ISLAMTODAY ID— Pangeran Antasari adalah pahlawan besar dalam Perang Banjar periode 1859-1862. Ia memimpin perlawanan terhadap Belanda secara bergerilya.
Kemelut Kesultanan Banjar
Pangeran Antasari seperti yang ditulis dalam buku Pangeran Antasari terbitan Kemendikbud Tahun 1993 adalah seorang pangeran yang lahir di tengah kemelut Kesultanan Banjar.
Ayah Pangeran Antasari, Pangeran Masohot masih memiliki garis kerturunan Sultan Tachmidullah atau Panambahan Kuning.
Polemik Kesultanan Banjar berawal dari wafatnya Sultan Tachmidullah pada tahun 1734. Ia wafat pada saat anak-anaknya belum dewasa.
Pemerintahan pun dijalankan oleh Pangeran Tamjid, yang merupakan adik Sultan Tachmidullah.
Pangeran Tamjid diangkat sebagai Mangkubumi dan menjalankan roda pemerintahan di Kesultanan Banjar.
Pangeran Mohammad Aminullah pun akhirnya naik tahta dan bergelar Sultan Mohammad Aliudin Aminullah pada tahun 1759.
Naasnya tragedi tahun 1734 kembali terulang, Sultan Mohammad Aliudin Aminullah wafat pada tahun 1761. Sama seperti mendiang ayahnya, tiga putera Sultan Mohammad Aliudin Aminullah pun masih kecil-kecil.
Kesultanan pun kembali dikuasai oleh Mangkubumi dan keluarganya. Sejak saat itu berbagai intrik kekuasaan di Kesultanan Banjar terus terjadi, termasuk meninggalnya dua putera Sultan Mohammad Aliudin Aminullah.
Satu-satunya putera Sultan Mohammad Aliudin Aminullah yang selamat dari tragedi pembunuhan ialah Pangeran Amir. Pangeran Amir berhasil kabur dan meminta bantuan dari pasuka Bugis.
Namun sayang upayanya merebut kembali haknya sebagai pewaris kesultanan gagal. Saat itu Sultan Tachmidullah bekerjasama dengan VOC berhasil mengagalkannya.
Pada tahun 1787, Pangeran Amir ditangkap VOC dan diasingkan ke Batavia. Sementara puteranya, Pangeran Masohot tetap tinggal di Martapura.
Pihak keluarga Mangkubumi, Sultan Soleiman (1801-1825) pun berusaha menghentikan pertikaian dua keluarga kerajaan. Ia berusaha menikahkan puterinya dengan Pangeran Masohot.
Dari pernikahan Pangeran Masohot dan Gusti Hadjiah, putri Sultan Soleiman inilah lahir Pangeran Antasari pada tahun 1797. Meskipun berstatus sebagai seorang putera mahkota dia justru hidup di luar istana.
Hidup Dengan Sederhana
Meskipun berhak mewarisi tahta kesultanan Banjar, Pangeran Antasari mempersilahkan Pangeran Hidayat untuk menggantikan posisi menggantikan Sultan Tamjid.
Pangeran Hidayat adalah kemenakan Pangeran Antasari. Pangeran Hidayat kemudian naik tahta dan bergelar Sultan Hidayatullah Halil Illah
Pangeran Antasari hidup di daerah Mangkauk. Selama tinggal disana ia hidup sederhana dan senantiasa bekerja keras.
Kesederhanaan Pangeran Antasari ini diungkapkan oleh Gusti Jaleha, cucu Pangeran Antasari yang wafat pada tahun 1953. Pangeran Antasari perawakannya sedang tapi kukuh, tak ada roman kebangsawanannya. Pangeran Antasari juga dikenal kuat dalam memegang prinsip agama.
“Perawakannya sedang tapi kukuh, tak ada roman kebangsawanannya tetapi roman rakyat yang biasa menghadapi kesulitan hidup, berwatak tegas dan kuat beragama,” ungkap Idwar Saleh dalam Pangeran Antasari.
Ia memperoleh tanah lungguh di Muara Mangkauk hingga Willah. Penghasilannya dari tanah tersebut dalam setahun sangat kecil hanya sebesar 400 gulden.
“Ia hanya memiliki sedikit tanah lungguh mulai dari Muara Mangkauk sampai dengan daerah Willah. Tanah ini menghasilkan kurang lebih 400 gulden setahun, suatu pendapatan kecil baginya dan keluarganya,” tutur Idwar.
Hidup sederhana diluar istana membuat pangeran Antasari dekat dengan rakyat. Tak heran, jika mampu menggalang kekuatan rakyat untuk melawan VOC di daerah Muning.
Daerah ini menjadi lumbung padi Kesultanan Banjar yang terletak di sepanjang Sungai Muning, Benua Empat.
Perang Banjar
Perang Banjar dipicu oleh adanya kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda. Berbagai aksi busuk dilakukan Belanda, dari aksi penguasaan tanah secara licik, memonopoli perdagangan hingga melancarkan politik pecah belah. Tidak hanya itu tahun 1960 Belanda menghapus Kesultanan Banjar.
Berbagai tindakan sewenang-wenang Belanda tersebut mengundang keprihatinan Pangeran Antasari. Ia lantas memimpin Perang Banjar pada 28 April 1859.
Serangan tersebut dipusatkan di benteng Oranye Nasau, tempat berdirinya perusahaan batubara Belanda yang pertama. Pada saat itu ia memimpin 3000 orang pasukan jumlah tersebut terus bertambah hingga 6000 orang.
Perlawanan Pangeran Antasari dinilai berbahaya karena berhasil membangun aliansi di daerah Benua Lima, Barito, Margasari, Martapura dan Tanah Laut. Tak hanya itu namun juga melawan upaya penguasaan tambang batu bara di sejumlah wilayah yang menjadi pusat misi Zending.
“Pukulan pertama langsung ditujukan kepada terhadap tambang-tambang di Pengarong dan Banyu Irang, suatu pembunuhan terhadap misionaris Kristen Belanda dan pendudukan atas Kota Kerajaan di Martapura,” jelas Idwar.
Misi jihad yang digelorakan Pangeran Antasari itu mendapatkan dukungan Sultan Hidayatullah.
Koalisi Sultan Hidayatullah dan Pangeran Antasari membuat Belanda kewalahan. Untuk memadamkan perlawanan tersebut, dikirimlah bala bantuan bdari jawa yang dipimpin Kolonel Andresen.
Demi melanjutkan perlawanan terhadap Belanda, rakyat dan ulama Banjar pun mendaulat Pangeran Antasari sebagai sultan Banjar pada 14 Maret 1862 atau 13 Ramadhan 1278 H.
Ia pun diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pangeran Antasari pun semakin giat melakukan perlawanan kepada Belanda. Ia pun akhirnya syahid pada tanggal 11 Oktober 1862.
Tokoh besar dalam sejarah Banjar ini pun telah dianugerahi pemerintah, gelar Pahlawan Nasional pada 23 Maret 1968. Namanya juga diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam tertua di Kalimantan, Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari.
Penulis: Kukuh Subekti