ISLAMTODAY ID— Tahukah kamu apa saja syarat menjadi seorang pelaut hebat? Pada abad ke-15, teknologi masih terbatas, seorang pelaut hebat harus minimal harus menguasai tiga bidang ilmu geografi, astronomi dan matematika.
Ilmu geografi membuat orang paham rute perjalanan dan dari satu tempat ke tempat lain. Lalu ilmu astronomi, seseorang diminta untuk memahami tentang bintang-bintang itu bekerja memandu perjalanan laut.
Sementara matematika, membuat orang belajar menghitung garis bujur, dan lintang suatu kawasan di dunia. Hal ini sangat berguna dalam pengembangan astrolabe, sebuah penemuan penting dalam dunia astronomi.
Menjadi seorang pelaut dan penjelajah Samudera Hindia dibutuhkan syarat tambahan. Mereka tidak hanya diminta untuk menguasai tiga bidang ilmu di atas, para penjelajah dunia diminta untuk mempelajari budaya dan bahasa setempat.
“Untuk menjadi pedagang dan pelaut yang sukses di Samudera Hindia, Anda benar-benar membutuhkan pengetahuan tentang bahasa dan budaya,” ungkap Bridgette Byrd O’Connor dalam The Lion of The Sea: Ahmad Ibn Majid.
Bridgette mengungkapkan Ibnu Majid merupakan sosok pelaut legendaris. Seorang navigator ternama penakluk Samudera Hindia.
“Keterampilan pelayarannya dikenal di seluruh Samudra Hindia, menghasilkan nama panggilannya ‘Singa Laut’,” ujar Bridgette.
Ibnu Majid seorang navigator dan kartografer terbaik bangsa Arab pada abad ke-15. Kitabnya, al-Fawa’id fi Usul ‘ilm al-bahr wa al-Qawa’ed atau Buku Informasi Berguna tentang Prinsip dan Aturan Navigasi menjadi petunjuk penting bagi para pelaut.
Kitab yang ditulis pada tahun 1490 itu merupakan buku ensiklopedi navigasi laut terlengkap. Berbagai informasi tentang pelayaran seperti angin muim, cara berlayar memanfaatkan bintang-bintang, sejarah navigasi, hingga karakteristik perairan pesisir dan laut lepas.
Kitab tersebut juga berisi informasi penting tentang Samudera Hindia. Nama-nama bandar pelabuhan penting dari Afrika Timur hingga Indonesia tercatat di sana.
Ibnu Majid bernama lengkap Syihabudin Ahmad bin Majid As-Sa’di bin Abu Rakaib An-Najdi. Ia lahir di Oman pada tahun 832H atau 1429M.
Ia berasal dari Bani Tamim, salah satu kabilah di provinsi Najed, Arab Saudi. Ayah dan kakeknya adalah seorang pelaut, bahkan sejak kecil ia sering mengikuti ayah dan kakeknya berlayar di Laut Merah.
Pengakuan Portugis
Bangsa Portugis sebagai bangsa pertama Eropa yang mempelopori penjelajahan samudera sangat berhutang jasa pada Ibnu Majid. Atas bantuannyalah Vasco da Gama dan Kopelhaem bisa melakukan penjelajahan samudera.
Keunggulan Ibnu Majid ini diakui oleh Portugis dengan menyebut Ibnu Majid sebagai al-Malande atau al-Marante yang artinya Raja Laut. Tanpa petunjuk Ibnu Majid, sangat mustahil Portugis bisa tiba di Samudera Hindia.
Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menjelajah samudera dan dimulai pada tahun 1461. Mereka mengrimkan para pelautnya menuju India dengan melewati Mesir.
Rombongan Kopelhaem itu sempat singgah di Semenanjug Arab pada 1484 M. Mereka bertemu dengan Ibnu Majid dan mendapatkan petunjuk tentang Madagaskar.
“Ia bergegas mengirim surat kepada Raja Portugis yang isinya meminta sang raja mengirimkan utusannya untuk melakukan sebuah misi baru mengelilingi Afrika untuk mencari Kepulauan Madagaskar.
“Pada tahun 1498, atas bantuan Ibnu Majid, Raja Laut dari Arab, petualangan Vasco da Gama dinyatakan berhasil (tiba di India),” tutur Murtiningsih dalam Biografi Para Ilmuwan Muslim.
Manuskrip Ibnu Majid
Bagi bangsa Eropa sosok Ibnu Majid juga bukan orang asing. Wahyu Murtiningsih mengungkapkan jika di Rusia terdapat manuskrip khusus karya Ibnu Majid.
Wahyu Murtiningsih menjelaskan jika di Institut Studi Ketimuran Leningrad terdapat sebuah manuskrip berbahasa Arab. Manuskrip tersebut bertuliskan puisi sepanjang tiga bait.
Manuskrip puisi yang diperkirakan ditulis pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 itu berisi tentang dunia navigasi laut. Mulai dari informasi jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain, kecepatan angin, kondisi medan dan cara-cara yang mudah untuk berlayar.
“Di samping itu Ibnu Majid juga menyisipkan rute pelayaran yang melintasi Laut Merah, Samudera Hindia, dari berbagai kawasan yang berdeda,” ungkap Wahyu Murtiningsih.
Dengan informasi detail seputar pelayaran menempatkannya sebagai pakar navigasi yang andal. Manuskripnya diakui sebagai warisan penting bagi dunia pelayaran.
Ibnu Majid tidak hanya jago dalam hal navigasi laut. Ia juga menjadi ahli di bidang pemetaan , astronomi dan geografi.
Ia juga memiliki sejumlah karya intelektual seperti Qiladah Risalatisy wa Istikhraj Qawaidil Usus lil Mu’allim Sulaiman al-Mahri atau Untaian Surat-surat dan Kaidah-kaidah Dasar Sulaiman al-Mahri, Tahfatul fuhul fi Tamhidil Ushul atau Pengantar Dasar-dasar Ilmu Pelayaran, al-Umdatul Mahriyyah fi Dhabthil ‘Ulumil Bahriyyah atau Pijakan al-Mahri dalam Meletakkan Ilmu Kelautan, al-Qashidah li Ibni Majid atau Senandung Ibnu Majid dan al-Qashidatul Musammah bil Mahriyyah.
Sementara dua karya lainnya seperti Kitab al-Fawaid dan Hawiay al-Ikhtisar adalah karya-karya yang ditemukan di Bashrah.
Karangan-karangan yang dibuat oleh Ibnu Majid banyak yang tersimpan di Paris. Sepeninggalnya banyak karyanya yang menjadi referensi para ilmuwan dunia.
Salah seorang navigator modern yang membaca karya Ibnu Majid ialah navigator asal Turki, Sidi Ali Re’is. Ia dalam karyanya The Ocean mengagumi Ibnu Majid mengungkapkan karya Ibnu Majid sangat membantu terutama ilmu tentang navigasi.
“Menurut Sidi Ali Re’is, karya-karya Ibnu Majid adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap pelaut yang ingin melayari laut India dengan mudah,” tutur Wahyu Murtiningsih.
Penulis: Kukuh Subekti