ISLAMTODAY ID— Perjuangan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Organisasi berkumpulnya para ulama pertama sebelum berdirinya MUI itu telah mempelopori gerakan dakwah pasca kemerdekaan.
Organisasi dakwah yang didirikan oleh para tokoh Masyumi pada 26 Februari 1967 atau 17 Dzulqadah 1386 H itu telah mengaktifikan kembali ruang-ruang dakwah yang sempat fakum. Dakwah mereka tidak hanya terpusat di mimbar-mimbar masjid bahkan di sektor pendidikan.
DDII dalam sejarahnya senantiasa berkontribusi aktif dalam mengatasi setiap problem umat Islam di Indonesia. Mulai dari permutadan, pendangkalan akidah, penyebaran paham agama yang sesat dan menjauhkan umat dari Islam.
Berikut ini sejumlah langkah yang ditempuh DDII untuk membentengi akidah umat, seperti diungkapkan oleh Jarudin dalam bukunya Meninjau Sejarah Kisah Hidup Muhammad Natsir. Pertama melakukan koordinasi dakwah, kedua pengkaderan da’i, ketiga, pengiriman da’i hingga penerbitan media dakwah.
1. Koordinasi Dakwah
Gerakan pertama yang ditempuh oleh Mohammad Natsir selaku Ketum DDII pada tahun 1970-an adalah menjalin komuikasi dan kerjasama dengan sejumlah tokoh muslim. Terutama para cendekiawan muslim di kampus-kampus negeri.
Mereka adalah Imaduddin Abdurrahim, Amien Rais, H. Syaifullah Mahyuddin, Fuad Amsyari, Hassan Langgulung, Mochtar Naim, AM Lutfi, H. Sjadali dan lain-lain.
Setelah berhasil mendirikan DDII, Natsir mengkoordinasi berdirinya sejumlah organisasi dan lembaga. Diantara lembaga-lembaga tersebut ialah Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LIPPM), Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Islam (BKSPTIS), Badan Kerja sama Pondok Pesantren (BKSPP) dan Ikatan Masjid Indonesia (IKMI).
Jaringan dakwah di luar negeri DDII tidak hanya di kawasan ASEAN. Koordinasi dengan Muhammadistan, Jepang, Afrika Selatan, Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Australia pun dilakukan.
2. Pengkaderan Da’i
Pengkaderan da’i yang digawangi oleh DDII sejak awal dirumuskan bahwa ada tiga tempat pengkaderan. Tiga tempat tersebut yaitu masjid, kampus dan pesantren.
DDII bersama KH Taufiqqurahman menghidupkan kembali Ikatan Masjid Djakarta (IMD). Pelan-pelan tapi pasti IMD ini berkembang menjadi Ikatan Masjid Indonesia (IKMI).
Melalui jejaring IKMI inilah DDII menjalin silaturahmi rutin antar takmir msjid, khatib, dan mubaligh. Pada pertemuan yang diadakan setiap hari-hari besar Islam itu dibahas sejumlah hal mulai dari penyusunan jadwal khutbah Jum’at, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha hingga menghimpun donasi jika ada musibah.
3. Pengiriman Pendakwah
DDII memiliki agenda rutin pengiriman da’i atau pendakwah ke daerah-daerah dan pelosok tanah air. Diantaranya terdapat pendakwah kontrak yakni lulusan pesantren yang diminta berdakwah ke daerah selama dua tahun lamanya.
Perjuangan DDII ini bahkan diakui oleh Menteri Agama (1993-1998),Tarmizi Taher. DDII dinyatakan sebagai organisasi yang mempelopori pengkaderan dan pengiriman da’i ke pelosok daerah di Indonesia.
4. Media
DDII juga melakukan propaganda dakwah melalui media massa. DDII melalui IKMI menerbitkan sejumlah produk jurnalistik seperti Buletin Dakwah yang terbit setiap Jum’at.
Produk berikutnya Media Dakwah, Sahabat (bacaan khusus anak-anak), Suara Masjid, Serial Khutbah Jum’at hingga buku-buku. Total penjualan produk jurnalistik milik DDII ini mencapai satu juta eksemplar setiap bulannya.
Menariknya media cetak milik DDII ini tersebar tidak hanya di penjuru Nusantara saja melainkan hingga ke ASEAN, Eropa bahkan Amerika.
Penulis: Kukuh Subekti