ISLAMTODAY ID— Zaid bin Tsabit bin Dahhak Al-Anshari Al-Kharaji adalah sahabat Rasulullah sekaligus sang penerjemah handal Rasulullah. Ia adalah orang yang dipercaya Rasulullah untuk menerjemahkan berbagai surat-surat penting Rasulullah.
Kisah ini berawal dari keikutsertaannya dalam Perang Badar pada tahun 2 Hijriyah. Saat itu di usianya yang masih kanak-kanak, membuat Rasulullah melarangnya ikut berperang ia justru diminta segera pulang.
Rasulullah memiliki misi khusus yang tak kalah penting bagi Zaid bin Tsabit. Ia diminta Rasulullah untuk mempelajari sejumlah bahasa asing seperti bahasa Ibrani, bahasanya kaum Yahudi.
“Dalam perang Badar, ia ikut ke medan perang menemani ayahnya tapi Rasulullah menyuruhnya kembali pulang,” ungkap Muhammad Gharib Jaudah dalam 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam.
Zaid bin Tsabit pun menaati perintah Rasulullah untuk pulang dan mempelajari bahasa Ibrani. Atas izin dan karunia Allah, misi ini tuntas dalam waktu singkat, 19 hari.
Ia bisa menguasai bahasa Ibrani dengan baik, baik lisan maupun tulisan. Dengan kemampuannya ini, ia memiliki peran penting dalam membacakan surat-surat dari Kaum Yahudi.
Zaid bin Tsabit juga dipercaya Rasulullah dalam hal bahasa Syria. Ia adalah penerjemah andalan Rasulullah dalam berkomunikasi dengan bangsa non-Arab.
Menghimpun Penghafal Al-Quran
Pasca wafatnya Rasulullah, umat Islam juga dihadapkan berbagai persoalan penting. Diantaranya banyaknya orang-orang Islam yang saat itu murtad dan terjadilah peperangan.
“Pasca wafatnya Rasulullah, kaum muslimin langsung disibukkan dengan urusan perang menumpas orang-orang yang murtad. Dalam perang al-Yamamah banyak penghafal Al-Quran yang gugur,” tutur Gharib
Peristiwa penumpasan gerakan nabi palsu, Musailamah Al-Kadzszab pada tahun 632 M, menjadi titik baru kaum muslimin. Atas saran Umar bin Khathab, Al-Qur’an segera dibukukan, dan Tsaid bin Tsabit adalah sahabat Rasulullah yang berjasa besar dalam hal ini.
Zaid bin Tsabit memiliki tugas mulia dalam mengawali proyek pembukuan Al-Quran. Ia adalah orang yang dipercaya Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq untuk mengumpulkan para penghafal Al-Qur’an.
“Anda adalah seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak meragukan kejujuran,” demikian kata Abu Bakar mengawali perintahnya kepada Zaid bin Tsabit.
Zaid bin Tsabit awalnya merasa keberatan dengan tugas mulia itu. Amanah untuk mengumpulkan Al-Qur’an dinilainya jauh lebih berat ketimbang memindahkan gunung Uhud.
“Demi Allah, seandainya mereka menugaskanku untuk memindahkan gunung uhud dari posisinya, maka tugas itu jauh lebih ringan bagiku dibanding tugas yang mereka pikulkan ke pundakku untuk mengumpulkan Al-Quran,” ujar Gharib mengutip pernyataan Zaid bib Tsabit.
Sepanjang hidupnya ia dikenal sebagai pemukanya para ulama di Madinah. Ia dipercaya sebagai orang yang menguasai dengan baik kaidah fikih, fatwa dan ilmu faraid.
“Umar bin Khathab sering menugaskan Zaid untuk menjadi penggantinya bila ia melakukan kunjungan ke luar kota Madinah,” jelas Gharib.
Wafatnya Zaid bin Tsabit membuat kaum muslimin sangat merasa kehilangan. Ia adalah guru dan tempat bertanya paling dipercaya.
“Abu Hurairah mengatakan, ‘Hari ini telah berpulang ulama, tinta umat (atau) hubar al-ummah dan semoga Allah menjadikan Ibnu Abbas sebagai penggantinya’,” ujar Gharib.
Putra Zaid bin Tsabit, Kharijah bin Zaid adalah seorang tabi’in besar. Ia adalah salah satu ulama ahli fikih ternama pada zamannya.
Penulis: Kukuh Subekti