ISLAMTODAY ID— I Mangngarangi Daeng Manra’bia atau Sultan Alauddin merupakan sultan dari Kesultanan Gowa yang disegani dan ditakuti oleh Vereenigde Ost Indische Compagnie (VOC). Ia adalah sosok sultan yang cerdik dalam melakukan strategi perlawanan kepada VOC.
Sultan Alauddin dikenal sebagai sosok pemimpin hebat dan ahli berdiplomasi. Keahliannya dalam berdiplomasi terlihat dengan sering gagalnya kesepakatan antara VOC dan Kesultanan Gowa.
Ia juga memiliki strategi militer yang baik, salah satunya dengan membangun benteng pertahanan. Sebuah benteng yang menjadi perlindungan dari serangan-serangan yang dilakukan oleh VOC.
Istana Kesultanan Gowa terletak di Somba Opu (Makassar-sekarang), kawasan pesisir yang terletak di dekat Sungai Jeneberang. Di lokasi yang sama Sultan Alauddin mendirikan sebuah benteng pertahanan yang kokoh yang bernama Somba Opu.
Benteng Somba Opu dilengkapi dengan tiga benteng pertahanan pantai yang tangguh. Masing-masing benteng-benteng dilengkapi juga dengan berbagai senjata berat seperti mesiu dan meriam yang banyak jumlahnya.
VOC Musuh Utama
Musuh utama Sultan Alauddin sejak berkuasa pada tahun 1593 hingga 1639 ialah VOC. Mereka sangat berambisi untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah, kayu cendana, pakan ternak, hingga beras di Somba Opu.
Meskipun pada awalnya kedatangan VOC disambut baik oleh Sultan Alauddin. Hal ini terlihat ketika pada tahun 1603, perwakilan VOC di Banda mengirimkan surat kepada Sultan Alauddin.
“Sultan memberi izin dengan catatan bahwa ia datang semata-mata hanya untuk berdagang. Kenapa Sultan Alauddin memberikan persyaratan seperti itu, sebab ia tahu benar bahwa Belanda dan Portugis sedang berperang di negeri sendiri,” ungkap Syahrir Kila dalam Perjuangan Sultan Alauddin Raja Gowa Ke-14 (1593-1639).
Mereka bahkan diperkenankan mendirikan kantor dagangnya di Somba Opu. Rupanya niat baik Sultan Alauddin itu kemudian justru disalahgunakan untuk memopoli perdagangan.
Pada masa itu Somba Opu merupakan pelabuhan internasional yang ramai disinggahi oleh para pedagang asing. Mereka datang dari bangsa seperti Timur Tengah, India, China, termasuk bangsa Eropa seperti Spanyol, Inggris, Denmark, Belanda (VOC) dan Portugis.
Konflik mulai nampak ketika VOC secara terang-terangan meminta agar Kesultanan Gowa tidak melakukan hubungan perniagaan dengan Portugis. Permintaan agar Kesultanan Gowa tidak menjual berasnya kepada Portugis ditolak tegas oleh Sultan Alauddin.
“Negeri saya terbuka untuk semua bangsa, dan tidak ada yang saya bedakan, baik untuk tuan maupun untuk bangsa Portugis,” kata Sultan Gowa ketika VOC memintanya untuk tidak menjual beras kepada Portugis.
Sikap tegas Sultan Alauddin kepada para pedagang VOC itu diulanginya kembali. Ia mengatakan bahwa laut adalah pemberian Allah SWT yang bisa digunakan untuk semua bangsa.
“Tuhan telah menjadikan bumi dan laut; bumi dibagi di antara umat manusia dan laut diberikan secara umum. Tidak pernah terdengar seorang dilarang berlayar di laut. Jika anda melakukan itu berarti anda merampas roti dari mulut. Saya seorang raja miskin,” ucap Sultan Alauddin.
Berhadapan Dengan VOC
Pada tahun 1615 kapal Belanda yang berlayar dari Australia menuju Batavia singgah di Somba Opu. Kepala perwakilan dagang VOC di Sombaopu, Abrahan Streck mengadukan kepada kapten kapal bahwa permintaan mereka ditolak oleh Sultan Alauddin.
VOC pun menyusun rencana jahat kepada Kesultanan Gowa dengan mengundang mereka ke kapal milik VOC. Pada kesempatan tersebutlah mereka melucuti senjata milik pejabat Kesultanan Gowa dan terjadilah perseteruan antar kedua belah pihak.
“Korban berjatuhan pada dua pihak, dua orang bangsawan Makassar disandera sebagai tawanan dan dibawa ke Banten,” tutur Syahrir.
VOC kembali datang ke Somba Opu pada 10 Desember 1616. Kedatangan VOC yang angkuh dan tidak sopan itu memicu pertikaian dan menewaskan 15 orang anak buah VOC.
“Kejadian itu menyebabkan hubungan antara Belanda dan Kerajaan Makassar semakin panas.Kejadian itu oleh orang Belanda dianggapnya sebagai permakluman (pernyataan) perang,” jelas Syahrir.
Sejak saat itu Sultan Alauddin terus meluaskan pengaruhnya hingga ke luar Sulawesi. Selain itu ia juga melakukan pembangunan benteng-benteng pertahanan dan menjalin persahabatan dengan Sultan Ternate.
Langkah tersebut merupakan bentuk antisipasinya terhadap ancaman bahaya yang datang dari VOC. Seban pada masa itu VOC telah berhasil menguasai Ambon.
Posisi VOC yang terancam di Ambon membuat Gubernur VOC di Ambon, Herman van der Speult mendekati Sultan Alauddin. Pada tahun 1625, ia berusaha untuk menjalin persahabatan dengan Kesultanan Gowa.
Namun rupanya niat VOC diketahui oleh Sultan Alauddin, perjanjian persahabatan yang direncanakan VOC gagal, bahkan berujung pada perang. Kesultanan Gowa dan Ternate melakukan kerjasama menyerang VOC hingga tiga tahun lamanya (1627-1630).
“Untuk masalah tersebut, maka anggota dewan Hindia datang ke Makassar pada 1632 untuk membicarakan tentang perdamaian antara kedua pihak, namun ini juga gagal,” tutur Syahrir.
VOC terus-menerus menekan dan mendesak Sultan Alauddin, mulai dari tahun 1634 sampai 1636 melakukan blokade perairan Somba Opu. Upaya tersebut gagal.
Puncaknya VOC pada tahun 1637 melakukan perjanjian persahabatan. Perjanjian tersebut melarang VOC mendirikan kembali kantor dagangnya di Somba Opu.
Perjanjian tersebut pun akhirnya diingkari oleh VOC. Pada 15 Juni 1639, Sultan Alauddin wafat.
Penulis: Kukuh Subekti