(IslamToday ID) – Perusahaan minyak Amerika Serikat (AS) Hess mencoba memuat kargo minyak mentah dari pelabuhan Es Sider, Libya minggu ini. Jika berhasil, maka aktivitas tersebut memberikan sedikit harapan bagi Libya yang kaya minyak.
Seperti diketahui, produksi minyak Libya turun menjadi hanya 100.000 barel per hari di tengah penutupan pelabuhan yang merupakan dampak dari kerusuhan sipil, dari 1,2 juta barel per hari pada awal tahun.
Perusahaan Minyak Nasional (NOC) Libya menyatakan awal pekan ini sebuah kapal perang telah merapat di terminal minyak Ras Lanuf, namun terminal minyaknya tetap tidak dapat digunakan.
Mengutip di Oilprince, Jumat (11/9/2020), kapal minyak itu tidak mengekspor minyak apapun sejak Januari.
NOC mengumumkan keadaan kahar di pelabuhan minyak Libya, termasuk Es Sider, setelah pemberontak LNA memblokir pelabuhan tersebut.
Penutupan semua pelabuhan minyak di Teluk Sirte menyebabkan pemadaman listrik di negara itu, karena reservoir kondensat terisi, sehingga tidak ada ruang untuk menampung gas terkait yang diproduksi di samping kondensat. Gas inilah yang menjadi bahan bakar pembangkit listrik.
Industri minyak Libya juga sedang berjuang melawan pandemi Covid-19, dengan jumlah kasus baru tertinggi sejak dimulainya pandemi. Wabah tersebut menyebabkan NOC merupakan para pekerja dan menghentikan beberapa pekerjaan.
Sebagai mitra di konsesi Waha Libya sejak 1962, Hess tidak asing dengan kerusuhan Libya, dengan minatnya di 13 ladang di Sirte Basin telah berkali-kali menjadi mangsa kerusuhan sipil.
Pada akhir Agustus, sumber yang tidak disebutkan namanya menyatakan dua kapal tanker akan memuat minyak untuk ekspor di pelabuhan Brega Libya, salah satunya menuju ke OMV Austria. Tidak jelas apakah pengiriman tersebut masih tercatat.
Blokade terminal minyak telah menjadi bencana bagi ekonomi Libya, mengurangi pendapatan minyak negara lebih dari 8 miliar dolar AS. [wip]