ISLAMTODAY ID— Roti Jala merupakan salah satu jenis makanan yang khas dari tanah Melayu. Bagi rakyat Kota Medan roti ini memiliki makna dan kisah sejarah penting bagi perkembangan kehidupan sosial budaya Kota Medan.
Kehadiran para imigran India seiring dengan kemakmuran ekonomi Kesultanan Deli, Medan. Berbagai hasil perkebunan seperti tembakau, karet dan kelapasawit adalah sumber pundi-pundi kerajaan.
Roti ini disebut-sebut diadaptasi dari roti khas India, roti Canai. Bedanya terletak pada sajian pelengkapnya, roti jala disajikan dengan kuah kari atau kuah manis.
Sebuah kuliner tradisional khas Melayu yang ada dan familiar seiring dengan datangnya para imigran India ke Kepulauan Melayu. Saat itu salah satu kesultanan Melayu yang berkuasa adalah Kesultanan Deli.
Kedatangan para imigran India muslim di Sumatera Utara pertama kali terjadi pada tahun 1873. Imigran asal India ini sengaja didatangkan untuk keperluan perkebunan tembakaku di Medan pada tahun 1873.
Mereka menerima wakaf tanah dari Sultan Seripaduka Tuanku Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alam Shah (1879-1924) raja Kesultanan Deli. Tanah tersebut direncanakan untuk keperluan pendirian masjid bagi komunitas muslim asal India Selatan.
Masjid yang terletak di Kampung Madras, Kecamatan Medan Polonia tersebut kelak diberinama dengan nama Masjid Ghaudiyah. Kini masjid ini dikelola oleh Yayasan The South Indian Moslem Mosque & Walfare Committee.
Roti yang berbentuk menyerupai jala atau jaring bertekstur lembut dan kenyal ini dibuat dengan tepung terigu dinikmati dengan kari kambing, sapi atau ayam.
Makanan ini pun memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah di kawasan Melayu. Masyarakat di Kepulauan Riau misalnya memberinya nama roti Kirai. Sementara di Singapura dan Malaysia menyebutnya dengan nama Kirey.
Selain pemberian nama yang berbeda cara penyajiannya juga ada beberapa macam. Roti jala tidak hanya dinikmati dengan kari daging, contohnya Riau daratan (Pekanbaru) menyantapnya dengan santan gula merah dan buah durian.
Kehadiran perkebunan tembakau yang telah dimulai sejak tahun 1860-an, membuat Kesultanan Deli Makmur. Pada masa Sultan Seripaduka Tuanku Sultan Makmu), sultan ke-9 Kesultanan Deli dibangunlah istana Maimun (Maimunah-rahmat).
Penulis: Kukuh Subekti