(IslamToday ID) – Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo menyatakan keprihatinannya dengan tindakan Turki di Laut Mediterania Timur. Ia pun mendesak diakhirinya krisis di Laut Mediterania Timur itu secara diplomatik.
“Negara-negara di kawasan perlu menyelesaikan perselisihan, termasuk tentang keamanan dan sumber daya energi dan masalah maritim secara diplomatis dan damai,” kata Pompeo saat melakukan lawatan perjalanan singkat ke Siprus pada Sabtu (12/9/2020) di mana ia bertemu dengan Presiden Nicos Anastasiades.
“Meningkatnya ketegangan militer tidak membantu siapa pun, kecuali musuh yang ingin melihat perpecahan dalam kesatuan transatlantik,” tambahnya seperti dikutip di Reuters, Minggu (13/9/2020).
Ketegangan di Mediterania Timur telah meningkat karena aksi saling klaim antara Turki dengan Yunani dan Siprus atas wilayah laut yang dianggap kaya akan gas alam.
Turki telah mengirim dua kapal survei ke wilayah terpisah di kawasan itu. Aksi ini menarik protes keras dari Siprus dan Yunani, yang menyatakan Ankara beroperasi di landas kontinental kedua negara itu.
Turki mengatakan memiliki klaim yang sah atas wilayah tersebut. Tidak ada kesepakatan antara Yunani dan Turki untuk membatasi landas kontinen mereka, sementara Turki membantah klaim apapun oleh Siprus, yang tidak memiliki hubungan diplomatik.
“Kami tetap sangat prihatin dengan operasi Turki yang sedang berlangsung. Republik Siprus memiliki hak untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya termasuk hak atas hidrokarbon yang ditemukan di zona ekonomi eksklusifnya,” kata Pompeo.
Pulau Mediterania Timur terpecah dalam invasi Turki pada tahun 1974 yang dipicu oleh kudeta singkat yang diilhami oleh Yunani. Pemerintah Siprus Yunani yang diakui secara internasional mewakili seluruh pulau di Uni Eropa, meskipun otoritasnya secara efektif terkandung di bagian selatan. Siprus Utara adalah negara Siprus Turki yang tidak diakui yang hanya diakui oleh Ankara.
Awal bulan ini AS menyatakan akan mencabut embargo 33 tahun atas pasal pertahanan tidak mematikan yang diterapkan di Siprus pada tahun 1987 dan memperdalam kerja sama keamanannya dengan Nicosia, yang memicu kemarahan Turki. [wip]