(IslamToday ID) – Pejabat Pembimbing Tertinggi Ikhwanul Muslimin yang baru, Ibrahim Mounir menyatakan akan melakukan reorganisasi untuk meningkatkan efisiensi dan hubungan.
Berbicara kepada Al-Hiwar TV, ia mengatakan bahwa perubahan tersebut mungkin tampak terburu-buru karena diumumkan segera setelah pendahulunya Mahmoud Ezzat ditahan di Mesir. Namun, Mounir menjelaskan perubahan tersebut diputuskan sebelum penahanan Ezzat.
“Keputusan untuk segera mengumumkannya setelah dia ditahan adalah untuk memberi tahu para anggota di Mesir bahwa Ikhwanul masih ada,” kata Mounir seperti dikutip di MEMO, Selasa (22/9/2020). “Dan untuk memberi tahu rezim (Mesir) bahwa gerakan itu belum mati.”
Pada saat yang sama, ia membantah klaim mengenai kerja dan organisasi Ikhwanul Muslimin yang muncul karena kurangnya komunikasi antara beberapa lembaga yang mengikuti kampanye menentangnya. Ia menegaskan bahwa tidak ada “pluralitas” dalam proses pengambilan keputusan, dan bahwa kata terakhir atas perbedaan apapun adalah untuk Ezzat.
Pejabat tersebut mengungkapkan bahwa ada komunikasi antara rezim Mesir dan Ikhwanul Muslimin tiga atau empat tahun lalu yang bertujuan untuk rekonsiliasi yang akan memungkinkan anggota yang diasingkan untuk kembali ke rumah dan hidup tanpa diganggu. Mantan Menteri Pertahanan Hussein Tantawi diyakini ada di belakang mereka.
Namun, menurut Mounir, kelompoknya tahu bahwa Presiden Abdel Fattah Al-Sisi sendiri yang memprakarsai komunikasi tersebut. Ia tidak mengatakan bagaimana kelompok itu mendapatkan informasi ini. Al-Sisi tampaknya meminta kelompok itu untuk mengakui legitimasinya dengan imbalan membebaskan semua anggotanya dari penjara dan mengizinkan mereka yang diasingkan untuk kembali.
Gerakan tersebut menolak syarat-syarat agar tidak memberikan legitimasi apapun kepada Al-Sisi mengingat situasi keras dan tak tertahankan di Mesir. Mounir menekankan bahwa mengakui legitimasi Al-Sisi akan menjadi “pengkhianatan negara”. [wip]