(IslamToday ID) – Perdana Menteri (PM) Ethiopia, Abiy Ahmed menyatakan negaranya tidak berniat untuk merugikan Sudan dan Mesir terkait pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air raksasa di Sungai Nil Biru. Seperti dilaporkan Reuters, pembangunan bendungan itu telah menyebabkan perselisihan terkait debit air oleh ketiga negara.
Ethiopia, Mesir, dan Sudan gagal mencapai kesepakatan tentang pengoperasian bendungan raksasa itu. Padahal, Ethiopia sudah mulai melakukan pengisian bendungan pada bulan Juli lalu. Namun ketiga negara telah kembali ke meja perundingan dengan dipimpin oleh Uni Afrika.
“Saya ingin memperjelas bahwa kami tidak berniat merugikan negara-negara ini,” kata Abiy di hadapan 193 anggota Sidang Umum PBB via video conference (vidcom) seperti dikutip di MEMO, Senin (28/9/2020).
“Kami teguh dalam komitmen kami untuk mengatasi masalah negara-negara hilir dan mencapai hasil yang saling menguntungkan dalam sebuah proses yang dipimpin Uni Afrika,” tambah Peraih Nobel Perdamaian ini.
Negosiasi sebelumnya tersendat karena permintaan dari Mesir dan Sudan bahwa kesepakatan apapun harus mengikat secara hukum, mengenai mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan di masa depan, dan tentang bagaimana mengelola bendungan selama periode pengurangan curah hujan atau kekeringan.
Mesir menyatakan negaranya sangat bergantung dengan Sungai Nil untuk menyuplai lebih dari 90 persen kebutuhan air tawar, sehingga khawatir keberadaan bendungan akan member dampak buruk.
Abiy mengatakan kepada PBB bahwa bendungan tersebut bakal berkontribusi pada konservasi sumber daya air dan tidak akan hilang akibat penguapan di negara-negara hilir.
“Pada dasarnya apa yang kami lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik kami dari salah satu sumber energi terbersih. Kami tidak bisa terus membiarkan lebih dari 65 juta orang kami dalam kegelapan,” katanya.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menyatakan keprihatinannya terkait pembangunan proyek bendungan tersebut di hadapan Sidang Umum PBB pada hari Selasa.
“Sungai Nil tidak boleh dimonopoli oleh satu negara. Bagi Mesir, air Nil adalah materi eksistensial. Tapi ini tidak berarti bahwa kami ingin merongrong hak saudara-saudari kami, berbagilah dengan kami yang di lembah Sungai Nil,” katanya.
“Namun demikian, tidak dapat diterima jika negosiasi namun memaksakan kenyataan di lapangan (pembangunan bendungan berlanjut),” kata Sisi. [wip]