(IslamToday ID) – Para pemimpin militer Korea Utara (Korut) mengumumkan pihaknya tengah meninjau rencana untuk menduduki kembali wilayah perbatasan antar-Korea yang sebelumnya terikat perjanjian demiliterisasi dengan Korea Selatan. Langkah ini dilakukan di tengah memburuknya hubungan kedua Korea yang dipicu oleh aktivitas para pembelot Korea Utara di Korea Selatan.
“Tentara kami terus mencermati situasi saat ini, di mana hubungan Utara-Selatan berubah semakin buruk. Kami bersiap-siap sepenuhnya untuk memberikan jaminan militer yang pasti untuk setiap tindakan eksternal yang akan diambil oleh partai dan pemerintah,” ujar Staf Umum Tentara Rakyat Korea melalui Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) di Pyongyang, menurut Kantor Berita Korea Selatan Yonhap, Selasa (16/6/2020)
Pernyataan itu menegaskan bahwa pemimpin militer Korea Utara tengah mempelajari sebuah rencana untuk mengambil langkah-langkah agar tentara lebih maju ke daerah-daerah bebas militer di bawah perjanjian Utara-Selatan, mengubah garis depan menjadi sebuah benteng, dan semakin meningkatkan kewaspadaan militer terhadap Selatan.
“Kami akan memetakan rencana tindakan militer agar cepat terlaksana dan disetujui oleh Komisi Militer Pusat Partai.”
Sebuah artikel, Senin (15/6/2020) di media Rodong Sinmun, menuliskan Partai Buruh Korea (WPK) yang berkuasa mengecam kebijakan bermusuhan tersembunyi dari otoritas Korea Selatan. Hubungan Utara-Selatan telah benar-benar merugi dan ketegangan terburuk telah terjadi di Semenanjung Korea.
“Kami telah membuat kesimpulan bahwa tidak perlu bagi untuk duduk berhadap-hadapan dengan pihak berwenang Korea Selatan dan mendiskusikan sesuatu dengan mereka. Yang tersisa bagi kami adalah membuat mereka membayar mahal atas kejahatan keji mereka,” tulis Rodong Sinmun seperti dilansir Sputniknews.
“Kami telah memutuskan untuk mengambil serangkaian tindakan pembalasan untuk menghukum para pengkhianat dan sampah manusia,” kata surat kabar itu.
“Seperti yang dinyatakan, kantor komunikasi bersama antara Utara-Selatan akan dihancurkan dan hak untuk mengambil tindakan selanjutnya melawan musuh akan dipercayakan kepada tentara kita.”
Pekan lalu, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) mengumumkan telah memutuskan hubungan dengan Seoul di tengah keengganan pemerintah Korea Selatan untuk menghentikan pengiriman selebaran propaganda ke utara melintasi zona demiliterisasi oleh pembelot Korea Utara (DMZ) yang berbasis di Korea Selatan.
DMZ dibentuk pada tahun 1953 setelah gencatan senjata ditandatangani antara DPRK dan China di satu sisi, dan Korea Selatan dan Amerika Serikat di sisi lain, setelah tiga tahun terjadi perang sengit. Perbatasan antar-Korea berbenteng kuat, penuh dengan ranjau besar, berpagar, stasiun pengawas, dan penjaga yang berpatroli.
Sebuah perjanjian 2018 yang mencakup deklarasi akhir perang oleh para pejabat dari Utara dan Selatan melihat 22 stasiun perbatasan ini dilucuti. Namun, sejak saat itu hubungan terus memburuk, meskipun ada upaya untuk menghidupkan kembali dialog tentang perdamaian dan denuklirisasi semenanjung. [wip]