(IslamToday ID) – Arab Saudi gagal duduk menjadi anggota Dewan HAM PBB (UNHRC) untuk periode tiga tahun mendatang yang dimulai 1 Januari 2021. Sementara, China, Rusia dan Kuba justru terpilih sebagai anggota UNHRC.
Rusia dan Kuba melaju tanpa tantangan dalam pemilihan di Sidang Umum PBB untuk kursi UNHRC tersebut. Saudi dan China bersaing ketat untuk empat posisi yang diperebutkan lima negara, termasuk Pakistan, Uzbekistan dan Nepal.
Pakistan meraih 169 suara, Uzbekistan 164, Nepal 150, China 139, dan Saudi 90 suara. Sebanyak 15 negara terpilih dalam dewan dengan anggota 47 negara itu pada hari Selasa (13/10/2020).
Human Rights Watch menyebut China dan Saudi sebagai dua pemerintah yang paling bermasalah dalam HAM. Lembaga itu juga menyebut berbagai kejahatan perang dalam perang Suriah yang menjadikan Rusia sebagai anggota Dewan HAM yang bermasalah.
Para pakar menyatakan beberapa negara dengan catatan HAM yang dipertanyakan itu justru terpilih, sehingga sistem untuk masuk UNHRC sangat perlu direformasi.
“Tentu ini sangat disesalkan bahwa negara-negara dengan catatan HAM mengerikan dapat terpilih ke dewan. Tapi itu biasa dalam birokrasi kacau PBB,” kata Kevin Jon Heller, profesor hukum internasional di Universitas Copenhagen seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (14/10/2020).
“Jelas tak ada cara mudah menghindari jenis kesepakatan belakang kamar, sehingga hasilnya seperti ini. Tak ada bukti jelas bahwa negara-negara itu menjadikan catatan HAM sebagai pertimbangan saat mereka memilih,” tambahnya.
Voting untuk kursi Dewan HAM PBB itu menegaskan betapa rusak reputasi internasional Saudi dalam beberapa tahun terakhir. Para pengkritik sejak lama menyoroti catatan HAM Saudi.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Saudi memburu ratusan lawan politik, menahan belasan aktivis HAM perempuan, dan terus melakukan eksekusi massal terhadap para tahanan. Protes publik, partai politik, dan serikat buruh juga dilarang di Saudi.
Pelapor khusus PBB untuk pembunuhan ekstra yudisial Agnes Callamard yang menyelidiki pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi oleh para agen Saudi di Turki pada 2018 menyatakan ada bukti kredibel yang mengaitkan putra mahkota dengan pembunuhan itu, sehingga harus diselidiki. [wip]