(IslamToday ID) – Sedikitnya 35 orang tewas dalam sebuah kecelakaan kapal di lepas pantai Tunisia pekan lalu.
Menurut pejabat setempat, kapal yang mengangkut 53 orang migran dan sebagian besar dari Afrika sub-Sahara itu, meninggalkan pantai Tunisia dari Kota Sfax untuk menuju Italia.
Bangkai kapal ditemukan antara tanggal 4 dan 5 Juni di lepas Kepulauan Kerkennah. Pihak berwenang diterjunkan pada 9 Juni setelah adanya laporan dari seorang nelayan yang pertama kali melihat mayat-mayat mengapung.
Pejabat di Sfax mengatakan mayat 22 wanita telah ditemukan, salah satunya hamil. Kemudian mayat tiga orang masih anak-anak, usianya 3-4 tahun. Otoritas Tunisia telah melakukan penyelidikan.
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR), lalu lintas dari Tunisia ke pantai Italia meningkat 150 persen dalam 4 bulan pertama tahun ini jika dibanding dengan periode yang sama pada tahun 2019. Lebih dari 80 orang meninggal pada Juli 2019 saat perjalanan ke Eropa setelah kapal mereka terbalik di kota pelabuhan Zarzis.
Hanan Hamdan, perwakilan Tunisia untuk komisaris tinggi UNHCR, mengatakan prihatin dengan tren baru kecelakaan saat keberangkatan. Kami perlu memilih orang yang tepat untuk mencegah pilihan ekstrem dalam mencari kehidupan yang lebih baik.
Vincent Cochetel, utusan khusus UNHCR untuk Mediterania Tengah, mengaku khawatir akan lebih banyak orang yang melakukan penyeberangan. “53 Persen migran dan pengungsi kehilangan pekerjaan selama pembatasan Covid-19 di Tunisia. Tidak jelas berapa banyak yang akan mendapatkan pekerjaan kembali atau akan menghadapi persaingan yang lebih ketat dengan penduduk setempat,” katanya.
“Keputusasaan mendorong mereka untuk mempertaruhkan hidupnya dan mereka terus dibohongi.”
Pada bulan April, Italia dan Malta menyatakan pelabuhan mereka tidak aman karena pandemi corona dan menutup perbatasan mereka dari akses migran. Kapal yang membawa pencari suaka dan migran terdampar di zona SAR Eropa, dengan jumlah mereka yang tidak diketahui serta diyakini telah tewas di lautan karena kelaparan, dehidrasi, atau tenggelam.
Setidaknya tiga kapal penyelamat LSM telah melanjutkan pekerjaan di Mediterania. Pada Selasa malam, kapal Mare Jonio yang dipimpin oleh LSM Italia Mediterranea, berlayar menuju zona SAR Libya. Setelah dua bulan, kapal Astral yang diperintahkan oleh LSM Proactiva Open Arms, telah kembali ke laut, sementara kapal German Sea-Watch 3 sedang menuju ke pantai Libya setelah jeda tiga bulan di pelabuhan Messina di Sisilia.
“Pengungsi perang dan korban penyiksaan dibiarkan mati dalam keheningan atau ditangkap dengan koordinasi pemerintah Eropa, kemudian disiksa di kamp tahanan Libya. Mare Jonio kembali ke tempat yang seharusnya, di mana bantuan dan kemanusiaan dibutuhkan,” kata Alessandra Sciurba, Presiden Mediterranea.
Ketika jutaan orang turun ke jalan untuk memprotes kebrutalan polisi atas nama George Floyd, Sciurba mengatakan, “’Saya tidak bisa bernapas’ juga merupakan seruan terakhir untuk bantuan di antara mereka yang sekarat di Mediterania, yang mati karena kebijakan jahat.” [wip]