ISLAMTODAY ID— Kiai Haji (K.H.) Saleh Darat dengan kiprah dakwahnya membuatnya dikenal sebagai ulama pembaru. Melalui karya intelektualnyalah Kartini akhirnya berhijrah menjadi muslimah yang taat.
K.H. Saleh Darat termasuk ulama pelopor dalam penerjemahan kitab-kitab bahasa Arab ke dalam bahasa di Nusantara, terutama Jawa.
Karya Intelektual
Kiai yang bernama lengkap Syaikh Muhammad Salih ibn ‘Umar al-Samarani ini memiliki beragam karya terjemahan. Penerjemahan tersebut merupakan strategi baru dalam mendakwahkan Islam di tanah Jawa.
“Kiai Haji Saleh Darat mempunyai cara baru dalam berdakwah. Beliau banyak menterjemahkan kitab-kitab bahasa Arab ke dalam bahasa masyarakat setempat,” kata Direktur Pusat Studi Peradaban Isllam, Arif Wibowo.
Hal senada juga diungkapkan oleh Filolog Muda NU, Ahmad Ginanjar Syaban dalam Maha Karya Islam Nusantara. Ia mengungkapkan Kiai Saleh Darat termasuk ulama yang sangat produktif dalam menulis.
Penerjemahan dilakukan di tengah ‘sensor’ pemerintah kolonial itu menggunakan strategi khusus. Naskah-naskah terjemahan sengaja ditulis dalam aksara pegon.
“Mayoritas karya-karya beliau ditulis dalam bahasa Jawa beraksara Arab (pegon),” ungkap Ginanjar.
Karya-karya Kiai Saleh Darat yang ditulis dalam aksara pegon tersebut diantaranya: Majmu’ah al-Shariah al-Kafiyah li al-Awwam, Faid al-Rahman fi Tafsir al-Quran, al-Munjiyat, al-Hikam al- ‘Athaiyyah dan Kitab Manasik Haji dan Umrah dalam bahasa Jawa.
Aktivitas Dakwah
Kitab hukum Islam yang ditulis oleh Kiai Saleh Darat berjudul Majmu’ah al-Shariah al-Kafiyah li al-Awwam. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa ngoko beraksara pegon.
“Karya ini terbilang sebagai karya fikih Islam terlengkap pertama yang ditulis dalam bahasa Jawa Pegon,” ujar Ginanjar.
Kitab fikih ini diyakini sengaja dibuat khusus untuk masyarakat awam. Hal ini terlihat dari pemilihan bahasa yang digunakan dalam kitab tersebut yang cenderung menggunakan bahasa ngoko.
“Kary aini dibuat untuk kalangan awam dan pemula dari masyarakat muslim yang berbahasa Jawa guna memahami pokok-pokok kajian fikih Islam,” tutur Ginanjar.
Tidak hanya itu, dilihat dari sisi muatan kitab juga sangat ringkas. Penjelasan fikih ditulis dengan sangat ringkas, padat dan dengan bahasa yang sederhana.
“Kajian fikih Islam dalam karya ini diketengahkan dengan sangat ringkas, padat dan dalam bahasa yang sangat sederhana, guna mudah difahami oleh orang awam,” ucap Ginanjar.
Dugaan ini terjawab dalam kalimat penutup dalam kitab yang selesai ditulis pada 8 Syaban 1309 H atau bertepatan dengan 17 Maret 1892 itu. Berikut kutipan pernyataan Kiai Saleh dalam Kitab Majmu’ah al-Shariah al-Kafiyah li al-Awwam:
“Iki kitab tarjamah ingsun… Kerna arah supaya fahama wong-wong amsal ingsun awam kang ora ngerti basa Arab. Muga-muga dadi manpangat bisa ngelakoni kabeh-kabeh yang sinebut ing jerone iki tarjamah.”
Artinya: Ini adalah kitab terjemahan saya… Agar bisa difaham oleh orang-orang awam seperti saya yang tidak mengerti bahasa Arab. Semoga dapat bermanfaat dan dapat menjalankan semua yang termuat dalam isi kitab terjemah ini.
Hijrahnya Kartini
Aktivitas dakwah lainnya yang dilakukan oleh Kiai Saleh Darat ialah menggelar majelis taklim. Salah satunya kepada para bangsawan Jawa, Kabupaten Demak dan Kabupaten Bulus (Purworejo).
“Pendopo Kabupaten Demak, Kabupaten Bulus (Purworejo), dan tempat-tempat lainnya di Jawa Tengah,” ungkap Prof. Ali Mas’ud Kholqillah dalam Pemikiran Tasawuf KH Saleh Darat Al-Samarani.
Majelis takwim di dua pendopo kabupaten tersebut bahkan tidak hanya dihadiri oleh berbagai kalangan dari kalangan bangsawan hingga rakyat biasa.
Majelis taklim di Pendopo Kabupaten Demak merupakan salah satu majelis taklim paling bersejarah. Melalui majelis taklim inilah Kartini, puteri Bupati Jepara ini tertarik untuk mempelajari Islam.
Suatu ketika, Kartini berkunjung ke rumah pamannya, Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat. Pada hari itu K.H. Saleh Darat sedang mengisi majelis taklim rutin di pendopo kabupaten.
Hari itu K.H. Saleh Darat sedang menjelaskan tafsir surat Al-Fatihah. Materi tafsir membuat Kartini terkagum-kagum dan antusias menyimak penjelasan K.H. Saleh Darat.
“Persinggungannya dengan KH. Saleh Darat untuk pertama kalinya, terjadi ketika Kartini mengikuti pengajian tafsir Surat al-Fatihah pada hari Minggu (Ahad), tepat dua tahun sebelum pernikahannya dengan Bupati Rembang, R.M.A.A Djodjodiningrat,” jelas Prof. Ali Mas’ud.
Usai kajian K.H. Saleh Darat, Kartini menemui sang kiai. Kartini mengatakan berkat kajian Al-Fatihah itu pemikirannya tentang Islam menjadi terang dan jelas.
“Kartini menghadap KH. Saleh Darat dengan mengatakan, ‘Setelah mengikuti pengajian Surat al-Fatihah itu, yang selama ini gelap, maka sejak itu menjadi terang benderang.’,” tutur Prof. Ali Mas’ud.
Pada kesempatan tersebut Kartini meminta K.H. Saleh Darat untuk melanjutkan kajiannya itu. Kartini pun intens mengaji pada K.H. Saleh Darat selama dua tahun hingga akhirnya ia menikah.
“Sejak saat itu, RA Kartini disebut-sebut aktif mengikuti pengajian KH. Saleh Darat selama kurang lebih dua tahun, sebelum akhirnya menikah,” ujar Prof. Ali Mas’ud.
Bahkan K.H. Saleh Darat memberikan hadiah spesial untuk pernikahan Kartini dan Bupati Rembang, R.M.A.A Djodjodiningrat. Hadiah tersebut berupa kitab tafsir Al-Qur’an yang ditulis langsung oleh Kiai Saleh Darat.
Penulis: Kukuh Subekti