(IslamToday ID) – Singapura dan Malaysia adalah dua negara tetangga Indonesia yang terancam resesi gara-gara pandemi virus corona.
Pada kuartal I-2020, ekonomi Singapura mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) -2,2 persen year-on-year (YoY). Sepanjang 2020, pemerintah Singapura memperkirakan kontraksi ekonomi berada di kisaran -4 hingga -7 persen.
Sedangkan Malaysia masih membukukan pertumbuhan ekonomi 0,7 persen YoY pada kuartal I-2020. Namun laporan Departemen Statistik Malaysia menyebutkan bahwa ada sinyal ekonomi bakal masuk ke jurang resesi dalam 4-6 bulan ke depan.
“Indikasi awal menggambarkan bahwa pada April dan Mei 2020 situasi ekonomi tidak kondusif bagi dunia usaha di Malaysia. Sejumlah indikator permulaan (leading indicator) memberi sinyal bahwa resesi ekonomi akan terjadi dalam 4-6 bulan ke depan. Oleh karena itu, dibutuhkan transformasi ekonomi dari yang saat ini sangat bergantung kepada industri berbasis komoditas dan bernilai tambah rendah,” sebut laporan Malaysian Economic Statistics Review Vol 1/2020.
Demi mencegah penularan virus corona, Singapura dan Malaysia memang menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang ketat. Bahkan di Malaysia sudah “naik pangkat” menjadi karantina wilayah alias lockdown.
Di Malaysia, lockdown disebut dengan Movement Control Order (MCO). Seluruh aktivitas ekonomi kecuali sektor vital ditutup dan wilayah perbatasan terlarang bagi warga negara asing.
Upaya ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, tetapi “tagihan” yang datang ternyata sangat mahal. Ekonomi mengalami kontraksi dan resesi sudah di depan mata.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah risiko resesi juga begitu nyata di Tanah Air?
Sejauh ini, sepertinya kemungkinan ke arah sana masih sangat kecil. Proyeksi dari berbagai institusi memperkirakan Indonesia bisa menghindari resesi.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II, III, dan IV tahun ini masing-masing sebesar 0,4 persen, 1,2 persen, dan 3,1 persen. Bahkan tidak ada kontraksi, sehingga tidak ada resesi.
Sementara, Moody’s Analytics memang memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi -3,9 persen pada kuartal II-2020, tetapi pada kuartal III dan IV masing-masing tumbuh positif 3 persen dan 2,8 persen.
Lalu Mirae Asset meramal ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 terkontraksi -1,5 persen, tetapi kembali ke teritori positif pada kuartal III dan IV, masing-masing 1,5 persen dan 4,5 persen.
Kontraksi adalah pertumbuhan ekonomi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. Institusi seperti Moody’s Analytics dan Mirae Asset memang memproyeksi ada kontraksi, tetapi hanya satu kuartal. Belum masuk kategori resesi.
Bahkan Morgan Stanley memperkirakan Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa pulih dengan cepat. Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar.
Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul, China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.
Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya ekspor terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.
Ketergantungan Ekspor
Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.
Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan lockdown, sehingga permintaan domestik juga anjlok.
Pukulan ganda ini membuat ekonomi Singapura dan Malaysia butuh waktu lebih lama untuk pulih. Oleh karena itu, risiko resesi menjadi lebih tinggi.
Ya, kekuatan domestik memang menjadi kunci bagi negara seperti Indonesia untuk bertahan dari jerat resesi. Dengan populasi yang lebih dari 270 juta jiwa, warga yang hanya makan-tidur-makan-tidur selama #dirumahaja pun ekonomi masih bisa tumbuh sedikit di bawah 3 persen pada kuartal I-2020.
Indonesia juga begitu mengandalkan konsumsi domestik sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal I-2020, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60 persen dari pembentukan PDB.
Kekuatan domestik yang luar biasa membuat Indonesia kurang bergantung kepada faktor eksternal. Ekspor hanya menyumbang tidak sampai 20 persen dalam pembentukan PDB.
Bandingkan dengan Malaysia. Pada 2019, ekspor berkontribusi 65,22 persen dalam pembentukan PDB Negeri Harimau Malaya. Lebih dari separuh ekonomi Malaysia disumbang oleh ekspor, sehingga saat permintaan dunia menurun akibat pandemi virus corona maka jalan menuju resesi menjadi sangat terbuka.
Lebih edan lagi di Singapura. Tahun lalu, nilai ekspor Singapura mencapai 173,52 persen dari PDB. Singapura adalah negara dengan rasio ekspor terhadap PDB tertinggi di dunia. Ekonomi Singapura bakal merana kalau ekspor mereka bermasalah. Risiko resesi menjadi sangat tinggi. [wip]