ISLAMTODAY ID— Peradaban Islam menyuguhkan berbagai kemajuan teknologi hingga tata ruang kota. Salah satunya kemajuan sistem sanitasi era Daullah Umayyah.
Potret kemajuan itu dijabarkan dalam Kitab Klasik Al Madinah Al Islamiyah. Kota-kota Islam memiliki sejumlah fasilitas sanitasi seperti kamar mandi umum atau hammam.
Peneliti Sultanate Institute, Muhammad Furqon Faiz menuturkan, klasik Al-Madinah Al-Islamiyah terungkap jelas perhatian negara dan para penguasa muslim terhadap kebersihan.
Kebersihan adalah sebagian dari iman, begitulah ajaran Islam. Kebersihan dan keimanan menjadi inspirasi dibuatnya pemandian umum dalam tata kota Islam.
“Dalam Islam, kebersihan adalah setengah dari iman,” kata dalam forusm diskusi rutin di Sultanate Institute.
Pembangunan berbagai fasilitas kota termasuk hammam diupayakan bisa menghindari terjadinya kemudhratan seperti munculnya bau tidak sedap. Penguasa muslim menyediakan fasilitas pemandian umum hingga toilet untuk rakyat.
“Maka dibangunlah banyak sekali kamar mandi umum di kota Islam,” tutur Furqon.
Contoh hammam di kota Islam berada di Yordania. Bangunan hammam berlokasi di Jabal Al-Qal’ah, Amman, Yordania, yang dibangun pada masa Dinasti Umayyah.
Kota Baghdad pada tahun 358-448 H atau tahun 969-1059 M bahkan telah memiliki 60.000 hammam. Sebuah kemajuan yang luar biasa bukan?
Para penguasa muslim juga serius dalam penyediaan kebutuhan air. Mereka juga membangun saluran air seperti kanal, akuaduk, sumur hingga tangka air.
Tradisi Hidup Andalusia
Tradisi hidup bersih dan suci yang dipraktikan umat Islam terbawa hingga ke Andalusia. Masyarakat kota Andalusia mengenalkan kebiasaan mandi dan menggunakan toilet kepada masyarakat Eropa.
Muhammad Gharib Jaudah mengisahkan bagaimana gaya hidup bersih umat Islam di Andalusia. Sebuah gaya hidup yang belum jadi tren di masyarakat Eropa.
Keimanan seorang muslim di Andalusia membuat mereka menjunjungtinggi kebersihan dan kesucian. Mereka lebih memilih berlapar-lapar ria atau pun tidur di atas tikar asalkan mereka masih bisa membeli sabun mandi.
“Orang-orang miskin di Andalusia tetap mempergunakan uang terakhir yang dimilikinya untuk membeli sabun agar ia dapat pergi ke masjid dan tempat-tempat umum dalam keadaan bersih dan berpenampilan baik,” ujar Gharib.
“Ia tidak perduli apakah setelah itu ia harus tidur di atas tikar,” terangnya.
Kisah menarik tentang hidup bersih dan sehat umat Islam di Andalusia ini juga diungkapkan oleh orientalis berkebangsaan Inggris Stanley Lane Poole.
Ia dalam bukunya The Story of The Moors in Spain mengisahkan keunggulan kaum muslimin dalam hal kebersihan. Kebersihan bagi orang Eropa kala itu masih memiliki pikiran jika sangat asing bagi bangsa Eropa.
“Saat itu, orang-orang Kristen yang hidup pada abad pertengahan melarang kebersihan dan menganggapnya sebagai perbuatan orang-orang yang menyembah berhala,” ujar Stanley.
“Para pendeta bangga dengan kotoran mereka hingga ia tidak pernah tersentuh air sama sekali kecuali jari-jarinya, itu pun ketika dicelupkan ke air gereja yang mereka sebut sebagai air suci,” imbuhnya.
Stanley memaparkan jika pada masa itu kotoran manusia dipandang suci. Sebuah pandangan yang sangat kontras dengan kebiasaan umat Islam.
“Ketika kotoran itu menjadi ciri dari kesucian bagi kita, kaum muslimin sangat memperhatikan kebersihan. Mereka tidak beribadah kepada Tuhan-nya kecuali apabila mereka telah bersih dan bersuci,” ucap Stanley.
Stanley juga menambahkan tentang upaya penghapusan jejak-jejak peradaban Islam di Andalusia. Banyak bangunan tata kota Islam seperti toilet, pemandian umum dirobohkan.
“Ketika Spanyol kembali dikuasai oleh penguasa Kristen, Raja Philip II memerintahkan agar merobohkan toilet-toilet umum, karena dianggap sebagai peninggalan kaum muslimin,” jelasnya.
Penulis: Kukuh Subekti