(IslamToday ID) – Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh menyatakan sejarah tidak akan berpihak pada negara-negara Arab yang secara nyata mengakui keberadaan Israel.
Ia juga menyinggung soal “normalisasi” yang dilakukan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel. Menurutnya, kesepakatan normalisasi itu hanya akan merugikan negara-negara Arab itu sendiri.
“Kami tahu para pemimpin Israel lebih baik dari mereka. Kami tahu bagaimana mereka berpikir. Kami ingin memberi tahu saudara-saudara kami di UEA bahwa mereka akan rugi sebagai akibat dari perjanjian itu, karena satu-satunya kepentingan Israel adalah mencari pijakan militer dan ekonomi di daerah-daerah yang dekat dengan Iran,” kata Haniyeh seperti dikutip dari Middle East Eye (MEE), Rabu (13/10/2020).
“Mereka akan menggunakan negara Anda sebagai pintu masuk. Kami tidak ingin melihat UEA digunakan sebagai landasan peluncuran (militer) Israel.”
Haniyeh menggambarkan UEA sebagai saudara yang telah mendukung perjuangan Palestina secara historis. Ia juga menyebut Hamas menantikan hari dimana UEA membatalkan perjanjian normalisasi tersebut.
“Proyek zionis adalah proyek ekspansif. Tujuannya adalah untuk menciptakan Israel yang lebih besar. Kami tidak ingin melihat UEA atau Bahrain atau Sudan digunakan sebagai kendaraan untuk proyek ini. Sejarah tidak akan mengampuni, orang tidak akan melupakan, dan hukum kemanusiaan tidak akan memaafkan,” ungkapnya.
Perjanjian kerja sama UEA dan Bahrain dengan Israel yang ditandatangani di Gedung Putih, Amerika Serikat (AS) bulan lalu, telah memicu spekulasi bahwa Arab Saudi juga bakal mengikuti jejak dua sekutu dekatnya itu.
Pekan lalu, Pangeran Bandar bin Sultan, yang menjabat sebagai duta besar Saudi untuk Washington selama lebih dari 30 tahun, menyatakan para pemimpin Palestina telah gagal dalam menyelesaikan konflik dengan Israel.
Pernyataannya dalam sebuah wawancara dengan TV al-Arabiya itu ditafsirkan bahwa Saudi telah melunak dengan Israel.
Haniyeh mengatakan Hamas telah mendeteksi perubahan positif di Tepi Barat sebagai hasil dari pembicaraan rekonsiliasi dengan faksi Palestina, Fatah yang bertujuan untuk membentuk pemerintah persatuan nasional.
“Kami menyaksikan perubahan positif di lapangan. Saya tidak ingin terdengar terlalu optimis dan mendahului kejadian, tetapi memang ada hal-hal positif. Tantangannya sangat besar dan kami masih di awal perjalanan.”
Sumber senior Palestina menyatakan kepada MEE bahwa kerja sama keamanan dengan Israel di Tepi Barat sudah hampir berhenti.
Penangkapan baru-baru ini terhadap Sheikh Hassan Yousef, seorang pemimpin senior Hamas, yang menghabiskan 21 tahun di penjara, juga dikecam oleh Jibril Rajoub dari Fatah yang memimpin negosiasi dengan Hamas. [wip]