(IslamToday ID) – Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan larangan global terhadap pasar satwa liar untuk mencegah munculnya pandemi di masa mendatang.
Acting Executive Secretary of The United Nations Convention on Biological Diversity, Elizabeth Maruma Mrema mengatakan semua negara harus mencegah pandemi di masa depan dengan melarang “pasar basah” yang menjual hewan hidup dan mati untuk dikonsumsi manusia. Namun hal tersebut tentu memiliki konsekuensi.
“Akan baik melarang pasar hewan hidup seperti yang telah dilakukan China dan beberapa negara. Tapi kita juga harus ingat, Anda memiliki komunitas, terutama dari daerah pedesaan berpenghasilan rendah, khususnya di Afrika. Yang bergantung pada hewan liar untuk mempertahankan mata pencaharian jutaan orang,” kata Mrema, Senin (6/4/2020).
Dengan demikian, pelarangan pasar hewan liar dapat membuka kemungkinan perdagangan satwa secara ilegal. Beberapa spesies telah berada di ambang kepunahan akibat praktik tersebut.
Mrema berpendapat memang perlu ada solusi alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. “Kita perlu melihat bagaimana kita menyeimbangkan itu dan benar-benar menutup lubang perdagangan ilegal di masa depan,” ujarnya.
Setelah virus corona baru penyebab Covid-19 berkembang menjadi pandemi, China mengeluarkan larangan sementara untuk pasar satwa liar. Sebab virus diyakini bersumber dari pasar semacam itu di Wuhan.
Sekjen China Biodeversity Conservation and Green Development Foundation, Jienfeng Zhou meminta otoritas berwenang China membuat larangan pasar satwa liar permanen. Jika tidak dilakukan, wabah seperti Covid-19 berpotensi muncul kembali.
“Saya setuju harus ada larangan global terhadap pasar basah, yang akan banyak membantu konservasi satwa liar dan melindungi diri kita dari kontak yang salah dengan satwa liar. Lebih dari 70 persen penyakit manusia berasal dari satwa liar dan banyak spesies terancam punah dengan memakannya,” kata Jienfeng.
Mrema mengatakan melestarikan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang utuh akan membantu mengurangi prevalensi beberapa penyakit. “Jadi, cara kita bertani, cara kita menggunakan tanah, cara kita melindungi ekosistem pesisir, dan cara kita memperlakukan hutan kita akan merusak masa depan atau membantu kita hidup lebih lama,” ucapnya.
China Nekat Buka Pasar Hewan
Ia mengingatkan pada akhir 1990-an, virus Nipah merebak di Malaysia. “Diyakini bahwa virus itu adalah hasil dari kebakaran hutan, penggundulan hutan, dan kekeringan yang menyebabkan kelelawar buah, pembawa alami virus, pindah dari hutan ke dalam lahan gambut. Ia menginfeksi para petani, yang menginfeksi manusia lain dan yang menyebabkan penyebaran penyakit,” kata Mrema.
Hal itu menjadi penanda hilangnya keanekaragaman hayati menjadi pendorong besar dalam munculnya beberapa virus. “Deforestasi skala besar, degradasi dan fragmentasi habitat, intensifikasi pertanian, sistem pangan kita, perdagangan spesies dan tumbuhan, perubahan iklim antropogenik. Semua ini adalah pendorong hilangnya keanekaragaman hayati dan juga pendorong penyakit baru. Dua pertiga dari infeksi dan penyakit yang muncul sekarang berasal dari satwa liar,” tutur Mrema.
Sementara, mulai Senin (30/3/2020), China mengizinkan dibukanya kembali pasar hewan yang selama ini diduga sebagai sumber awal munculnya virus corona. Kebijakan ini menyusul telah melambatnya kasus positif corona di negara itu selama enam hari terakhir berturut-turut.
Pasar hewan ini biasanya menjual kelelawar, hewan yang dipersalahkan atas krisis corona ini, bersama dengan kalajengking, serta anjing dan kucing. Diduga kuat virus corona jenis baru berasal kelelawar yang kemudian melompat ke inang baru, apakah itu ular atau trenggiling, dan akhirnya menyerang manusia.
Kondisi di pasar hewan liar di Wuhan, di mana berbagai jenis hewan berinteraksi dengan manusia di lahan yang sempit dan tertutup, mendukung lompatan atau infeksi silang semacam itu. Meski begitu, belum ada pernyataan resmi kalau corona memang berasal dari pasar hewan liar tersebut.
Yang jelas akibat pandemi ini, China mengisolasi wilayah yang akhirnya membantu mengurangi tingkat infeksi Covid-19 di sana menjadi mendekati nol setelah lebih dari 3.000 kematian.
Namun setelah kasus corona menurun, ribuan pembeli datang ke pasar hewan di bagian barat daya Kota Guilin yang menandai kembali normalnya operasi pasar.
Sejumlah hewan liar yang dijual di sana ditujukan sebagai obat tradisional, demikian menurut penyelidikan yang dilakukan oleh The Mail On Sunday, seperti dilansir dari laman Metro.
Kelinci dan bebek disembelih di lantai batu yang kotor, sedangkan anjing dan kucing menunggu di kandang untuk dijual. Di pasar hewan lain di selatan Kota Dongguan, seorang penjual obat-obatan kembali berbisnis dengan mengiklankan daging kelelawar.
Covid-19 diyakini telah dipindahkan ke manusia dari kelelawar, dan kasus pertama melibatkan orang-orang yang pernah berada di sebuah pasar di Wuhan. Berbeda dengan di daerah lainnya, pasar hewan di Wuhan untuk sementara ini masih ditutup. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Liputan6.com