(IslamToday ID) – Seorang pejabat senior Amerika Serikat (AS) yang enggan disebut namanya menuding Iran akan memiliki bom nuklir pada akhir tahun ini. Negara para Mullah itu juga dituduh berkomplot dengan Korea Utara (Korut) untuk mengembangkan rudal jarak jauh.
Pejabat tersebut mengutip “totalitas” data yang tersedia di AS, termasuk dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), tetapi gagal memberikan bukti atau rincian lainnya. “Iran dan Korea Utara telah melanjutkan kerja sama dalam proyek rudal jarak jauh, termasuk pemindahan bagian penting,” katanya seperti dikutip di Reuters, Minggu (20/9/2020).
“Iran dengan jelas melakukan segalanya untuk kembali ke bisnis persenjataan,” tambahnya.
Sebagai respons, pemerintahan Trump akan memberlakukan sanksi baru pada hari Senin (21/9/2020) yang menargetkan lebih dari 20 individu dan entitas yang terlibat dalam program senjata konvensional, rudal, dan nuklir.
Ia menambahkan bahwa perintah eksekutif Trump yang dijadwalkan pada hari Senin juga akan memungkinkan Washington untuk menggunakan sanksi sekunder terhadap mereka yang membeli atau menjual senjata ke Iran, tidak termasuk mereka dari pasar AS.
Pada hari Sabtu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengumumkan bahwa semua sanksi PBB diberlakukan kembali terhadap Iran, dan langkah-langkah baru akan menyusul. Bekas direktur CIA itu menambahkan bahwa AS tidak akan ragu untuk menghukum negara-negara yang menentangnya.
Pemerintahan Trump telah lama melancarkan kampanye sanksi terhadap Teheran, yang dijuluki sebagai pendekatan tekanan maksimum. Washington menjatuhkan rentetan sanksi terhadap Teheran dengan dalih menahan ancaman nuklir Iran sembari mengecam apa yang mereka sebut sebagai “pemerintah yang menindas”.
Pada Oktober 2019, Pompeo menulis tweet, “Iran harus secara fundamental mengubah perilakunya dan bertindak seperti negara normal, atau dapat menyaksikan ekonominya runtuh.”
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengecam pemerintah AS karena memulihkan sanksi internasional terhadap Teheran. Ia menegaskan bahwa komunitas internasional telah berbicara menentang langkah AS tersebut.
Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Josep Borrell mengatakan pada hari Minggu bahwa Washington tidak dapat secara sepihak memulihkan sanksi internasional terhadap Iran berdasarkan perjanjian yang ditariknya. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang juga dikenal sebagai kesepakatan nuklir 2015.
Kesepakatan yang diteken Iran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Perancis, Jerman, dan China) kala itu berusaha untuk mengekang program nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan sanksi internasional terhadap negara para Mullah tersebut. Namun, AS menarik diri dari kesepakatan itu tak lama setelah Trump berkuasa.
Menurut kesepakatan nuklir 2015, tindakan hukuman hanya dapat diberlakukan jika Teheran melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut. [wip]