ISLAMTODAY ID— Kafur merupakan tanaman aromatik dengan segudang khasiat, dari kecantikan hingga pengobatan. Catatan tentang kafur dan jenis-jenisnya juga banyak ditemukan dalam Literatur Arab.
Kafur atau Dryobalanops aromatica adalah salah satu komoditas perdagangan dunia asal Pantai Barat Sumatra yang kini mulai langka. Pada masanya, para saudagar besar dari seluruh penjuru dunia sengaja mencarinya ke Nusantara.
Literatur Arab juga berhasil mengungkap rahasia besar yang tersimpan di balik kafur. Gambaran pohon kafur, kegunaan kafur, proses memanennya, bangsa mana saja yang berburu kafur hingga penamaan jenis kafur.
Reinhart dalam Takmilah Al-Ma’ajim Al-‘Arabiyah menyebutkan setidaknya tujuh jenis kafur. Jenis-jenis kafur yang dimaksud ialah isfark, balus, rabahi, ribahi, ma’mul, qaishuri, dan kaukasb.
Berikut ini paparan singkat tentang jenis-jenis kafur berdasarkan hasil kajian Peneliti Sultanate Institute, Muhamamd Furqon Faiz terhadap beberapa literatur Arab.
Kafur Rabahi
“Dalam (kitab) tersebut Ibnul Baythar menyebutkan bahwa jenis yang pertama adalah rabahi, kafur alami,” kata Furqon dalam paparannya pada diskusi rutin, Sabtu (22/1/2022).
Furqon menjelaskan kafur jenis rabahi memiliki ciri berwarna merah mengkilap. Proses sublimasi pada kafurlah yang menyebabkan warnanya nanti berubah menjadi putih.
“kafur alami yang berwarna merah mengkilap (itu) disublimasi sehingga berubah menjadi kafur putih,” jelas Furqon.
“Disublimasi di tempat, maksudnya di kawasan daerah penghasil kafur,” imbuhnya.
Furqon memaparkan alasan lain mengapa disebut jenis rabahi. Penyebutan kafur rabahi dinisbatkan pada nama salah satu raja dari Hind yang bernama Rabah.
“Dinamakan demikian karena berdasakan salah satu Raja Hind, yang bernama Rabah,” terangnya.
Ia menambahkan ada pula yang menuliskannya dengan ribahi. Ada pula yang menuliskan kafur rabahi dengan riyahi.
“Sementara Al-Anthaki menyebut juga kafur ribahi disebut juga riyahi, lantaran gampang sekali menguap,” ucap Furqon.
Sementara itu dalam literatur modern, Majalah Lughah Al-‘Arab Al-Iraqiyah diterangka jika rabahi ialah kafur alami yang berkualitas tinggi.
Furqon berdasarkan sumber yang sama mengatakan bahwa tidak ada negara atau kawasan yang bernama rabah. Rabah diperkirakan sebagai bentuk salah eja dari zabaj.
“Karena kita tidak mendapati negeri yang bernama demikian dalam Kitab Taqwim al-Buldan, diperkirakan bahwa rabah itu adalah produk salah eja dari zabaj,” tegas Furqon.
Hal ini kian meyakinkan jika dilihat dari segi bahasa, misalnya dari kata zabaj terdapat kata sibj atau sibji. Dari kata sibji ini ditemukan lagi sababijah atau sabaijah atau sayabijah.
“Sayabijah ini menurut At-Thabri adalah bangsa Hind yang kerjaannya adalah sebagai prajurit bayaran penjaga kapal,” ujar Furqon.
Kafur Ma’mul
Jenis kafur lainnya ialah ma’mul, artinya kafur yang sudah melewati proses. Proses dari berbagai jenis kafur seperti rabahi, ribahi, dan riyahi ialah menghasilkan lembaran kafur putih seperti kaca.
Hal tersebut juga diyakini berlaku sama untuk kafur-kafur yang melalui proses sublimasi. Pada intinya ma’mul merupakan jenis kafur yang sudah melewati proses tertentu.
“Jadi kafur-kafur rabahi, isfark, balus, setelah disublimasi maka ketika sudah menghasilkan kafur yang putih tadi maka kafur putih tadi disebut sebagai ma’mul,” tutur Furqon.
Furon juga menerangkan tentang jenis kafur qaishuri. Kafur jenis ini disebut juga dengan fanshuri.
Penulis: Kukuh Subekti