(IslamToday ID) – Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengutuk penghancuran tempat tinggal warga Palestina di Tepi Barat oleh pasukan Israel. Kebijakan tersebut menyebabkan puluhan keluarga Palestina terusir dari rumah dan tanah miliknya.
“Tindakan itu termasuk dalam kerangka kebijakan pembersihan etnis, aneksasi, dan rencana permukiman kolonial yang dilakukan oleh pendudukan Israel di wilayah Palestina,” kata OKI seperti dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (10/11/2020).
OKI juga menegaskan bahwa penghancuran tempat tinggal tersebut melanggar hukum internasional dan resolusi PBB. OKI pun meminta komunitas internasional untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Israel untuk mengakhiri pelanggaran dan kejahatannya di seluruh wilayah Palestina.
“Apa yang terjadi tidak mendukung proses perdamaian yang komprehensif dan adil, yang diserukan oleh inisiatif Arab berdasarkan solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya,” ujar OKI.
Insiden pemindahan paksa terbesar dalam lebih dari empat tahun terjadi pada 3 November di komunitas Palestina Humsa Al Bqai’a, yang terletak di Lembah Yordania. Menurut laporan pekan lalu yang disampaikan oleh koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina, Yvonne Helle, sekitar 73 orang termasuk 41 anak-anak, mengungsi ketika Israel menghancurkan rumah dan bangunan lain.
Helle menyatakan, badan-badan kemanusiaan mengkonfirmasi 76 bangunan yang dihancurkan di komunitas Palestina dan menjadi jumlah tertinggi dalam satu penghancuran dalam dekade terakhir. Pada tahun 2020, Tepi Barat yang diduduki harus menghadapi lebih banyak kehancuran daripada yang terlihat selama bertahun-tahun lalu.
Menurut PBB, sebanyak 689 bangunan telah dihancurkan tahun ini di seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Jumlah tersebut lebih dari setahun penuh sejak 2016, sehingga menyebabkan perpindahan sekitar 869 warga Palestina.
Otoritas Israel umumnya mengklaim tidak ada izin bangunan yang dikeluarkan Israel sebagai alasan tindakan ini. Namun, Palestina berpendapat bahwa mereka sulit untuk bisa mendapatkan izin tersebut karena rezim perencanaan yang restriktif dan diskriminatif. [wip]