(IslamToday ID) – Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev mengatakan Turki harus terlibat dalam proses solusi untuk wilayah Nagorno-Karabakh setelah kemungkinan disepakatinya gencatan senjata di masa depan.
Baik Turki dan Azerbaijan menuduh pasukan Armenia menargetkan warga sipil dalam ketegangan baru-baru ini di garis depan perbatasan Azerbaijan-Armenia. “Proses perdamaian pasti akan dimulai. Bentrokan tidak bisa berlangsung selamanya, jadi lebih cepat lebih baik,” kata Aliyev di TRT Haber, penyiaran Turki.
Pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan memperebutkan wilayah Karabakh yang diduduki memasuki hari kesembilan. Ratusan orang tewas dalam bentrokan sengit di wilayah itu selama lebih dari 25 tahun.
“Armenia secara langsung menargetkan warga sipil (di Azerbaijan), yang pada dasarnya merupakan kejahatan perang,” kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu setelah bertemu dengan Sekjen NATO, Jens Stoltenberg di Ankara, Senin (5/10/2020) seperti dikutip di TRT World.
Stoltenberg diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan setelah melakukan perjalanan. NATO “sangat prihatin” atas konflik Karabakh Atas, dan menyerukan penyelesaian damai atas sengketa tersebut.
Hikmet Hajiyev, ajudan Presiden Aliyev, men-tweet bahwa pasukan Armenia menyerang daerah-daerah sipil yang padat penduduk di Ganja, Barda, Beylagan, dan kota-kota lain dengan rudal dan roket.
Sementara itu, Armenia membantah tuduhan tersebut.
Pimpinan NATO Serukan Gencatan Senjata
Sten Stoltenberg, Sekjen NATO, juga menyerukan gencatan senjata di Karabakh yang diduduki karena jumlah korban tewas meningkat selama pertempuran di daerah kantong yang memisahkan diri di Kaukasus Selatan.
“Sangat penting bagi kami untuk menyampaikan pesan yang sangat jelas kepada semua pihak bahwa mereka harus segera menghentikan pertempuran. Kami harus mendukung semua upaya untuk menemukan solusi damai yang dinegosiasikan,” kata Stoltenberg dalam kunjungannya ke Turki.
“Tidak ada solusi militer,” tambahnya.
Aliyev mengatakan gencatan senjata hanya mungkin terjadi jika Azerbaijan menerima jaminan internasional dan “jadwal konkret” dari Armenia dalam menarik pasukannya. “Kami tidak mengawasi tanah negara lain, tetapi apa yang menjadi milik kami harus menjadi milik kami,” katanya.
Aliyev mengatakan Armenia menyeret Rusia ke dalam perang dengan menyerang Azerbaijan.
Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar mengatakan Armenia harus menarik diri dari wilayah Azerbaijan yang didudukinya dan berhenti bekerja sama dengan organisasi teroris.
“Armenia harus mundur dari wilayah (Azerbaijan) yang didudukinya, mengakhiri kerja sama dengan organisasi teroris, dan menyingkirkan tentara bayaran dan teroris dari wilayah (Karabakh Atas),” kata Akar dalam konferensi virtual dengan pejabat tinggi militer Turki.
Dengan menargetkan warga sipil, Armenia melakukan kejahatan perang di wilayah Azerbaijan yang diduduki di Karabakh Atas.
Akar menambahkan, otoritas Armenia, yang secara terbuka menargetkan warga sipil yang tidak bersalah, pasti akan dinilai oleh hati nurani umat manusia, terutama rakyat mereka sendiri.
Konflik Puluhan Tahun
Hubungan antara dua bekas republik Soviet itu telah tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Berbagai resolusi PBB, serta banyak organisasi internasional, menuntut penarikan pasukan penyerang.
OSCE Minsk Group, yang diketuai bersama oleh Perancis, Rusia, dan AS, dibentuk pada tahun 1992 untuk menemukan solusi damai atas konflik tersebut, tetapi tidak berhasil. Gencatan senjata, bagaimanapun, disepakati pada tahun 1994.
Pertempuran dimulai pada 27 September 2020 dan telah melonjak ke level terburuk sejak 1990-an, ketika sekitar 30.000 orang tewas.
Banyak kekuatan dunia, termasuk Rusia, Perancis dan AS, telah mendesak gencatan senjata segera.
Turki, sementara itu, mendukung hak Baku (Azerbaijan) untuk membela diri. [wip]