ISLAMTODAY ID— Sultan Ba’abullah dikenal sebagai sultan Ternate yang gigih menentang Portugis. Sepanjang pemerintahannya (1570-1583), ia melawan gerakan Jesuit.
Aksi pertamanya sebagai sultan ialah menghentikan gerakan Jesuit. Ia bahkan mengusir orang-orang Portugis dari seluruh wilayah kekuasaannya.
Wilayah kekuasaanya membentang dari Mindanao di sisi utara, Bima di sisi selatan, Makassar di sisi Barat, Banda di sisi timur. Ternate merupakan kerajaan Islam paling kuat kedudukannya di secara politik maupun militer di wilayah Indonesia Timur.
Pada masa pemerintahannya, Ternate menjadi kerajaan yang berdaulat penuh. Relasi hubungan antara Kesultanan Ternate dan Portugis mencapai babak baru.
Sultan memerintahkan kepada para pemeluk agama Nasrani untuk datang ke ibukota kerajaan. Rakyat Ternate yang murtad harus memilih satu dari dua opsi, kembali memeluk Islam atau dijadikan tahanan.
“Orang Kristen diperintahkan Bab (Ba’abullah) berkumpul di Ternate, dan bagi para pribumi diberikan opsi: kembali ke agama asal yakni Islam, atau menjadi tawanan,” kata M. Adnan dalam Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara (1250-1950).
Adnan menambahkan banyak dari warga suku Moro yang lebih memilih kembali kepada Islam. Kembalinya mereka ke dalam Islam juga diikuti dengan kembalinya mereka ke tanah mereka.
“Mayoritas pribumi Kristen Moro menerima alternatif kembali ke Islam, sementara sebagian kecil menerima kenyataan menjadi tawanan,” tutur Adnan.
Peristiwa kembalinya rakyat Ternate kepada Islam ini berlangsung besar-besara di wilayah Moro dan Bacan. Banyak dari mereka yang menghancurkan gereja dan merobohkan altarnya.
Kedua, Sultan Baabullah berkonfrontasi langsung dengan bangsa Portugis. Ia mengusir orang-orang Portugis dari benteng-benteng mereka di Ternate dan Ambon.
Pengusiran terhadap Portugis disusunnya secara matang-matang. Sultan mengirim angkatan lautnya untuk menggalang dukungan dari sejumlah penguasa-penguasa lokal di Pulau Buru dan kepulauan Hoamoal.
Aksi pengusiran terhadap bangsa Portugis itu disertai dengan pertempuran sengit kedua pasukan. Sultan memimpin langsung pasukan perang di pulau Moro.
“Diawali dari Galela dan bergerak menuju pantai utara dan pantai selatan Halmahera utara, kemudian ke timur menuju Morotai,” ujar Adnan.
Pengusiran berikutnya selain berlangsung di Moro, dan Ambon juga terjadi di Bacan. Pada tahun 1570, Sultan Baabullah telah mengepung benteng Portugis di sana.
Pengepungan yang dilakukan terhadap benteng Pertahanan Portugis tersebut berlangsung cukup lama, tiga tahun lamanya. Pengepungan ini membuat mereka menderita penyakit dan kelaparan.
“Pada tahun terakhir pengepungan, hanya 400 dari 900 penghuni benteng yang masih tersisa dan mampu bertahan hidup,” ungkap Adnan
“Sumber-sumber lokal menuturkan bahwa ular, tikus, anjing, kucing, bahkan cecak, telah menjadi santapan penghuni benteng,” terangnya.
Aksi pengepungan ini membuat Portugis menyerah tanpa syarat. Pada 26 Desember 1575, bangsa Portugis meninggalkan Bacan.
Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, sultan berkedudukan sebagai Amir al-Din atau Pimpinan Islam Tertinggi. Sultan tidak lagi menjalankan fungsi yudikatif seperti sebelum tahun 1570.
Penulis: Kukuh Subekti