(IslamToday ID) – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi melontarkan peringatan keras kepada China terkait krisis di Laut China Selatan. Peringatan ini disampaikan Retno yang berjanji akan selalu membela kepentingan nasional Indonesia.
“Kami akan terus menegakkan prinsip kami melawan negara Partai Komunis atas klaim militer mereka,” katanya merujuk pada China yang dipimpin Partai Komunis China, Kamis (8/10/2020).
Indonesia tidak terlibat sengketa maritim di Laut China Selatan dengan China. Namun, Indonesia kerap berseteru dengan Beijing karena kapal-kapal penangkap ikan China yang dikawal kapal coast guard-nya memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.
Amerika Serikat (AS) menuduh China mengintimidasi para tetangga Asia-nya, sementara Beijing mengatakan Washington dan sekutu Barat-nya telah mengganggu dan membahayakan keamanan dengan mengirim kapal perang ke perairan sengketa di Laut China Selatan.
Menlu Retno dalam wawancara dengan Channel News Asia menekankan, meski China sedang bekerja sama dengan Indonesia dalam pembangunan, itu tidak akan mengubah sikap Jakarta atas kedaulatannya di perairan Natuna, Laut China Selatan.
Ditanya apakah kerja sama pengembangan vaksin China dengan pihak Indonesia yang sedang berlangsung akan mempengaruhi posisi Jakarta soal perairan yang disengketakan, Retno menjawab tegas. “Saya bisa menjawab dengan tegas, setegas mungkin. Tidak.”
“Itu dua hal yang berbeda dan ketika kita bekerja sama, bukan kerja sama yang timpang yang hanya menguntungkan satu pihak, dalam hal ini Indonesia,” ujarnya.
“Tetapi perusahaan China dan China sebagai negara, juga menikmati buah atau manfaat dari kerja sama ini. Ini adalah keuntungan dua arah,” lanjut Menlu perempuan pertama Indonesia ini.
Retno merujuk pada insiden di mana kapal coast guard China terlihat di dalam wilayah perairan Natuna, yang menimbulkan kecurigaan tentang niatnya.
Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia mengatakan kapal coast guard China memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia di lepas Pulau Natuna Utara bulan lalu.
“Jika tujuannya adalah untuk menjalankan klaimnya dengan (dasar) nine-dash line (sembilan garis putus-putus), tentu saja, itu tidak dapat dibenarkan,” tegas Retno.
“Tapi setelah kita berkomunikasi, lewat jalur diplomatik, kapal itu pindah. Saya yakin ini bukan yang terakhir kali terjadi. Mungkin akan terulang lagi.”
“Dan kami akan terus berkomunikasi, kami akan terus memegang teguh prinsip-prinsip kami seperti yang kami katakan sebelumnya,” ujarnya.
Retno mengatakan Indonesia bebas menjalin kerja sama dengan negara manapun, termasuk dengan China. “Kami berusaha bekerja sama dengan semua negara karena selain banyak sumber, ada banyak kebutuhan,” katanya.
“Dan dalam politik Indonesia, jelas kami bebas aktif dan tidak akan memihak satu blok ke blok lainnya. Sangat jelas. Dan ini diwujudkan dalam semua kebijakan kami.” [wip]