(IslamToday ID) – Amerika Serikat (AS) dipermalukan di PBB karena proposal untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran hanya mendapat dukungan dari Republik Dominika saat dilangsungkan pemungutan suara anggota Dewan Keamanan.
Resolusi AS itu sepertinya tidak akan pernah disahkan di hadapan oposisi Rusia dan China. Proposal itu diusulkan sebagai taktik pemerintahan Trump untuk memberikan tindakan yang lebih drastis terhadap Iran.
Tetapi, kekalahan pada hari Jumat (14/8/2020) telah menegaskan bahwa AS kini terisolasi di panggung dunia dan Dewan Keamanan menghadapi ancaman konfrontasi besar.
AS mencabut retorika anti-Iran dari rancangan resolusi sebelumnya dengan harapan bisa merekrut lebih banyak pendukung, tetapi usulan perpanjangan embargo PBB ditolak. Estonia dan Tunisia menahan tekanan AS selama 11 jam untuk mendukung draf yang direvisi, sebagai tanda bahwa pengaruh AS berkurang di PBB.
Rusia dan China lantang menentang resolusi tersebut, sedangkan AS dan Republik Dominika memberikan dukungan, sementara semua anggota lainnya abstain.
Menanggapi pemungutan suara tersebut, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam negara anggota lainnya.
“Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat dimaafkan,” katanya sebelum hasil pemungutan suara diumumkan.
Para pejabat AS menyatakan bahwa setelah kekalahan resolusi embargo senjata, maka akan memulai taktik kontroversial untuk memulihkan kembali sanksi PBB yang dicabut ketika Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar pada tahun 2015.
Kesepakatan yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) itu, memiliki mekanisme yang memungkinkan salah satu pihak dalam perjanjian untuk “menarik kembali” sanksi PBB terhadap Iran.
Trump menarik AS dari JCPOA pada 2018, namun para diplomat dan pengacara AS berpendapat bahwa secara teknis AS masih merupakan pihak dalam perjanjian tersebut, sehingga diberdayakan untuk mencabut sanksi. Sebagian besar negara termasuk beberapa sekutu terdekat Washington tidak setuju, tetapi pemerintahan Trump sejauh ini menunjukkan sikap untuk melanjutkan.
“Tujuan AS ini jelas sekali adalah untuk membuat resolusi yang akan gagal, jadi mereka punya alasan untuk melakukan snapback minggu depan,” kata Richard Gowan, Direktur PBB di International Crisis Group seperti dikutip di The Guardian, Minggu (16/8/2020). “Hanya sedikit memalukan karena gagalnya begitu parah.”
Utusan khusus AS untuk Iran, Brian Hook mengumumkan pengunduran dirinya beberapa hari sebelum resolusi embargo senjata di PBB.
Jika AS melanjutkan rencana snapback-nya, itu dapat mengarah pada situasi di mana tidak ada kesepakatan tentang status sanksi senjata PBB. AS menyatakan bahwa sanksi itu berlaku, namun sebagian besar negara lain bersikeras itu tidak berlaku.
“Terus terang, kami akan segera memasuki apa yang Anda sebut ‘Dewan Keamanan di Negeri Ajaib’, di mana AS akan mengklaim bahwa gerbong snapback sedang berjalan dan yang lain menolak untuk menerimanya,” kata Gowan. “Akan ada banyak perselisihan prosedural di Dewan Keamanan. Tapi pada dasarnya akan ada dua kenyataan.”
Inggris bisa dikatakan terjebak di antara dua realitas itu, dipaksa untuk memilih di antara keduanya. London sejauh ini terikat erat dengan garis Eropa yang disepakati dengan Perancis dan Jerman.
“Tampaknya Inggris telah memilih untuk menempatkan hubungan keamanannya dengan Paris dan Berlin di atas keinginannya untuk kesepakatan perdagangan Brexit dengan AS,” jelas Gowan.
Vladimir Putin telah mengusulkan pertemuan puncak konferensi via video membahas tentang Iran, dan Istana Elysee di Paris mengisyaratkan bahwa Emmanuel Macron menerima saran tersebut.
Donald Trump mengatakan telah mendengar tentang proposal itu, tetapi belum diberi tahu detailnya. Trump dan Macron berdialog melalui telepon pada hari Jumat, tetapi laporan Gedung Putih tentang panggilan tersebut tidak menyebutkan KTT yang diusulkan.
Suzanne DiMaggio, rekan senior di Carnegie Endowment Institute for Peace, mengatakan fokus AS tidak pada membangun koalisi dalam masalah ini, tetapi pada memprovokasi konfrontasi diplomatik di PBB untuk menyenangkan pendukung Trump.
Menurutnya, tujuan akhir AS juga untuk mencoba memprovokasi Iran agar bereaksi, mungkin meninggalkan JCPOA itu sendiri, atau bahkan mengusir pengawas nuklir internasional.
“Itu adalah pendekatan bumi hangus, menghancurkan JCPOA untuk mempersulit pemerintahan Biden, dan bagi Iran untuk kembali ke sana,” kata DiMaggio. “Mereka tidak peduli untuk menutup program nuklir Iran. Mereka benar-benar ingin menghentikan kesepakatan ini,” tambahnya. [wip]