(IslamToday ID) – Banyak petugas kesehatan Amerika Serikat (AS) yang terinfeksi virus corona (Covid-19). Berdasarkan data baru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, yang terinfeksi jumlahnya mencapai separuh lebih dari total petugas kesehatan yang ada.
Temuan ini menggarisbawahi perlunya melindungi petugas kesehatan yang berada di garis depan pandemi agar tidak terinfeksi karena rumah sakit dibanjiri pasien Covid-19. Para petugas kesehatan harus diperiksa untuk gejala demam dan pernapasan pada awal pergantian waktu kerja mereka.
“Mereka juga harus diberi prioritas dalam tes virus corona, dilengkapi dengan alat pelindung diri yang tepat dan terlatih dalam penggunaannya, dan dilarang bekerja saat sakit,” demikian pernyataan CDC, Rabu (15/4/2020).
Antara 12 Februari hingga 9 April 2020, 315.531 kasus Covid-19 di AS dilaporkan ke CDC, termasuk 49.370 (16 persen) yang memasukkan data mengenai apakah pasien bekerja di layanan kesehatan. Di antara 9.282 tenaga kesehatan dalam kelompok itu, 55 persen melaporkan kontak dengan pasien Covid-19 hanya di rangkaian layanan kesehatan. 27 Persen mengatakan mereka hanya melakukan kontak di rumah dan 13 persen melaporkan kemungkinan kontak di masyarakat. Sekitar 5 persen melaporkan kontak Covid-19 di lebih dari satu pengaturan itu.
Sekitar 90 persen petugas kesehatan yang terinfeksi Covid-19 tidak memerlukan rawat inap. Tetapi ada yang dalam kondisi parah, termasuk 27 kematian, dilaporkan di semua kelompok umur. Hampir ¾ petugas kesehatan yang terinfeksi adalah perempuan, dan setengahnya berusia di atas 42 tahun. “Ini kemungkinan mencerminkan usia dan distribusi jenis kelamin di antara tenaga kerja petugas kesehatan AS,” kata laporan itu.
Sebanyak 38 persen melaporkan setidaknya satu kondisi kesehatan dengan penyakit penyerta. Sementara hanya 6 persen tenaga kesehatan dalam penelitian ini berusia di atas 65 tahun, mereka tercatat atas 37 persen kematian.
Mengingat risiko yang lebih tinggi untuk tenaga kesehatan yang lebih tua, mereka harus ditugaskan ke pekerjaan yang mempunyai risiko rendah seperti telemedis selama pandemi. Karena 84 persen pasien kehilangan data tentang status pekerjaan perawatan kesehatan, kasus tambahan di antara petugas kesehatan kemungkinan tidak teridentifikasi atau tidak dilaporkan.
Pengujian terbatas bahkan di antara petugas kesehatan juga dapat berkontribusi pada pelaporan kasus yang kurang. CDC mengharapkan lebih banyak kasus virus corona di antara petugas kesehatan karena komunitas masyarakat mengalami penularan Covid-19 yang lebih luas.
Dr Daniel Kuritzkes, kepala penyakit menular di Brigham and Women’s Hospital di Boston yang tidak terlibat dalam laporan CDC, mengatakan bahwa penelitian yang luas diperlukan untuk membandingkan tingkat infeksi di antara petugas kesehatan dengan masyarakat umum.
Sementara, AS mencatatkan kembali rekor angka kematian tertinggi selama 24 jam setelah selama dua hari berturut-turut mengalami penurunan.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Universitas Johns Hopkins yang dilaporkan oleh Channel News Asia, angka kematian akibat Covid-19 di AS dalam kurun waktu 24 jam pada Selasa malam (14/4/2020) adalah 2.228 jiwa.
Dengan angka tersebut, saat ini sebanyak 25.757 orang meninggal dunia di AS, yang merupakan angka kematian tertinggi di dunia. Meningkatnya angka kematian di AS akibat virus corona baru atau SARS-CoV-2 tersebut semakin memperbesar suara penolakan rencana pembukaan sektor ekonomi yang dicanangkan Presiden Donald Trump pada 1 Mei mendatang.
Misalnya saja Gubernur New York, Andrew Cuomo yang mengatakan tidak akan melonggarkan pembatasan jika hal itu justru membahayakan kesehatan masyarakat. “Kami tidak memiliki Raja Trump, kami memiliki Presiden Trump,” kata Cuomo. (wip)