(IslamToday ID) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji bahwa negaranya akan terus mendukung pemerintah Libya yang diakui PBB saat pertemuan di Istanbul.
Erdogan bertemu dengan kepala Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli, Fayez al Sarraj pada hari Minggu (6/9/2020). Mereka membicarakan perkembangan terbaru di Libya serta hubungan bilateral dan masalah regional.
Dalam pertemuan itu, Erdogan menyatakan bahwa Turki akan terus berdiri dalam solidaritas dengan pemerintah sah Libya yang diakui PBB. Ia menegaskan kembali bahwa prioritas Turki adalah untuk memulihkan stabilitas Libya, tanpa penundaan lebih lanjut.
Erdogan juga mengatakan bahwa perdamaian dan stabilitas Libya akan menguntungkan negara tetangganya dan seluruh kawasan yang dimulai dari Eropa. Ia menambahkan bahwa komunitas internasional harus mengambil sikap yang berprinsip dalam hal itu.
Pada pembicaraan keduanya yang berlangsung dua setengah jam, Erdogan dan Sarraj juga bertukar pandangan tentang cara untuk memperkuat kerja sama serta langkah-langkah untuk membela hak-hak Turki dan Libya di Mediterania Timur.
Pakta Turki-Libya
Pada 27 November 2019, Ankara dan Tripoli menandatangani dua nota kesepahaman, satu tentang kerja sama militer dan yang kedua tentang batas laut negara-negara di Mediterania Timur.
Berdasarkan kesepakatan itu, Turki telah mengirim penasihat untuk membantu tentara Libya mengalahkan milisi panglima perang Khalifa Haftar yang didukung Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia.
GNA Libya yang didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin PBB setelah penggulingan Muammar Gaddafi pada 2011, telah menghadapi sejumlah tantangan, termasuk serangan oleh pasukan Haftar.
Turki mendukung pemerintah GNA yang berbasis di ibukota Tripoli dan penyelesaian krisis non-militer.
Pertemuan Erdogan dan Sarraj pada hari Minggu itu bertepatan dengan pembicaraan di Maroko antara delegasi dari pihak Haftar.
Bulan lalu, kedua pihak yang bertikai mengumumkan secara terpisah bahwa mereka akan menghentikan semua permusuhan dan mengadakan pemilihan umum nasional. Rencana itu mendapat pujian dari kekuatan dunia setelah serangkaian inisiatif yang sia-sia dalam beberapa tahun terakhir untuk menghentikan konflik. [wip]