ISLAMTODAY ID— Kabupaten Langkat di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dahulu kala merupakan wilayah kerajaan Islam, Kesultanan Langkat. Salah satu kesultanan Islam di tanah Melayu yang makmur dan sejahtera.
Masyarakat Langkat juga dikenal sangat taat dalam menjalankan syariat Islam. Bahkan kota ini mendapat julukan Kota Islam.
Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per Desember 2021 menyebut Langkat sebagai kabupaten kedua dengan penduduk muslim terbanyak di Sumut. Fakta ini dikutip dari laman katadata.co.id (5/4/2022) jumlah pemeluk Islam di Kab. Langkat terbesar kedua dengan persentase 91,71% atau 977,46ribu jiwa.
Berikut ini jejak Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan Islam yang berdiri sejak era Kerajaan Aru pada tahun 1500-an.
Menurut Pagar dkk. dalam Sejarah Sosial Kesultanan Langkat sepanjang sejarah Kesultanan Langkat tercatat memiliki 14 sultan. Jejak-jejak Kesultanan Langkat bisa kita temukan dalam Masjid Azizi, Jamaiyah Mahmudiyah dan Kampung Babussalam, pusat penyebaran Tarekat Naqsabandiyah.
Langkat pada mulanya merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. Kesultannan Langkat merupakan salah satu kesultanan terbesar di wilayah Sumatera Timur.
Penggunaan gelar sultan sebagai kepala pemerintahan, pemimpin adat dan agama di Kesultanan Langkat baru dimulai tahun 1840.
Namun demikian proses lepasnya Langkat dari Kesultanan Aceh baru terjadi pasca Aceh dan Belanda mengadakan perjanjian pada tahun 1857. Pada masa itu tiga kesultanan kecil di Sumatera Utara seperti Deli, Langkat dan Serdang masih berada di bawah pengaruh Kesultanan Aceh.
Namun Belanda melakukan sejumlah intrik untuk menguasai pulau Sumatera termasuk penandatanganan Traktat Siak, 1 Februari 1858. Puncaknya Langkat berdiri sebagai kesultanan yang independen pada tahun 1887. Ia tak lagi dibawah bayang-bayang Kesultanan Aceh Darussalam dan Siak.
Kejayaan
Ibukota Kesultanan Langkat pada era kejayaannya berada di Tanjung Pura, kini merupakan sebuah kota kecil di Kabupaten Langkat. Tanjung Pura merupakan ibukota kedua Kesultanan Langkat setelah Gebang.
Selain Tanjung Pura, Binjai juga pernah menjadi ibukota Kesultanan Langkat. Perpindahan ini terjadi pada masa Sultan Mahmud.
Raja pertama Kesultanan Langkat yang bergelar sultan ialah Sultan Musa, jika diurutkan dari sejarah Kerajaan Langkat, ia adalah raja ketujuh. Perubahan nama ini juga sebagai penanda era kejayaan Kesultanan Langkat.
Sultan Musa memiliki sejumlah gelar khusus. Sultan Tengku Musa Abdul Jalil Rahmadyasah Al-Halidy Al-Muazzamsyah Al-Haj ini bergelar Pangeran Indra Diraja Amir. Ia adalah sultan yang memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Langkat dari Gebang ke Tanjung Pura (Kota Pati-dulu).
“Berkat temuan dan rintisan ladang minyak pertama di Indonesia, dan usaha perkebunan yang berjalan dengan sukses pada masanya telah mengantarkan Kerajaan Langkat mejadi Kerajaan terkaya yang tiada tandingannya di Asia Tenggara,” ungkap Pagar.
Kejayaan Kesultanan Langkat ini selain ditandai dengan pindahnya ibukota juga diwarnai dengan adanya pembangunan istana baru, Istana Darul Aman. Selain berhasil membangun istana baru, ia juga membeli 4 buah kapal tanker untuk membawa minyak bumi.
Pada akhir masa jabatannya sebagai sultan ia lebih banyak menghabiskan waktunya di pesantren. Ia mulai menghabiskan waktu di Pesantren Naqsabandiyah, Babussalam milik Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan.
Puncak kejayaan Kesultanan Langkat juga dialami pada masa Sultan Abdul Aziz, putera dari Sultan Musa. Ia ditetapkan sebagai sultan pada tahun 1893 dengan gelar Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahkmatsyah yang mulai berkuasa mulai tahun 1896 hingga tahun 1927.
Penulis: Kukuh Subekti