“…Barang siapa hafal bahasa Arab dan syair akan menggetarkan kepribadiannya…”
(Imam Syafi’i dalam Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah)
ISLAMTODAY ID— Imam Syafi’i seorang ulama yang sangat terkenal di Indonesia, ia juga dikenal dengan keahliannya dalam berbahasa Arab. Bagi Imam Syafi’, bahasa Arab bukan hanya bahasa ibu yang diwariskan dari kedua orangtuanya namun juga bahasa intelektual.
Penguasaanya terhadap bahasa Arab dengan baik tak lepas dari peran sang ibunda. Sejak sang ayah wafat, di umurnya yang baru dua tahun, ibundanya membawanya hijrah ke Makkah.
Hijrahnya ia dan sang ibu ke Makkah dengan maksud agar Imam Syafi’i bisa mempelajari bahasa Arab yang baik dan benar. Masa kanak-kanaknya pun dihabiskannya untuk belajar bahasa dan sastra.
“Dia tinggal bersama suku Huzail (Makkah) untuk belajar bahasa dan sastra Arab yang otentik dan murni. Oleh karena itu, Imam Syafii menjadi figur rujukan dalam hal bahasa Arab,” ungkap Syed Omran Hossain dalam A Short Biography of Imam Shafi (769-820 AD).
Pengembaraan Intelektual
Imam pendiri mazhab Syafi’i bernama lengkap Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Usman bin Syaafi’i. Ia lahir di Ghazzah, Syam, Palestina pada tahun 150H bertepatan dengan tahun 769M.
Pada tahun yang sama Imam Abu Hanifah wafat . Semasa hidupnya ia gemar melakukan perjalanan ke sejumlah kota dan negara.
Kota-kota seperti Makkah, Madinah, Baghdad hingga Fustat (Kairo), Mesir sangat memberi pengaruh terhadap dirinya. Kota-kota tersebut menjadi saksi perjalanan intelektual Imam Syafi’i.
Kota pertama yang ia singgahi sebagai pelabuhan ilmu ialah Mekah. Selama di Mekah, ia banyak berguru pada sejumlah ulama diantaranya Muslim ibn Khalid al-Zanji, Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, Muhammad bin Ali bin Syafi dan Sufian bin ‘Uyainah.
Kota Madinah juga menjadi kota tujuan destinasi ilmu berikutnya. Salah satu ulama terkemukan di Madinah, Imam Maliki menjadi salah satu gurunya dalam ilmu hadist dan fikih.
Pengembaraan berikutnya ia lakukan ke Baghdad, Iraq. Selama dua tahun belajar di sana, ia banyak berguru kepada sahabat dan murid-murid Imam Abu Hanifah di Iraq.Diantaranya ialah Imam Abu Yusuf, Imam Muhammmad bin Hassan
Perjalanan keilmuwan Imam Syafi’i berlanjut hingga ke Yaman. Di Yaman, ia banyak berguru pada sejumlah ulama seperti Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli.
Kota Yaman menjadi salah satu kota penting bagi perjalanan dakwah Imam Syafi’i. Di sanalah Imam Syafi’i dipercaya sebagai mufti.
Bahkan atas perantara Abdullah bin Hassan ia dijodohkan dengan putri bangsawan Yaman, yang juga cicit dari Abdullah bin Hassan bernama Siti Hamidah bin Nafi.
Puncak pengembaraan ilmunya ia lakukan di Mesir. Selama di sana ia mengampu majelis ilmu di Masjid Amru bin Ash.
Selain disibukkan dalam aktivitas belajar dan mengajar, ia juga sosok ulama yang produktif menulis. Berbagai kitab-kitab seperti Kitab Al-Um, Amali Kubra, Kitab Risalah Ushul al-Fiqh.
Luasnya wawasan dan dalamnya ilmu yang ia miliki, serta luasnya jangkauan wilayah keilmuwan yang ia tempuh membuat keulamaannya sangat diakui. Mazhab Syafi’i pun terus berkembang dari Baghdad, Pakistan, Syria, India, Afrika hingga Asia Tenggara.
Sejumlah ulama di berbagai penjuru negeri yang pernah disinggahinya banyak menjadi muridnya. Misalnnya di Irak ada Imam Ahmad bin Hanbal, Imam az-Zafarani, Imam al-Karibisi dan Imam Abu Tsaur.
Imam Syafi’i wafat di Kota Fusthat , Mesir pada 30 Rajab tahun 204 H atau tahun 819M.
Penulis: Kukuh Subekti