(IslamToday ID) – Tahun ini Amerika Serikat (AS) sudah melakukan operasi militer di atas Laut China Selatan, Laut China Timur, Laut Kuning, dan Selat Taiwan sebanyak 39 kali penerbangan. Hal ini sangat berisiko meningkatkan terjadinya konfrontasi antara AS dengan China.
Melansir South China Morning Post, Angkatan Laut AS melakukan empat operasi navigasi bebas di Laut China Selatan dalam empat bulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan hanya delapan untuk keseluruhan tahun 2019. Yang terbaru, pada tanggal 29 April, kapal penjelajah berpeluru kendali rudal USS Bunker Hill berlayar melalui rantai Kepulauan Spratly.
Pada hari Jumat (8/5/2020), kapal tempur litoral USS Montgomery dan kapal kargo USNS Cesar Chavez juga dilaporkan beroperasi di Laut China Selatan.
“Pasukan kami terbang, berlayar, dan beroperasi di perairan internasional Laut China Selatan atas kebijakan kami dan sesuai dengan norma-norma kelautan dan hukum internasional. Ini menunjukkan berbagai kemampuan angkatan laut yang kami miliki di Indo-Pasifik,” kata Fred Kacher, Komandan Kelompok Serangan Ekspedisi 7 seperti dikutip South China Morning Post, Senin (11/5/2020).
AS tidak memiliki klaim maritim baik di Laut Timur atau China Selatan. Namun, aksi mempertahankan kehadiran militer yang kuat di wilayah tersebut dilakukan untuk menunjukkan dukungannya kepada sekutu-sekutunya dan untuk melawan pembangunan fasilitas militer China dan sikap yang semakin agresif.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, ingin meningkatkan investasi militer di wilayah tersebut. “Ini adalah cara di mana Anda mempertahankan tingkat prediksi strategis untuk memastikan kesiapan pasukan Anda, tetapi mengumpulkan tingkat ketidakpastian operasional yang lebih tinggi,” katanya di sebuah seminar online pada Selasa.
Ia menambahkan, peningkatan jumlah kebebasan operasi navigasi dan penerbangan militer telah membuat hal-hal lebih tak terduga untuk China.
“Komando Indo-Pasifik AS telah melakukan pekerjaan dengan baik dalam hal mempertahankan unjuk kekuatan, pencegahan, kemampuan, dan kesiapan yang kita butuhkan di wilayah,” kata Esper.
Meskipun masing-masing negara masih bertempur melawan Covid-19, baik China maupun AS tidak memperlambat aktivitas militer mereka.
Timothy Heath, pakar keamanan dari think tank Rand Corporation di AS, mengatakan peningkatan aktivitas militer AS sebagian karena kegagalan upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik antara Beijing dan Washington.
“China telah menegaskan kepemilikannya atas ruang air internasional yang sangat penting bagi perdagangan global dan keamanan AS,” katanya.
“Untuk mendukung klaimnya, China meningkatkan kegiatan pembangunan pulau buatan di Laut Cina Selatan, meningkatkan patroli dan penyebaran militernya dan memaksa tetangganya untuk mematuhi klaim Beijing,” tambahnya.
Sehingga ini seolah memaksa AS untuk tidak memiliki pilihan selain meningkatkan kegiatan militernya di Laut China Selatan. Tujuannya untuk mengirim pesan yang jelas bahwa Washington serius mempertahankan status internasional Laut China Selatan dan perairan di rantai pulau pertama, serta menjunjung tinggi komitmen aliansi. (wip)