(IslamToday ID) – Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Mark Esper menentang keras pengerahan tentara aktif untuk mengatasi protes massa rusuh berskala besar di seluruh AS yang dipicu oleh kematian George Floyd. Sikap Esper itu pun bertentangan dengan Presiden Donald Trump.
Menurut Esper, pasukan seharusnya hanya digunakan dalam peran penegakan hukum sebagai upaya terakhir. “Kita tidak berada dalam situasi seperti itu sekarang,” kata Esper, Kamis (4/6/2020) seperti dikutip di CNN.
“Pilihan untuk menggunakan satuan tugas aktif dalam peran penegakan hukum hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir, dan hanya dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan. Kami tidak berada dalam salah satu situasi itu sekarang. Saya tidak mendukung permohonan UU Pemberontakan,” tambahnya.
Untuk diketahui, UU Pemberontakan adalah sebuah undang-undang dari tahun 1807 yang akan memungkinkan Trump untuk mengerahkan pasukan aktif untuk menanggapi kerusuhan sipil di kota-kota di seluruh AS.
Ditanya tentang penggunaan kata “battlespace” ketika membahas penanganan kekerasan di jalan-jalan di tengah kerusuhan sipil, Esper berusaha menjelaskan bahwa itu adalah sesuatu yang biasa digunakan setiap hari.
“Itu adalah bagian dari leksikon militer kita, di mana saya tumbuh dengan itu. Itu bukan frasa yang berfokus pada orang,” jelasnya.
“Kalau dipikir-pikir, saya akan menggunakan kata-kata yang berbeda,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu Esper juga menyinggung soal pembunuhan Floyd yang disebutnya sebagai kejahatan mengerikan.
“Para petugas di tempat kejadian hari itu harus dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan itu. Ini adalah tragedi yang terlalu sering kita lihat berulang kali. Dengan simpati yang besar, saya ingin menyampaikan belasungkawa yang terdalam kepada keluarga dan teman-teman George Floyd,” ujarnya.
“Rasisme adalah nyata di Amerika, dan kita semua harus melakukan yang terbaik untuk mengenalinya, untuk menghadapinya, dan untuk memberantasnya,” tambahnya.
Pernyataan Esper ini muncul setelah keputusannya untuk menerbangkan 1.600 tentara aktif dari Fort Bragg di North Carolina dan Fort Drum di New York ke daerah Washington. Pentagon mengatakan pasukan yang diposisikan di pangkalan militer dekat Distrik Columbia sejauh ini tidak mengambil bagian dalam dukungan apapun untuk operasi otoritas sipil.
Sebelumnya, Trump mengancam akan mengerahkan militer AS yang bertugas aktif jika negara gagal menumpas demonstrasi.
Protes, beberapa di antaranya telah berubah menjadi kekerasan dan penjarahan, dipicu oleh kematian George Floyd bulan lalu. Ia meninggal ketika seorang perwira polisi Minneapolis, yang sejak itu didakwa melakukan pembunuhan, mencekik leher Floyd dengan lututnya selama lebih dari 9 menit. [wip]