DHAKA, (IslamToday.id) — Panel Hakim Mahkamah Pidana Internasional, International Criminal Court (ICC) akan menentukan apakah penyelidikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, diperlukan atau tidak pada akhir Oktober mendatang.
“Dalam tiga bulan, para hakim akan menerima informasi dari penuntut, sementara para korban [Rohingya] juga akan diizinkan untuk berbicara tentang penderitaan mereka [melalui tim penuntut] dan cara-cara lain,” pungkas Wakil Jaksa Penuntut ICC James Kirkpatrick Stewart, dalam konferensi pers di Dhaka, Bangladesh, Kamis (18/7).
Pada 4 Juli, Jaksa ICC Fatou Bensouda mengajukan permohonan untuk memulai penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan oleh tentara terhadap minoritas Muslim di Myanmar.
Menurut ICC, sebuah panel yang beranggotakan tiga anggota majelis hakim sedang memeriksa kelayakan permohonan Bensouda sebelum mengesahkan penyelidikan.
Menanggapi pertanyaan tentang mengapa ICC belum memulai penyelidikan meskipun hampir dua tahun berlalu sejak pelanggaran dimulai di Rakhine, Stewart mengatakan bahwa penundaan tersebut memang membuat frustrasi, tetapi tidak akan sia-sia.
Pihaknya menambahkan bahwa mahkamah ICC diharuskan untuk melewati serangkaian prosedur sesuai dengan Statuta Roma.
“Kekerasan diduga terjadi di Myanmar. Tetapi warga Rohingya dideportasi ke Bangladesh, sebuah negara yang menandatangani Statuta Roma. Ini memungkinkan ICC untuk menyelidiki kasus ini,” tukas Stewart, dikutip dari AA.
Mengenai apakah tim penuntut ICC memiliki rencana untuk mengunjungi Rakhine untuk penyelidikan yang lebih otentik, Stewart mengatakan pihaknya telah mendekati pemerintah Myanmar untuk memberi akses ke negara bagian itum tetapi belum mendapat tanggapan.
Pihaknya menekankan bahwa tim penuntut ICC selalu siap untuk mengunjungi Rakhine dan berusaha untuk mendapatkan izin dari Myanmar.
Dalam analisisnya, imbuh Stewart, Bensouda menentukan bahwa ada dasar yang masuk akal untuk percaya bahwa setidaknya 700.000 penduduk Rohingya dipindahkan dari Myanmar ke Bangladesh melalui serangkaian tindakan pemaksaan dan penderitaan besar.
“Ada juga dasar yang masuk akal untuk percaya bahwa orang-orang Rohingya telah menderita penganiayaan sebagai akibat dari dugaan kejahatan ini, yang membuat Rohingya tidak punya pilihan selain melarikan diri dari Myanmar,” tandasnya.