(IslamToday ID) – Virus corona telah benar-benar meneror Ekuador. Negara di Amerika Tengah ini bahkan dirundung suasana horor.
Dilansir BBC, sejumlah gelandangan meninggal di jalan-jalan. Ini bak novel karya Joseph Conrad, The Heart of Darkness: horor, horor. Bedanya, horor ini sangat nyata.
Pemakaman umum di kota ini ambruk di tengah pandemi. Seorang perempuan di sini bahkan melaporkan ayahnya meninggal di pangkuannya sesudah 24 jam di rumah. Mundur sedikit ke ujung Maret, 300 mayat diangkut polisi dari rumah-rumah warga.
Sayangnya, tak ada pula yang bersedia menguburkan. Akhirnya mayat-mayat sekadar ditaruh di pinggir jalan, terjerang matahari, bau busuknya tercium ke mana-mana.
Rumah sakit kewalahan menampung pasien maupun jenazah. Kota ini benar-benar suram dirundung makhluk super kecil. Walikota Guayaquil, Cyntia Viteri berhadap-hadapan dengan pemerintah nasional.
Guayaquil adalah kota terbesar di Ekuador dengan kematian tertinggi di Amerika Latin. Presiden Ekuador, Lenn Moreno membentuk tim gabungan untuk membantu pemulasaraan jenazah.
Jumat (3/4/2020), dilansir AFP, 150 jasad dari jalan-jalan dan rumah-rumah warga diangkut. Tampaknya kedukaan ini belum akan segera berakhir. Pemerintah Ekuador mengingatkan bahwa hingga 3.500 orang bisa meninggal karena wabah ini dalam beberapa bulan mendatang. Karena kondisinya separah ini, pemerintah sampai memohon maaf ke rakyat.
“Kami mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada mereka yang harus menunggu berhari-hari agar orang-orang terkasih mereka (yang meninggal) dibawa,” kata juru bicara pemerintah, Jorge Wated.
Tak cukup jubir yang meminta maaf, Wakil Presiden Ekuador Otto Sonnenholzner juga meminta maaf. “Kami telah melihat gambar yang seharusnya tidak pernah terjadi dan sebagai pelayan publik, saya minta maaf,” kata Sonnenholzner dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media lokal pada Sabtu (4/4/2020).
Tradisi di kota ini, jenazah dimakamkan bersama peti, bukan dikremasi. Masalahnya, kota ini kehabisan peti. Otoritas kota pelabuhan tersebut mengatakan bahwa mereka telah menerima donasi 1.000 peti mati dari bahan kardus dari produsen lokal, dan mengantarkannya untuk digunakan di dua areal pemakaman setempat.
“Ini agar mereka bisa memenuhi permintaan,” ujar juru bicara balaikota, Senin (6/4/2020).
Pengusaha peti jenazah setempat, Santiago Olivares, kesulitan memproduksi peti karena aturan jam malam selama 15 jam. Jam malam itu membuatnya kesulitan mendapatkan bahan baku seperti kayu dan logam.
“Tidak ada peti mati di kota atau itu sangat mahal,” kata juru bicara Balaikota Guayaquil.
Peti mati termurah di Kota Guayaquil dijual seharga 400 dolar AS. Kehadiran peti mati dari kardus diharapkan membantu warga miskin yang mengisi 17 persen penduduk kota ini.
Rumah Sakit Kewalahan
Kota Guayaquil tampak kewalahan dengan layanan publik kesehatan yang tidak memadai. Rumah sakit setempat dilaporkan tidak memiliki tempat tidur tersisa untuk menerima pasien yang sakit, begitu pun kamar mayat.
Warga terpaksa menempatkan jenazah di jalanan karena mereka tidak mempunyai pilihan lain. Saat menghubungi telepon darurat, mereka hanya disuruh menunggu.
Banyak warga setempat yang mengatakan orang terdekat yang memiliki gejala corona tidak dapat dirawat di rumah sakit Guayaquil karena kewalahan.
“Kami telah menunggu selama lima hari,” kata Fernando Espana dalam sebuah video yang diperoleh Reuters pada 30 Maret 2020, ketika ia mengeluh tentang perjuangan untuk meminta pihak berwenang menjemput anggota keluarganya.
“Kami lelah menelepon 911 dan satu-satunya hal yang mereka katakan adalah menunggu, mereka bekerja untuk menyelesaikan ini,” lanjutnya ketika ia menggerakkan kamera melalui jendela untuk menunjukkan bentuk hitam terbungkus plastik di dalam rumah.
Peti mati berisi mayat seseorang yang diduga meninggal karena corona terbungkus plastik dan ditutupi dengan kardus. “Ini bau dari tubuh yang tidak bisa lagi ditangani,” kata tetangga Espana, Glenda Larrea Vera dalam video yang sama, dari seberang jalan berbicara di balik masker.
Walikota Guayaquil, Cynthia Viteri belum mengetahui pasti penyebab jenazah dibiarkan di jalanan. Ia dengan putus asa meminta bantuan pihak pemerintah nasional dalam sebuah video yang diposting ke akun Twitter-nya minggu lalu.
“Apa yang terjadi dalam sistem kesehatan masyarakat negara itu? Mereka tidak mengambil orang mati dari rumah, mereka meninggalkan jenazah di trotoar, mereka jatuh di depan rumah sakit. Tidak ada yang mau mengambilnya,” katanya.
Berdasarkan laporan setempat, beberapa orang sekarat saat menunggu perawatan medis, hingga akhirnya meninggal sebelum dapat tertangani.
Menurut sumber rumah sakit, tidak ada tempat tidur yang tersedia untuk pasien maupun jenazah. Pada Jumat (3/4/2020), Departemen Nasional Risiko dan Departemen Manajemen Darurat Ekuador melaporkan 3.368 kasus virus corona yang dikonfirmasi dan 145 kematian di seluruh negeri, 102 di antaranya adalah kematian terdaftar di Provinsi Guayas, tempat Guayaquil berada.
Tetapi beberapa warga prihatin bahwa kasus positif yang dikonfirmasi lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh pemerintah Ekuador. Mereka pun menuntut adanya tindakan cepat. (wip)
Sumber: BBC.com, CNNIndonesia.com, Detik.com, Okezone.com