HOIMA, (IslamToday.id) — Bioga Mungure tak mungkin bisa melupakan momen ketika mengantre untuk didaftarkan oleh Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Sebagoro Landing Site di Hoima, Uganda.
Saat itu, dia menggendong bayinya yang berusia enam bulan erat-erat di pelukannya.
“Milisi mengepung desa kami di Chomya dan mereka mulai membunuh, memperkosa wanita dan menjarah properti, saya harus melarikan diri,” pungkas Bioga.
Bioga tidak sendiri. Selain dirinya, ada banyak penduduk Ituri di Republik Demokratik Kongo (DRC) dipaksa masuk ke kamp pengungsi di dekat perbatasan Uganda.
Tetapi Bioga mengaku usai mencari nafkah selama dua pekan, dia bergabung dengan kelompok yang berencana melintasi perbatasan.
Biogra menuturkan ada banyak penderitaan di Kasenyi karena banyak orang yang butuh makan dan membuatnya tidak bisa tidur.
“Jadi, ketika saya mendengar orang berencana ke Uganda, saya bergabung dengan mereka,” tuturnya
UNHCR memperkirakan sekitar 300 pendatang baru dari DRC ke Uganda setiap hari.
Kiiza Pascal, juga dari Chomya, adalah salah satu mereka yang datang ke Uganda dengan menggunakan kapal.
“Kami hanya bisa bergerak di malam hari, apa lagi yang bisa kami lakukan, kami selalu dalam pelarian.”
“Ada banyak pertempuran, mereka membunuh semua orang, dan jika mereka menemukan saya, saya juga akan mati,” jelas Pascal.
Konflik di Kongo pun menyebar menjadi kekerasan etnis. Suku Lendu dan Hema berebut kekayaan tanah dan mineral. Saat ini, beberapa milisi yang didukung oleh negara-negara tetangga di Afrika Timur juga terlibat dalam konflik.
Mereka diduga mempunyai kepentingan atas sumber daya alam negara tersebut. Republik Demokratik Kongo dikenal memiliki kekayaan mineral yang melimpah mulai dari coltan, emas, berlian, tembaga, uranium, dan minyak.
Dana Terbatas
Saat ini ada 350.000 pengungsi Kongo di Uganda. UNHCR mencatat telah terjadi lonjakan kedatangan pengungsi dari DRC, karena meningkatnya pertempuran dan juga tidak dapat diaksesnya bantuan di negara tersebut.
Petugas Hubungan Eksternal UNHCR Kemlin Furley mengatakan kedatangan pengungsi ke Uganda meningkat menjadi total 300 per hari periode Mei-Juli.
UNCHR memberikan bantuan kepada para pengungsi, termasuk pelayanan kesehatan, air dan tempat tinggal.
Kegiatannya tersebar di 30 pemukiman di Uganda. “Ini merupakan tekanan pada sumber daya, namun kami melihat berkurangnya dana kemanusiaan,” pungkas Kemlin, dilansir dari AA.
“Tingkat pendanaan untuk pengungsi mencapai sekitar 17% dari semua kebutuhan”, tandasnya.
Program Pangan Dunia (WFP) sudah mengusahakan untuk menghidupi 1,3 juta pengungsi di Uganda, namun menegaskan gelombang pengungsi yang baru selalu melahirkan masalah baru.
Julie McDonlad, Wakil Direktur Negara WFP Uganda, menekankan program ini memberikan makanan dan uang tunai bagi para pengungsi. Namun, McDonald menegaskan hal ini bisa saja tidak berlangsung lama.
“Kami menghadapi kekurangan dana lebih dari USD30 juta selama enam bulan ke depan hingga November untuk merespons kebutuhan pengungsi di Uganda.” Oleh karena itu, pihaknya memperingatkan bahwa, program sangat membutuhkan kontribusi baru untuk terus memberi makan para pengungsi.