(IslamToday ID) – Inggris umumkan undang-undang (UU) untuk melindungi perusahaan dalam negeri dari pengambilalihan asing akibat krisis keuangan yang disebabkan oleh pandemi corona. Seperti diketahui, Covid-19 telah memunculkan kekhawatiran baru yakni resesi di sejumlah negara di dunia.
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyatakan undang-undang tersebut sangat tegas untuk mencegah pengambilalihan asing karena berisiko terhadap keamanan nasional.
Undang-undang itu dibuat di tengah peningkatan kekhawatiran tentang pengaruh China. Demikian seperti dilaporkan surat kabar The Times, Senin (8/6/2020).
Johnson dikabarkan mendesak penerbitan undang-undang untuk mewajibkan perusahaan melaporkan upaya pengambilalihan yang dapat menimbulkan risiko keamanan. Undang-undang itu juga disertai ancaman sanksi pidana.
Perusahaan yang gagal melaporkan pengambilalihan atau mengabaikan persyaratan yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris untuk pengambilalihan, bisa membuat direksi mereka dipenjara, didiskualifikasi, atau didenda.
Menurut The Times, undang-undang yang didorong oleh penasihat perdana menteri, Dominic Cummings, dikabarkan mendapat dukungan dari Menteri Keuangan Rishi Sunak. Undang-undang itu akan mewajibkan perusahaan-perusahaan Inggris untuk melapor saat suatu perusahaan asing mencoba membeli lebih dari 25 persen saham, serta membeli aset atau kekayaan intelektual.
PM Johnson juga ingin kemitraan akademik dan proyek-proyek penelitian dimasukkan dalam aturan undang-undang tersebut.
Undang-undang itu, yang menurut The Times, akan diajukan dalam beberapa pekan mendatang, muncul pada saat terjadi ketegangan yang meningkat antara Inggris dan China.
Inggris pada Januari menuding Huawei sebagai “vendor berisiko tinggi” dan menyatakan keprihatinan atas penanganan situasi di Hong Kong oleh pemerintah China.
Johnson juga mendapat tekanan dari Amerika Serikat (AS) dan anggota parlemen dari partainya sendiri, yang berpendapat bahwa peralatan Huawei dapat digunakan oleh Beijing untuk memata-matai. Pendapat itu berulang kali dibantah oleh pihak Huawei, perusahaan raksasa telekomunikasi China. [wip]