarusah, Bekasi itu pun sukses melahirkan para pejuang-pejuang kemerdekaan.
Pesantren Sidogiri
Pesantren Sidogiri, Pasuruan merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pesantren didirikan oleh Sayyid Usman pada tahun 1158 Hijriyah atau 1745 Masehi.
Keterlibatan Pesantren Sidogiri ini terlihat ketika KA. Sa’doellah Nawawie menjadi bagian dari panglima Hizbullah dari Sidogiri. Bahkan sejak taanggal 10 Oktober 1945 sampai 1 Januari 1946 ia menjadi Pimpinan Kompi II Divisi Timur.
Sang ayah, Kiai Nawawie adalah kawan seperjuangan KH Hasyim Asy’ari. Sosok KA. Sa’doellah Nawawie merupakan sosok anak yang sangat dekat dengan sang ayah, Kiai Nawawi.
Selama menjadi pimpinan tertinggi laskar Hizbullah Sidogiri, KA. Sa’doellah Nawawie memimpin 250 santri.
Ia sosok pejuang yang ikhlas dalam berjuang untuk umat dan bangsa. Pada tahun 1950, ia menolak tawaran pemerintah untuk bergabung dalam TNI.
Bahkan hingga pensiun sebagai veteran perang ia sama sekali tidak pernah mengambil sepeserpun gajinya.
Pesantren Lirboyo
Pesantren Lirboyo, Kediri didirikan oleh KH Abdul Karim pada tahun 1910. Kiprah perjuangan santri Lirboyo ini dipimpin oleh KH Mahrus Aly.
Ia merupakan salah satu kiai yang sempat menimba ilmu langsung kepada KH Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.
Pada perang kemerdekaan, KH Mahrus Aly berperan sebagai komandan Laskar Hizbullah Lirboyo. Ia bersama dengan 97 santri Lirboyo terlibat langsung dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Mereke berhasil merebut sembilan pucuk senjata api dari tangan musuh dan kembali ke pesantren dengan selamat.
Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, KH Mahrus Aly memimpin 440 santri Lirboyo menyerbu markas milik Jepang. Aksi tersebut dilakukan pada malam hari selama tiga jam lamanya, pukul 22.00 hingga pukul 01.00 dini hari.
Para santri Lirboyo juga berhasil melucuti tentara Jepang di markasnya, Markas Kompitai Dai Naipon, Kediri. Markas Jepang tersebut berjarak kurang lebih 1,5 kilometer dari Pesantren Lirboyo.
Pesantren Talangsari
Pesantren Talangsari merupakan pesantren yang terletak di Jember. Keterlibatan mereka di dalam perang melawan sekutu dipimpin langsung oleh KH Dzofir.
Kiprahnya diawali dengan memimpin pasukan laskar Sabilillah dalam aksi pelucutan senjata Jepang pada September 1945 di Jember.
Aksi perang melawan sekutu yang terjadi di Jember bahkan membuatnya terpaksa mengungsi. Pada saat mengungsi itu pula KH Dzofir mendeklarasikan berdirinya Pusat Pimpinan Perjuangan Rakyat (PPPR) di Jember.
Merupakan organisasi perlawanan terhadap penjajah yang dikomandoi langsung oleh KH Dzofir. Aksi mereka ialah menentang terbentuknya Negara Jawa Timur.
Pesantren Misbahul Wathan
Pesantren Misbahul Wathan merupakan pesantren yang berdiri pada tahun 1923 di Kota Malang. Pesantren tersebut didirikan oleh Kiai Masjkur.
Pada masa perang kemerdekaan, Kiai Masjkur bertindak sebagai Panglima Laskar Sabilillah Malang. Ia mengikuti seruan Resolusi Jihad yang dideklarasikan oleh KH Hasyim Asy’ari.
Kiai Masjkur semasa hidupnya pernah dipercaya sebagai Menteri Agama. Ia merupakan menteri agama terlama selama masa perang kemerdekaan.
Pesantren Sukorejo
Pesantren Sukorejo, Situbondo didirikan oleh Kiai Syamsul Arifin, tahun 1908. Pada periode kemerdekaan Pesantren Sukorejo berperan aktif dalam barisan Sabilillah.
K.H.R As’ad Syamsul Arifin, putera dari Kiai Syamsul Arifin merupakan Panglima Laskar Sabilillah Situbondo, Jawa Timur. Kiprahnya diawali dengan mendirikan Barisan Pelopor.
Melalui Barisan Pelopor itu dirinya mendidik para mantan bandit, pencoleng, perampok. Mereka selain dididik materi agama juga dilatih secara militer.
Kiai As’ad bersama pasukannya terlibat dalam pertempuran sengit melawan sekutu pada tanggal 10 November 1945, di Jembatan Merah Surabaya. Pada kesempatan itu ia dibantu oleh sejumlah kiai seperti kiai Ghufron, Kiai Ridwan, Kiai Ali, Kiai Muhammad Sedayu, Kiai Maksum, dan Kiai Mahrus.
Kiai As’ad akhirnya menjadi komandan laskar Sabilillah untuk wilayah Karisidenan Besuki yakni Situbondo, Banyuwangi, Jember dan Bondowoso.
Penulis: Kukuh Subekti