(IslamToday ID) – Korea Utara (Korut) melihat tidak ada gunanya mempertahankan hubungan personal antara pemimpin Kim Jong-Un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, jika Washington tetap berpegang pada kebijakan permusuhan. Demikian dilaporkan media penerintah pada Jumat (12/6/2020) saat memperingati dua tahun pertemuan KTT pertama dua pemimpin itu.
Kebijakan AS membuktikan Washington masih menjadi ancaman jangka panjang bagi negara Korea Utara dan rakyatnya. Korea Utara akan tetap mengembangkan pasukan militer yang lebih andal untuk menghadapi ancaman itu. Demikian diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Son Gwon dalam sebuah pernyataan di media pemerintah, KCNA.
Trump dan Kim berbalas penghinaan dan ancaman selama 2017 ketika Korea Utara membuat kemajuan besar dalam program nuklir dan rudalnya. AS merespons dengan memimpin upaya internasional untuk memperketat sanksi.
Hubungan meningkat secara signifikan di sekitar KTT Singapura pada Juni 2018. Pertama kali seorang Presiden AS bertemu dengan seorang pemimpin Korea Utara, tetapi pernyataan yang keluar dari pertemuan itu tidak jelas secara spesifik.
KTT kedua pada Februari 2019 di Vietnam gagal mencapai kesepakatan karena konflik atas permintaan AS agar Korea Utara sepenuhnya menyerahkan senjata nuklirnya, dan Korea Utara menuntut keringanan sanksi cepat. Demikian catatan Reuters.
Ri Son mengatakan, pemerintahan Trump tampaknya hanya fokus pada mencetak poin-poin politik sambil berusaha untuk mengisolasi dan mencekik Korea Utara, dan mengancamnya dengan serangan nuklir pencegah dan perubahan rezim.
“Kami tidak akan pernah lagi memberikan paket lain kepada eksekutif AS tanpa menerima imbalan,” ucapnya. “Tidak ada yang lebih munafik daripada janji kosong.”
Departemen Luar Negeri AS dan Gedung Putih tidak segera menanggapi pernyataan itu.
Pada Kamis (11/6/2020), seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada kantor berita Korea Selatan Yonhap bahwa AS tetap berkomitmen untuk berdialog dengan Korea Utara, dan terbuka untuk pendekatan yang fleksibel untuk mencapai kesepakatan yang seimbang.
Tekanan Pemilu
Pada Kamis (11/6/2020), Korea Utara mengkritik AS karena mengomentari masalah antar-Korea, dan mengatakan Washington harus tetap diam jika ingin pemilihan presiden mendatang berjalan lancar.
Menurut Daniel Russel, diplomat tinggi AS untuk Asia Timur, mengatakan Korea Utara kemungkinan akan mencoba untuk meningkatkan tekanan pada AS menjelang pemilu mendatang.
“Klaim Trump untuk menyelesaikan masalah Korea Utara memberi mereka pengaruh,” tuturnya kepada Reuters.
Ramon Pacheco Pardo, seorang ahli Korea di King’s College London, mengatakan pernyataan Ri Son menunjukkan Korea Utara masih melihat semua opsi di atas meja, dari proses diplomatik yang tepat hingga pengembangan lebih lanjut program nuklirnya.
“Korea Utara terus membutuhkan kesepakatan yang lebih layak dari AS,” ucap Pacheco Pardo di Twitter. “Itu belum berubah.”
Ri Son mengatakan, keinginan Korea Utara untuk membuka era kerja sama baru berjalan sedalam sebelumnya, tetapi situasi di Semenanjung Korea setiap hari semakin memburuk.
“AS mengaku sebagai advokat untuk meningkatkan hubungan dengan DPRK (Korea Utara), tetapi pada kenyataannya, hanya memperburuk situasi,” ujar Ri Son. [wip]